Sukses

HEADLINE: Jokowi Sebut 28 Negara Antre Jadi Pasien IMF, Siasat Indonesia Hadapi Resesi Global?

Banyak negara tengah antre mengajukan dana talangan dari IMF. Hal ini menjadi perhatian Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).

Liputan6.com, Jakarta Kondisi ekonomi global sedang tidak baik-baik saja. Puluhan negara antre untuk mendapat dana talangan dari International Monetary Fund (IMF). Selain itu, puluhan negara juga bakal masuk jurang resesi tahun depan. Jumlah tersebut mencapai sepertiga dari kekuatan ekonomi dunia. 

Ada banyak alasan yang membuat ekonomi dunia suram seperti ini. Mulai dari perang dagang yang berlanjut dengan pandemi Covid-19. Disusul Perang Rusia-Ukraina, hingga pengurangan stimulus oleh bank sentral negara-negara raksasa.

Semuanya memiliki efek berganda, mulai dari harga komoditas naik, inflasi melonjak, arus logistik terganggu, hingga kaburnya arus modal asing di negara-negara berkembang.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sering dan berulangkali menyebutkan bahwa ekonomi dunia akan gelap di 2023. Tidak ada yang memprediksi apa yang akan terjadi tahun depan. Yang jelas, semuanya serba sulit. Hanya negara-negara tertentu yang bakal selamat dari kegelapan.

Terbaru, Jokowi memberikan bocoran, dirinya baru saja mendapat kabar dari Menteri Keuangan Sri Mulyani yang  tengah berada di Amerika Serikat (AS). Sebanyak 28 negara meminta pertolongan kepada IMF untuk dibantu perekonomiannya.

"Saya pagi dapat informasi dari pertemuan di Washington DC, 28 negara sudah antre di markasnya IMF, menjadi pasien," ujar Jokowi dalam Investor Daily Summit 2022 di Jakarta Convention Center, Selasa 11 Oktober 2022.

Menurut dia, itu jadi peringatan bagi Indonesia agar tidak sampai ikut jadi negara yang bangkrut. "Ini yang kita lagi tetap menjaga optimisme, tetapi yang lebih penting hati-hati dan waspada," tegas Jokowi.

Perubahan fundamental dalam ekonomi global saat ini memang sedang terjadi. Dari yang dulunya relatif mudah diprediksi, dihitung, dikalkulasi, menjadi dunia yang penuh ketidakpastian dan volatilitas tinggi.

"Kalau dulu biasanya semua negara ngejarnya pasti di bagaimana (suku) bunga bisa di serendah mungkin, inflasi serendah mungkin, semua sekarang berubah. Ditambah konfrontasi geopolitik, plus perubahan iklim. Bencana alam makin sering terjadi," ungkapnya.

"Dengan situasi yang ada saat ini, negara mana pun dapat terlempar sangat cepat keluar jalur dengan mudahnya, apabila tidak hati-hati dan waspada, baik dalam pengelolaan moneter maupun fiskal," kata Jokowi.

Apalagi, setelah adanya perang Rusia dan Ukraina yang membuat situasi ekonomi global kian tidak pasti. Itu dibuktikan dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia 2023, yang terjerumus dari perkiraan awal 3 persen menjadi 2,2 persen.

"Ini lah yang sering disampaikan, membayar harga dari sebuah perang, yang harganya sangat mahal sekali. Tetapi, dengan ketidakpastian yang disampaikan, kita harus tetap optimis. Tetapi, hati-hati dan waspada," pinta Presiden.

Ketidakpastian global ini diperjelas oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani. Bahkan, mantan Managing Director World Bank itu menyebutkan, kegelapan dunia ini akan terjadi paling cepat 4 bulan lagi.

Negara-negara terancam bangkrut pemicunya beban utang yang tinggi, lemahnya fundamental makro ekonomi dan stabilitas politik global.

