Sukses

Temuan BPK: Pertamina Kurang Penerimaan Rp 299 Miliar dari Jualan Solar Subsidi

Terkait kebijakan harga jual BBM Subsidi, Pertamina mengalami kekurangan penerimaan sebesar Rp 299,83 miliar dan PT AKR mengalami kelebihan penerimaan sebesar Rp 15,90 miliar.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan jumlah kekurangan penerimaan PT Pertamina (Persero) terkait subsidi Jenis BBM Tertentu (JBT) atau Solar subsidi sebesar Rp 299,30 miliar. Angka ini menurut pemeriksaan dari penyaluran pada 2020.

Mengutip Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I 2022 (IHPS), BPK telah menyelesaikan hasil pemeriksaan atas kegiatan perhitungan kelebihan atau kekurangan penerimaan PT Pertamina dan PT AKR atas Penetapan harga jual eceran Jenis BBM Tertentu (JBT) atau BBM bersubsidi dan Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) pada 2020.

Hasil pemeriksaan menyimpulkan bahwa kegiatan perhitungan kelebihan atau kekurangan penerimaan atas penetapan HJE JBT Solar atau Biosolar dan JBKP di 2020 telah dilaksanakan sesuai kriteria dengan pengecualian.

Atas temuan BPK, terkait kebijakan harga jual Jenis BBM Tertentu, Pertamina mengalami kekurangan penerimaan sebesar Rp 299,83 miliar dan PT AKR mengalami kelebihan penerimaan sebesar Rp 15,90 miliar atas selisih HJE formula dengan HJE penetapan Pemerintah dalam penyaluran JBT Minyak Solar tahun 2020.

"BPK merekomendasikan Direksi PT Pertamina dan Direksi PT AKR agar berkoordinasi dengan Menteri Keuangan, Menteri ESDM dan Menteri BUMN untuk menetapkan kebijakan pengaturan kekurangan penerimaan PT Pertamina dan kelebihan penerimaan PT AKR, kemudian memperhitungkan koreksi BPK atas kegiatan penyaluran JBT Minyak Solar tahun 2020 dalam surat Menteri Keuangan," tulis laporan tersebut, dikutip Kamis (6/10/2022).

Sementara itu, BPK mendapati temuan berbeda untuk penyaluran JBKP yakni Premium. Terkait kebijakan harga jual JBKP, PT Pertamina mengalami kelebihan penerimaan sebesar Rp 5,87 triliun.

Angka ini didapat atas selisih HJE formula dengan HJE penetapan Pemerintah dalam penyaluran JBKP tahun 2020. Ini terdiri dari kelebihan penerimaan atas pendistribusian JBKP wilayah Jawa, Madura, dan Bali (Jamali) dan non-Jamali masing-masing sebesar Rp1,65 triliun dan Rp 4,22 triliun.

"Untuk itu, BPK merekomendasikan Direksi PT Pertamina agar berkoordinasi dengan Menteri Keuangan, Menteri ESDM dan Menteri BUMN untuk menetapkan kebijakan pengaturan kelebihan penerimaan PT Pertamina atas kegiatan penyaluran JBKP Premium tahun 2020 dalam surat Menteri Keuangan Secara keseluruhan hasil pemeriksaan atas penetapan HJE JBT dan JBKP mengungkapkan 3 temuan yang memuat 3 permasalahan," tulis rekomendasi BPK.

Untuk diketahui, permasalahan tersebut meliputi 1 kelemahan SPI dan 2 ketidakpatuhan sebesar Rp 5,88 triliun.

 

2 dari 4 halaman

Insentif Pajak PC-PEN Bermasalah

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan potensi permasalahan di program insentif pajak dalam rangka Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) 2021. Bahkan, angkanya tembus hingga Rp 15,31 triliun.

Mengutip Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2022, BPK menyebut pengelolaan insentif dan fasilitas perpajakan tahun 2021 sebesar Rp15,31 triliun belum sepenuhnya memadai.

Akibatnya, terdapat potensi penerimaan pajak yang belum direalisasikan atas pemberian fasilitas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Non-PC-PEN kepada pihak yang tidak berhak sebesar Rp1,31 triliun.

Kemudian BPK menemukan nilai realisasi fasilitas PPN Non-PC-PEN insentif sebesar Rp390,47 miliar tidak valid, nilai realisasi pemanfaatan fasilitas PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) sebesar Rp3,55 triliun tidak andal. Lalu, potensi pemberian fasilitas PPN DTP kepada pihak yang tidak berhak sebesar Rp154,82 miliar.

"Potensi penerimaan pajak dari penyelesaian mekanisme verifikasi tagihan pajak DTP Tahun 2020 sebesar Rp2,06 triliun. Belanja Subsidi Pajak DTP dan Penerimaan Pajak DTP belum dapat dicatat sebesar Rp4,66 triliun, dan nilai realisasi insentif dan fasilitas pajak PC-PEN sebesar Rp2,57 triliun terindikasi tidak valid," tulis laporan tersebut, dikutip Rabu (5/10/2022).

 

3 dari 4 halaman

Tambah Syarat Kelayakan

Atas permasalahan itu, BPK merekomendasikan kepada Menteri Keuangan selaku Wakil Pemerintah menginstruksikan Direktur Jenderal Pajak untuk memutakhirkan sistem pengajuan insentif WP dengan menambahkan persyaratan kelayakan penerima insentif dan fasilitas perpajakan sesuai dengan ketentuan pada laman resmi DJP Online.

Kemudian, menguji kembali kebenaran pengajuan insentif dan fasilitas perpajakan yang telah diajukan WP dan disetujui, selanjutnya menagih kekurangan pembayaran pajak beserta sanksinya untuk pemberian insentif dan fasilitas yang tidak sesuai.

Selain itu, BPK juga menemukan kalau penentuan kriteria Program Penanganan Pandemi Corona Virus Deseases 2019 (COVID-19) dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) Tahun 2021 dan pelaporan pada LKPP Tahun 2021 (audited) belum sepenuhnya memadai.

Akibatnya, pemerintah belum sepenuhnya memiliki data yang lengkap, valid, dan tepat waktu mengenai keseluruhan biaya yang dialokasikan dan direalisasikan untuk penanganan dampak pandemi COVID-19.

 

4 dari 4 halaman

Tetapkan Kriteria yanga Jelas

Di samping itu menyebabkan nilai realisasi pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan (PPh) sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 2020 tidak dapat segera diketahui dan dievaluasi.

"BPK merekomendasikan kepada Menteri Keuangan selaku Wakil Pemerintah antara lain agar:

(1) Menetapkan kriteria yang jelas atas kegiatan/program yang menjadi bagian dari Program PC-PEN.

(2) Memperbaiki mekanisme pelaporan dan pertanggungjawaban Program PC-PEN dalam rangka pelaporan keuangan pemerintah pusat tahun 2022.

Terakhir, Menkeu perlu melakukan verifikasi atas pelaporan pemanfaatan fasilitas PPh sesuai dengan PP Nomor 29 Tahun 2020 yang dilakukan oleh Wajib Pajak (WP).

Video Terkini