Liputan6.com, Jakarta - Presiden Bank Federal Reserve New York, John Williams memprediksi inflasi Amerika Serikat tidak akan mereda dalam waktu dekat.Â
Dia mengatakan, meskipun sudah ada beberapa tanda tekanan inflasi global dan domestik mereda, harga energi dan pangan masih tinggi. Hal ini membuat inflasi lebih sulit untuk dipadamkan dengan cepat.
Baca Juga
Permintaan yang kuat untuk barang dan pekerja juga terus menekan inflasi AS, yang telah mencapai level tertinggi dalam 40 tahun.
Advertisement
"Ini menghasilkan inflasi berbasis luas, yang akan membutuhkan waktu lebih lama untuk diturunkan," kata Williams dalam pidatonya di US Hispanic Chamber of Commerce National Conference, dikutip dari Channel News Asia, Selasa (4/10/2022).Â
Diketahui bahwa harga pangan dan energi di sejumlah negara, termasuk AS, telah karena hambatan rantai pasokan.Masalah-masalah itu diperburuk oleh kebijakan nol-Covid-19 di China dan konflik Rusia-Ukraina.Â
Williams menyebut, kendala pasokan sudah berkurang, sementara kenaikan suku bunga mendinginkan permintaan serta menurunkan harga sejumlah komoditas seperti kayu. Hal itu diyakini menurunkan inflasi.
"Sayangnya, itu saja untuk kabar baik tentang inflasi," katanya dalam pidatonya di Phoenix, Arizona, memperingatkan bahwa faktor-faktor itu tidak akan cukup duntuk membawa inflasi AS kembali ke target dua persen.
"Dari Main Street ke Wall Street ... inflasi adalah perhatian pertama" ujar Williams.
"Pekerjaan kami belum selesai," tambahnya.
Selain itu, Williams juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi AS akan bergerak datar tahun ini dan mencatat pertumbuhan moderat pada 2023, dengan sedikit peningkatan pengangguran.
BI Ramal Inflasi September 2022 Capai 5,88 Persen Imbas BBM Naik
Bank Indonesia (BI) memprediksi inflasi September 2022 di kisaran 5,88 persen secara tahunan (yoy). Perkiraan meningkatnya inflasi tersebut dipengaruhi oleh kenaikan harga BBM.
"Kami melakukan tracking sesuai survei pemantauan harga. Bulan ini inflasinya sekitar 5,88 persen, sumbernya mostly kenaikan bensin," kata Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter, Wahyu Agung Nugroho, di Ubud, Bali, Minggu (2/10/2022).
Adapun berdasarkan Survei Pemantauan Harga pada minggu V September 2022, perkembangan inflasi sampai dengan minggu kelima September 2022 diperkirakan inflasi sebesar 1,10 persen (mtm). Â
Komoditas utama penyumbang inflasi September 2022 sampai dengan minggu kelima yaitu bensin sebesar 0,91 persen (mtm), angkutan dalam kota sebesar 0,06 persen (mtm), angkutan antar kota, rokok kretek filter, dan beras masing-masing sebesar 0,02 persen (mtm), serta ikan kembung, pasir, semen dan bahan bakar rumah tangga (BBRT) masing-masing sebesar 0,01 persen (mtm).
Kata Wahyu, berdasarkan perhitungan Bank Indonesia, adanya kenaikan harga BBM yakni Pertalite, Solar, dan Pertamax diprediksi akan menambah inflasi antara 1,8 persen hingga 1,9 persen.
Atas hal tersebut, berdampak padaharga barang-barang lainnya. Adapun kata Wahyu, dampak putaran kedua dari kenaikan harga BBM diprediksi akan terasa dalam kurun waktu 3 bulan mendatang.
Persoalan inflasi di Indonesia, kata Wahyu masih bersumber dari harga pangan bergejolak (volatile food) dan administered prices (harga yang diatur pemerintah).
Kendati demikian, Bank Indonesia masih menunggu angka resmi dari pengumuman Badan Pusat Statistik (BPS) Minggu depan. Nantinya, Bank Indonesia akan menyesuaikan data dengan BPS terkait inflasi.
"Kami juga masih menunggu angka resmi BPS. Mestinya minggu depan akan kami lihat lagi. Dan kami coba bandingkan lagi, kami assess lagi apakah path inflasi yang ada di Bank Indonesia masih sesuai actual," pungkas Wahyu.
Advertisement
Jokowi: Inflasi Inggris 9,9 Persen, Kita Harus Bersiap
Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta seluruh masyarakat Indonesia untuk bersiap menghadapi ketidakpastian global. Ia pun meminta kepada para pembantunya terutama Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati untuk menggunakan anggaran untuk hal produktif dan menghasilkan hal yang jelas.
"Kita tahu sekali lagi hampir semua negara tumbuh melemah, terkontraksi ekonominya. Tiap hari yang kita dengar krisis energi, minyak gas, hampir semua negara, krisis finansial, pergerakan currency, nilai tukar melompat-lompat," kata Jokowi dalam acara UOB Economic Outlook 2023 di Grand Ballroom Kempinski, Jakarta Pusat, Kamis (29/9/2022).
Jokowi bercerita, Inggris saat ini sedang mengalami tingkat inflasi hingga 9,9 persen. Kondisi tersebut bisa berdampak tak hanya ke Inggris melainkan juga negara-negara lain termasuk Indonesia.
Tercermin dari nilai tukar mata uang setiap negara yang mengalami kontraksi. Untungnya kata Jokowi, koreksi nilai tukar rupiah masih relatif lebih baik dari negara lain.
"Kita memang melemah minus 7 tapi dibandingkan negara lain jauh lebih baik karena Jepang terkoreksi minus 25, RRT terkoreksi - 13 dan Filipina - 15. Ini yang harus kita syukuri tapi perlu kerja keras jangka panjang," kata dia.