"Sepertiga negara di dunia akan mengalami tekanan ekonomi dalam 4-6 bulan ke depan," kata Sri Mulyani.

Tekanan ekonomi tersebut tidak hanya mengancam negara berkembang. Negara maju dengan kondisi ekonomi yang mapan pun tak luput dari ancaman ini.

 

Perhitungan Mencekam IMF

Dana Moneter Internasional (IMF) mengeluarkan laporan prospek ekonomi dunia atau World Economic Outlook (WEO) Oktober 2022. Pertumbuhan ekonomi global pada tahun depan diprediksi terpangkas 0,2 persen dari 2,9 persen menjadi 2,7 persen, dan 31 negara dunia bakal jatuh ke lubang resesi.

"Sekitar 43 persen, atau 31 dari 72 negara pertumbuhan ekonominya akan terkontraksi selama dua kuartal beruntun (resesi), atau lebih dari 1/3 kekuatan ekonomi dunia," tulis IMF dalam World Economic Outlook Oktober 2022, dikutip Rabu (12/10/2022).

Menurut catatan IMF, pertumbuhan ekonomi global terus menunjukan tren penurunan sejak 2021 (5,2 persen) ke 2022 (2,4 persen) hingga 2023 mendatang (1,1 persen). Ini disebabkan pelemahan ekonomi Amerika Serikat dan negara Uni Eropa yang terjebak dalam konflik geopolitik Rusia-Ukraina.

Berikut catatan IMF terkait pelemahan ekonomi 2023 di sejumlah negara besar dunia:

Amerika Serikat

Pertumbuhan ekonomi Negeri Paman Sam bakal terperosok dari 1,6 persen di 2022 menjadi 1,0 persen di 2023. Pada kuartal IV 2022, IMF pun memperkirakan ekonomi AS sama sekali tidak akan tumbuh.

Penyebabnya, penurunan pendapatan riil yang bisa dibelanjakan terus mengganggu permintaan konsumen. Lonjakan suku bunga acuan yang dilakukan bank sentral The Fed pun berpengaruh terhadap pengeluaran negara, khususnya untuk investasi di sektor perumahan.

Uni Eropa

Ekonomi kelompok negara benua biru diproyeksikan merosot tajam dari 3,1 persen di 2022 menjadi 0,5 persen di 2023. Beberapa negara seperti Jerman dan Italia bahkan diramal bakal terkontraksi, masing-masing menjadi minus 0,3 persen dan minus 0,2 persen.

Inggris

Inggris bakal mengalami kemerosotan pertumbuhan ekonomi, dari 3,6 persen di 2022 menjadi 0,3 persen di 2023. Inflasi tinggi yang dialami negara milik Raja Charles III ini akan mengurangi daya beli. Sementara pengetatan kebijakan moneter berdampak pada konsumsi dan investasi.

Jepang

Pergerakan ekonomi di Negeri Matahari Terbit ini diperkirakan masih lebih stabil, meski turun dari 1,7 persen di 2022 menjadi 1,6 persen di 2023. Revisi pertumbuhan ekonomi ini disebabkan faktor eksternal, lantara defisit neraca perdagangan akibat tingginya impor energi, selaras dengan inflasi harga yang melampaui kenaikan upah di sana.

2 dari 5 halaman

Semua Yakin Indonesia Baik-Baik Saja

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, memastikan Indonesia baik-baik saja, sehingga tidak perlu ikut meminta bantuan dari IMF.

"Presiden sampaikan ada 28 negara sekarang yang sudah antre masuk IMF. Kita jauh dari itu," ujar Luhut saat dijumpai di Jakarta Convention Center, Selasa 11 Oktober 2022.

Optimisme harus terus dibangun bukan hanya dari sisi pemerintah, tapi juga pelaku usaha hingga seluruh masyarakat di Tanah Air. "Harus optimis. Jadi optimisme itu harus dibangun. Jangan kita bicara yang tidak jelas," tegas Luhut.

