Liputan6.com, Jakarta Masyarakat Sumatera Utara patut berbangga karena di daerahnya ada pabrik yang memproduksi gula bervitamin yakni PT Pesona Inti Rasa (PIR).
Baca Juga
Sejak beroperasi tahun 2021 lalu, GulaVit telah ikut memenuhi kebutuhan gula konsumsi bervitamin di Sumatera Utara.
Advertisement
GulaVit sebagai perusahaan pertama di Indonesia yang mengolah gula kristal menjadi gula bervitamin itu, memilih lokasi pabriknya di tiga lokasi, salah satunya di Medan, yakni Kawasan Industri Medan (KIM- 3) Belawan.
General Manager operasional PT Pesona Inti Rasa (PIR) Andrey didampingi Manajer Pabrik Dono Jumadi menjelaskan, PT Pesona Inti Rasa adalah perusahaan fortifikasi (memperkaya) gula dengan vitamin.
Pada awalnya, PT PIR mulai memproduksi gula bervitamin A (Gulavit A), kemudian saat pandemi covid-19 menambah varian baru yakni vitamin C dan D (Gulavit C+D). Respon masyarakat terhadap produk GulaVit ternyata sangat positif, sejalan dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap produk bahan baku makanan bervitamin.
Terkait perijinan, Andrey menambahkan, PT PIR sudah memiliki ijin dan memenuhi peraturan yang berlaku.
Terpisah, Kepala Bidang Industri di Dinas Perindustrian Perdagangan (Disperindag) Provinsi Sumut, Ir Sujatmiko MSi mengatakan, pihaknya juga telah meninjau langsung operasional termasuk proses produksi di pabrik PT PIR di KIM 3 Belawan.
Hal-hal yang menjadi fokus pihak Disperindag kata Sujatmiko adalah memastikan administrasi dan proses produksi PT PIR sudah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan aturan Kementerian Perdagangan maupun Kementerian Perindustrian.
“Kita sudah melihat dokumen administrasi perizinan maupun operasional di pabrik. Proses alur produksi (flow chart) mulai tahap input atau bahan baku yang diproses fortifikasi hingga output atau produk yang diperkaya dengan vitamin C + D sudah sesuai SOP dari kedua kementerian terkait. Kita juga melihat proses pengemasannya ke dalam karung 50 kilogram,” bebernya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (11/10/2022).
Miliki Izin Edar
Peninjauan yang dilakukan kata Sujatmiko itu dalam rangka memastikan seluruh ketentuan dipenuhi PT PIR sekaligus menepis tudingan pihak-pihak tak bertanggung-jawab yang menuduh seolah-olah PT PIR hanya menggunakan gula kristal atau gula rafinasi untuk dijual ke masyarakat dengan hanya membuat kemasan baru.
Sujatmiko menambahkan, pihaknya juga sudah melihat dokumen ISO 9001 yang telah dimiliki PT PIR untuk menjamin sertifikasi manajemen mutu bertaraf internasional yang diterbitkan Bureau Veritas, lembaga internasional yang menerbitkan ISO.
“Peredaran GulaVit yang diproduksi PT PIR juga sudah memiliki ijin edar dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Jadi tudingan itu tidak benar, kita sudah melihat alur proses produksi di PT PIR kemarin. Iya, kita ikut bangga PT PIR memilih Sumatera Utara, terkhusus Kota Medan sebagai lokasi pabriknya,” pungkas Sujatmiko.
Advertisement
Pengamat Khawatir Perpres Swasembada Gula Munculkan Monopoli
Rancangan Perpres tentang percepatan swasembada gula yang akan dicanangkan pemerintah memunculkan penolakan, salah satunya dari petani yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI)
Pangkal masalah penolakan terhadap Perpres tersebut yaitu adanya potensi monopoli oleh BUMN dan kekhawatiran akan makin mulusnya jalan impor gula ke Indonesia yang berpotensi merugikan petani tebu.
Pasalnya, dengan adanya Perpres tersebut dikhawatirkan pemerintah akan memberi fasilitasi PTPN III untuk melakukan impor gula.
Menanggapi hal ini, Peneliti Indef Nailul Huda mengatakan secara prinsip ekonomi, penujukkan PTPN III ini sebagai pengolah gula kristal putih dan gula rafinasi bisa menimbulkan potensi monopoli produksi dari pihak pemerintah.
"Jika monopoli, bisa jadi PTPN III ini akan monopsoni juga dimana nantinya untuk pembelian tebu dari petani akan dikendalikan oleh PTPN III," kata dia, Kamis (6/10/2022).
Terlebih, lanjut Nailul, sebelumnya Badan Pangan Nasional atau National Food Agency (NFA) bersama Kementerian Perdagang (Kemendag) telah mematok harga pembelian gula kristal putih (GKP) minimal Rp 11.500 per kilogram di tingkat petani. Harga ini dinilai akan membuat industri memiliki melakukan impor ketimbang menyerap gula petani dalam negeri.
"Ada kekhawatiran mengenai sistem pembelian dari PTPN III ke petani. Bahkan ini kalau kita lihat tarifnya kan Rp 11.500 per kg dari petani ke PTPN III, nah bisa memperlebar dengan harga gula internasional," ungkapnya.
"Pasti akan banyak yang memilih impor ketimbang menyerap dari dalam negeri kemudian stok dalam negeri tidak terserap. Makanya industri ini butuh keseimbangan," lanjut dia.
Menurut Nailul, ketimbang menerbitkan aturan baru yang berpotensi merugikan petani tebu, lebih bagi pemerintah memperbaiki sistem tanam tebu dan produksi gula di dalam negeri. Selain itu, pemerintah juga diminta untuk memberantas adanya makelar di sistem lelang tebu yang membuat petani merugi.
"Yang pertama pasti membuat petani lebih efisien dengan membuat harga beli dari petani yang kompetitif dan kandungan air yang sesuai sehingga kualitasnya bagus. Kedua adalah meminimalisir adanya bandar di sistem lelang tebu," tutup dia.