Liputan6.com, Jakarta - Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Hadi Tjahjanto terus berperang melawan mafia tanah. Tanpa ampun, ia juga menghukum pegawai Kementerian ATR/BPN yang bermain bersama mafia tanah.
Hadi menjelaskan, Kementerian ATR/BPN terus memperkuat sinergi dengan kementerian/lembaga negara untuk memberantas mafia tanah di Indonesia.
Baca Juga
"Kerja sama antara Kementerian ATR/BPN, kepolisan, kejaksaan, badan peradilan hingga pemerintah daerah terus dilaksanakan dan ditingkatkan," katanya dikutip dari Antara, Jumat (7/10/2022).
Advertisement
Koordinasi itu kata dia, telah memberikan hasil dengan membuktikan banyaknya oknum-oknum yang terlibat mafia tanah yang telah ditangkap.
"Khusus di Kementerian BPN telah saya tangkap dan proses. Sementara untuk kepolisian juga menangkap dan memproses oknum-oknum yang lain," katanya lagi.
Selain itu, dia menambahkan, masih terdapat beberapa kasus yang disiapkan untuk ditindaklanjuti, termasuk mafia tanah di wilayah Semarang, Makassar, Jakarta, dan Riau.
"Kalau ada yang berani, oknum di ATR/BPN, langsung saya pecat semua, tidak ada toleransi," katanya menegaskan.
Mantan Panglima TNI itu mengungkapkan para mafia tanah berkolaborasi dengan sejumlah oknum di antaranya kepala desa, camat, notaris, BPN, kepolisian, kejaksaan hingga hakim.
Dia menegaskan khususnya oknum BPN telah menjadi tanggung jawabnya untuk menyelesaikan. Selain itu, oknum notaris telah diingatkannya sebagai pembina.
"Saya sampaikan jangan main-main dengan tanah," ujarnya pula.
Kemudian, oknum yang bermain di peradilan, kata Hadi, telah dikoordinasikan dengan jaksa agung untuk diberantas.
"Sinergi yang kami buat untuk kepentingan rakyat," katanya menegaskan.
Menteri Hadi Tjahjanto Pelajari Laporan Dugaan Mafia Tanah di Kotabaru
Sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Hadi Tjahjanto mengatakan, pihaknya terus mempelajari berbagai dokumen terhadap persoalan mafia tanah yang ada di Indonesia. Tidak terkecuali, yang dilaporkan oleh Sawit Watch di Kotabaru, Kalimantan Selatan(Kalsel).
"Menyelesaikan permasalahan mafia tanah memang kita harus pelajari dari dokumen data yuridis, data fisik, data pendukung sehingga kita mulai melihat permasalahan itu dari warkah tanah arahnya ke mana," kata Hadi Tjahjanto dalam acara rilis survei nasional Indikator Politik Indonesia bertajuk 'Sikap Publik terhadap Reformasi Pertanahan dan Perpajakan', Kamis (6/10/2022).
Hadi menambahkan, jika ada tanah yang dimanfaatkan sebagai perkebunan, maka pihaknya harus melakukan pengecekan izin apakah memang sudah sesuai fungsinya seperti yang ditujukan.
"Karena apa? Hak Guna Usaha (HGU)-nya katakanlah tidak sesuai dengan izinnya, kita harus audit. Apakah benar (misal) mereka izinnya 10.000 tetap 10.000, apakah fungsinya sesuai dengan izin?, kemudian apakah bermanfaat untuk masyarakat?," ungkap Hadi.
Jika tidak, Hadi memastikan untuk mengambil tindakan bila ternyata tanah yang digunakan untuk perkebunan lebih dari 10.000 hektar. Sebab, hak pemanfaatan sudah tidak sesuai dengan izin.
"Kasus di lapangan, apabila mereka lebih dari 10.000 tentunya ada tindakan hukum di sana. Permasalahan kelapa sawit banyak, apakah tumpang tindih dengan masyarakat, apakah tumpang tindih dengan kawasan hutan, ini juga akan terus kita lihat dan kita selesaikan di lapangan," Hadi menutup.
Advertisement
Mafia Tanah
Untuk diketahui, dugaan kasus mafia tanah kembali terjadi melalui penerbitan Hak Guna Usaha (HGU) kepada PT Multi Sarana Agro Mandiri (PT MSAM) di dalam kawasan hutan Kotabaru, Kalimantan Selatan. Hal itu dilaporkan oleh LSM Sawit Watch kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Kementerian ATR/BPN).
"Kehadiran Sawit Watch dan INTEGRITY (firma hukum) hari ini sejatinya bermaksud membantu Presiden dan Kementerian ATR/BPN dalam menggalakkan pemberantasan mafia tanah yang kerap menyulut konflik agraria," kata Direktur Eksekutif Sawit Watch, Achmad Surambo di kantor Kementerian ATR/BPN, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu 3 Agustus 2022. Surambo melanjutkan, laporan dilayangkannya juga guna memastikan bahwa Pemerintah benar berpihak melawan perbuatan dzalim para mafia tanah.
"Kami memastikan betul-betul diwujudkan, khususnya bagi masyarakat terdampak di Kotabaru Kalimantan Selatan," kata Surambo saat melapor dengan balutan aksi massa.
Surambo menjelaskan, dugaan mafia tanah terjadi sebab perolehan HGU PT MSAM di Pulau Laut Tengah, Kabupaten Kotabaru dirasa problematik. Sebab, akibat HGU itu menyebabkan hutan negara hilang sekitar 8.610 hektare. Surambo menduga, HGU diperoleh PT MSAM didapat secara ilegal dan tanpa keputusan pelepasan kawasan hutan dari Menteri Lingkungan Hidup Kehutanan (LHK).
"Penerbitan HGU itu terjadi pada 4 September 2018," rinci Surambo.
Surambo mengutip, berdasarkan Pasal 21 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2015 menyebutkan bahwa keputusan pelepasan kawasan hutan harus diterbitkan setelah Menteri LHK menerima permohonan dan meneliti pemenuhan persyaratan administrasi dan teknis. Barulah status hamparan daratan itu bukan lagi merupakan kawasan hutan.
"Jadi, jika ribuan hektar hutan tiba-tiba beralih jadi HGU tanpa keputusan dimaksud, dapat disinyalir ada kaki-tangan mafia tanah yang bermain di baliknya,” yakin Surambo.
Sebagai informasi, selain laporan ke Kementerian ATR/BPN, Surambo juga sudah membawa laporan senada ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung (Kejagung).