Untuk pelaksanaannya, Luhut siap mengikuti arahan Jokowi, yang menekankan pada kekompakan dalam membangun ekonomi mulai dari sektor terkecilnya, yakni UMKM.

"Sama seperti disampaikan Pak Presiden tadi, waktu kita nanganin covid-19, pasti lah kita bisa keluar dari situ (situasi krisis). Jadi semua tergantung kita," pungkas Luhut.

Hal yang sama juga diungkap oleh Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia. Ia yakin Presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa memimpin Indonesia keluar dari kegelapan.

"Jadi ekonomi global ini lagi dalam keadaan gelap. Bagaimana Indonesia? Di balik kegelapan itu, ini pertarungan leadership pemimpin. Pak Jokowi, Presiden RI, sudah teruji dalam proses bagaimana mengendalikan Covid-19 dan ekonomi," ujarnya di Fairmont Hotel, Jakarta, Rabu (12/10/2022).

Dunia yang kini dirundung awan gelap itu lantaran adanya ancaman resesi yang tengah dihadapi banyak negara. Tapi kembali, ia optimistis Jokowi bakal jadi juru selamat.

"Tentu resesi itu menjadi suatu momok. Tapi kalau saya confident, karena pak Presiden sangat hati-hati dalam membuat policy-nya. Sudah terbukti pada saat Covid-19, orang bahkan menganggap kita bukan siapa-siapa, bukan apa-apa," tuturnya.

Jadi Kekuatan Baru Ekonomi Dunia

Keyakinan Indonesia akan baik-baik saja juga muncul dari Menteri BUMN Erick Thohir. Dia tetap percaya diri Indonesia bisa bertahan di tengah situasi krisis, dan kelak menjadi salah satu negara dengan kekuatan ekonomi terbesar dunia.

"Jadi kalau bapak dan ibu lesu berarti salah mengambil posisi, karena Indonesia tidak resesi. Kalau kita lihat juga dari data-data ke belakang, bahwa (ekonomi) kita akan terus tumbuh sampai 2045 5 persen, dan akan memposisikan kita menjadi negara ekonomi terbesar di dunia," kata Erick Thohir dalam acara Investor Daily Summit 2022 di Jakarta Convention Center, Selasa (11/10/2022).

Erick pede Indonesia kelak bakal jadi 5 besar negara kekuatan ekonomi dunia. Apalagi itu didukung kelompok masyarakat menengah atas (middle class) yang terus tumbuh.

Plus, Indonesia disebutnya punya empat modal besar untuk menopang pengembangan ekonomi nasional.

"Artinya ketika saya diminta bicara di media luar negeri, waktu itu di Singapura banyak pihak men-challenge juga, kenapa Anda yakin bahwa Indonesia akan tumbuh seperti itu. Saya yakinkan mereka, ada pepatah Indonesia memiliki kekuatan pondasi yang tentu menjadi buah pikiran saya di 4 industri ini," ujarnya.

Pertama, kekayaan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia bisa lebih digenjot dengan cara hilirisasi dan industrialisasi.

"Sudah terlalu lama bangsa kita yang mempunyai sumber daya alam ini beratus-ratus tahun hanya dieksploitasi untuk mengirim bahan baku. Padahal turunan dari bahan baku itu adalah sesuatu pertumbuhan ekonomi dan lapangan pekerjaan," ungkapnya.

Kedua, soal ketahanan pangan RI. Indonesia kini tengah mengemban misi untuk menjadi lumbung pangan dunia.

"Kemarin Singapura kekurangan ayam, Indonesia yang menyelamatkan ketika Malaysia tidak mau memberikan reserve dari kebutuhan ayam," imbuhnya.

Ketiga, Indonesia punya potensi di sektor ekonomi kreatif luar biasa besar. Terlebih saat ini mayoritas penduduknya, yakni 54 persen dari populasi berada di bawah usia 40 tahun.

