Liputan6.com, Jakarta Bank Dunia (World Bank) mengeluarkan laporan terbarunya, yang menyebut sebanyak 13 juta warga kelas menengah bawah di Indonesia jatuh ke lubang kemiskinan. Itu diumumkan dalam sebuah laporan yang berjudul East Asia and The Pacific Economic Update October 2022.
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmatawarta mengatakan, pemerintah setiap waktunya pasti akan selalu mengkaji ulang nilai ambang batas garis kemiskinan sesuai dengan kondisi terbaru.
Baca Juga
"Indonesia selalu me-review kembali, jadi bukan hanya karena World Bank. Yang ditetapkan World Bank mungkin jadi faktor untuk menentukan garis kemiskinan di berapa," ujar Isa di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (30/9/2022).
Advertisement
Namun, Kementerian Keuangan tidak bisa memutuskan sendiri. Diperlukan koordinasi dengan instansi terkait lain untuk memperkuat data angka kemiskinan terbaru.
"Saat ini belum (ditetapkan), itu akan jadi bahan evaluasi. Tentunya perlu rapat kabinet. Bukan Menteri Keuangan, Menteri Sosial sendiri, perlu di kabinet tetapkan berapa batas kemiskinan," kata Isa.
"Jadi saya yakin itu akan jadi bahan diskusi di kabinet. Kapan itu diputuskan saya tidak tahu. Kalau diputuskan tetap atau berubah, pasti ada review dari data DTKS, karena akan dilihat lagi apakah ada yang belum dimasukan," imbuhnya.
Adapun dalam laporan terbarunya, Bank Dunia menentukan angka kemiskinan menggunakan hitungan keseimbangan daya beli, atau purchasing power parities (PPP) 2017.
Hasilnya, garis kemiskinan ekstrem naik dari USD 1,90 orang per hari (Rp 28.870 orang per hari) menjadi USD 2,15 orang per hari, atau setara Rp 32.669 orang per hari (kurs Rp 15.195 per dolar AS).
Ketentuan batas untuk kelas penghasilan menengah ke bawah pun naik, dari USD 3,20 (Rp 48.624) per orang per hari) menjadi USD 3,65 (Rp 55.461) per orang per hari. Sementara batas penghasilan kelas menengah atas naik dari USD 5,50 (Rp 83.572) per orang per hari jadi USD 6,85 (Rp 104.085) per orang per hari.
Indonesia Tak Akan Jadi Negara Maju Jika Petani Masih Miskin
Indonesia memiliki misi untuk menjadi negara maju di usianya yang ke-100. Namun demikian, masih banyak hal yang meski diselesaikan, seperti soal kesejahteraan petani.
Kemarin, Sabtu (24/9/022), ribuan massa gabungan dari buruh dan petani melakukan aksi demonstrasi di Patung Kuda, Jakarta.
Sejak pukul 10.00 WIB, massa melakukan aksi longmarch dari Balai Kota DKI Jakarta menuju Patung Kuda.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal memimpin langsung aksi demonstrasi tersebut.
Iqbal menegaskan, aksi dilakukan bertepatan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA 1960) disahkan, yang kemudian diperingati sebagai Hari Tani.
"Para petani adalah aktor penting di dalam negara ini, tanpa petani siapa yang bisa makan, siapa yang bisa melanjutkan hidup tanpa makan," tegas Iqbal dalam orasinya diatas mobil komando.
Iqbal yang juga Ketua Umum Partai Buruh ini mengaku bakal terus mendukung para petani bisa mendapat semua hak-haknya.
"Andaikata Tuhan memberikan kesempatan Partai Buruh menang, perintah saya pertama sebagai presiden partai kepada parlemen fraksi partai buruh, saya akan minta 9 juta hektare diberikan kepada kaum petani," ujarnya.
Advertisement
Banyak Petani Masih Miskin
Iqbal juga menyayangkan kondisi petani di Indonesia yang masih hidup dalam kemiskinan. Banyak petani yang masih tertindas.
"Tidak ada di satu negara, di satu bangsa, dikatakan bangsanya kuat kalau kaum taninya miskin, kalau kaum taninya tertindas, kalau kaum taninya didiskrimnalisasi, bahkan diusir dari tanahnya," katanya.
Setidaknya ada tiga tuntutan utama yang disampaikan massa aksi gabungan buruh dan petani. Pertama, reforma agraria serta kedaulatan pangan. Reforma agraria yang dimaksud adalah memastikan petani memiliki tanah.
Selain itu, meminta kepada Pemerintah agar mengembalikan tanah-tanah rakyat yang direbut dan dikuasai oleh perusahaan serta agar tidak ada kriminalisasi terhadap petani saat berjuang mewujudkan reforma agraria.
Kedua, penolakan kenaikan harga BBM, dan menolak Omnibus Law.