Sukses

OPEC+ Pangkas Produksi Minyak Dunia, 2 Negara Bakal Paling Buntung

OPEC sebelumnya mengumumkan akan memangkas produksi minyak sebesar 2 juta barel per hari.

Liputan6.com, Jakarta - Raksasa minyak Arab Saudi, Aramco dikabarkan akan mengirim minyak ke lima pelanggannya di Asia Utara.

Dilansir dari CNBC International, Senin (10/11/2022) sejumlah sumber menyebutkan bahwa Aramco telah memberi tahu setidaknya lima pelanggan di Asia Utara bahwa mereka akan menerima volume kontrak penuh minyak mentah pada November 2022.

Alokasi pasokan penuh ini datang meskipun ada keputusan oleh Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya termasuk Rusia, yang dikenal sebagai OPEC+, untuk menurunkan target produksi minyak dunia sebesar 2 juta barel per hari.

Menteri Energi Arab Saudi, yak i Abdulaziz bin Salman mengatakan bahwa pengurangan pasokan sebenarnya akan sekitar 1 juta hingga 1,1 juta barel per hari.

Analis memperkirakan Arab Saudi, Uni Emirat Arab dan Kuwait akan menanggung sebagian besar pengurangan produksi karena anggota OPEC+ lainnya tertinggal dari target produksi.

Sementara itu, pihak Aramco belum dapat dihubungi untuk memberikan komentar terkait pengiriman minyak itu.

Seperti diketahui, OPEC sebelumnya mengumumkan akan memangkas produksi minyak sebesar 2 juta barel per hari. Ini menandai pemotongan produksi minyak dunia terbesar sejak awal pandemi Covid-19, ketika harga BBM di sejumlah negara melonjak. 

Pengurangan tersebut setara dengan sekitar 2 persen dari permintaan minyak global, yang akan mulai berlaku pada November 2022.

Dalam sebuah pernyataan, OPEC menjelaskan bahwa keputusan untuk memangkas produksi minyak dilakukan "mengingat ketidakpastian yang mengelilingi prospek ekonomi dan pasar minyak global".

2 dari 3 halaman

OPEC+ Pangkas Produksi, Harga Minyak Dunia Mendaki ke USD 100 per Barel

Harga minyak dunia naik sekitar 3 persen ke level tertinggi dalam lima pekan pada perdagangan Jumat. Kenaikan harga minyak dunia hari ini terjadi karena keputusan OPEC+ untuk melakukan pemotongan pasokan terbesar sejak 2022.

Sentimen resesi yang bakal menghadang tidak mampu menahan penguatan harga minyak dunia saat ini sehingga terus merangkak naik menuju level USD 100 per barel.

Keputusan organisasi negara pengekspor minyak dan sekutunya termasuk Rusia atau yang lebih dikenal dengan sebutan OPEC+ untuk menahan laju produksi minyak mentah ini dikeluarkan menjelang embargo Uni eropa terhadap minyak Rusia dan akan menekan pasokan di pasar yang saat ini sudah sangat ketat.

Mengutip CNBC, Sabtu (8/10/2022), harga minyak mentah Brent naik USD 3,48 atau 3,7 persen menjadi USD 97,90 per barel. Sedangkan harga minyak mentah AS West Texas Intermediate (WTI) naik USD 4,18 atau 4,7 persen menjadi USD 92,63 per barel.

Harga minyak terus reli bahkan ketika dolar AS bergerak lebih tinggi setelah data menunjukkan ekonomi AS menciptakan lapangan kerja dengan kecepatan yang kuat. Hal ini memberikan kesempatan kepada The Federal Reserve (the Fed) atau Bank Sentral AS untuk melanjutkan kenaikan suku bunga yang besar.

Dolar AS yang kuat dapat menekan permintaan minyak mentah dan membuat harga minyak mentah lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.

Kedua benchmark harga minyak berada di jalur untuk penutupan tertinggi sejak 30 Agustus, kenaikan harian kelima berturut-turut dan kenaikan mingguan kedua berturut-turut, di wilayah overbought secara teknis.

Untuk minggu ini, harga minyak Brent naik sekitar 10 persen dan harga minyak WTI naik sekitar 15 persen. Keduanya akan menjadi persentase kenaikan mingguan terbesar sejak Maret 2022.

3 dari 3 halaman

Respon dari Presiden AS Terkait Keputusan OPEC

Pada Kamis kemarin, Presiden AS Joe Biden menyatakan kekecewaannya atas rencana OPEC+. Dia dan pejabat AS mengatakan Washington sedang mencari semua alternatif yang mungkin untuk menjaga harga agar tidak naik.

"Dengan harga Brent sekarang dengan kuat kembali ke kisaran USD 90-100, OPEC+ kemungkinan akan senang dengan hasilnya meskipun ketidakpastian substansial tetap ada atas prospek ekonomi," kata Craig Erlam dari broker OANDA.

Di Eropa, perpecahan antara para pemimpin Uni Eropa mengenai pembatasan harga gas dan paket penyelamatan nasional muncul kembali, dengan Polandia menuduh Jerman egois dalam menanggapi krisis energi musim dingin yang disebabkan oleh perang Rusia di Ukraina.

SPBU di wilayah Paris dan di seluruh Prancis mengalami masalah dalam mendapatkan pasokan bahan bakar yang cukup karena pemogokan di empat kilang TotalEnergies SE berlanjut selama hari kesepuluh.