"Kalau kita tarik di bawah usia 18 tahun lebih besar lagi, industri kreatif adalah satu potensi pertumbuhan ke depan. Apakah makanan, olahraga, musik, film, fashion, pariwisata. Kita mempunyai potensi yang luar biasa dalam menggarap industri ini," ungkap dia.

3 dari 5 halaman

Ekonomi RI Diakui IMF

Ketahanan ekonomi Indonesia yang jauh dari resesi juga diakui IMF. Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva.

Dia menilai ekonomi Indonesia masih dalam keadaan cukup baik, di tengah ancaman resesi global. Seperti diketahui ekonomi global tengah memburuk antara lain disebabkan berbagai hal seperti lonjakan harga pangan/energi, perang Rusia Ukraina dan lainnya.

Hal tersebut disampaikan Georgieva setelah menghadiri pertemuan dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di sela-sela IMF Annual Meetings 2022 di Washington DC, Amerika Serikat pada Selasa 11 Oktober 2022.

Ekonomi “"#Indonesia tetap menjadi titik terang dalam ekonomi global yang memburuk! Diskusi yang sangat baik dengan Menteri Keuangan @smindrawati selama Pertemuan Tahunan, menjelang KTT #G20 pada bulan November," tulis Georgieva dalam unggahannya di laman Instagram resmi @rkristalina.georgieva

Prospek Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2023

Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Bidang Perekonomian, Iskandar Simorangkir menambahkan, optimistis kondisi ekonomi RI dan dunia belum akan tertekan sepenuhnya pada 2022 hingga tahun depan.

Acuannya, dia menilik laporan prospek ekonomi dunia atau World Economic Outlook (WEO) terbaru IMF per Oktober 2022, dimana terdapat revisi pertumbuhan ekonomi RI dan global sebesar minus 2 persen pada 2023.

"Kalau lihat WEO Oktober 2022 IMF terbaru kemarin, ternyata IMF hanya merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi -0,2 persen menjadi 2,7 persen pada tahun 2023, dan tahun 2022 tetap (3,2 persen)," terang Iskandar kepada Liputan6.com.

Di sisi lain, IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia masih jauh lebih bagus ketimbang rata-rata dunia, atau hampir mencapai dua kali lipatnya.

"Sementara untuk Indonesia, proyeksi pertumbuhan ekonomi 2022 tetap 5,3 persen dan tahun 2023 dikoreksi 0,2 persen menjadi 5,0 persen. Jadi optimis ekonomi outlook kita dan dunia masih baik," ujar Iskandar.

4 dari 5 halaman

Bertumpu Konsumsi Domestik

Masih cerahnya ekonomi Indonesia tahun depan juga dipaparkan ekonom. Alasannya, perekonomian Indonesia bergantung pada konsumsi domestik. Artinya, tidak bergantung pada ekspor atau impor dari negara lain.

"Kondisi indonesia masih cukup baik dan diyakini mampu bertahan menghadapi resesi global. Indonesia berbeda dengan negara-negara yang terlalu bertumpu kepada ekspor (impor). Perekonomian Indonesia lebih bertumpu kpd konsumsi domestik yang diperkirakan akan membaik seiring meredanya pandemi," ujar Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah kepada Liputan6.com.

Indonesia juga terbantu dengan adanya peningkatan harga komoditas yang jadi andalan ekspor. Sehingga mampu membantu kinerja neraca perdagangan.

Informasi, per Agustus 2022, neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus USD 34,89 miliar. Bahkan, disebut masih akan terus meningkat dan memecahkan rekor neraca perdagangan di akhir tahun.

"Resesi global tentu akan menahan atau bahkan menurunkan harga komoditi tetapi tidak membuat harga komoditi jatuh. Masih akan tetap cukup tinggi dan menguntungkan indonesia yang mengandalkan komoditi," ujarnya.

Bansos Pemerintah Jadi Kunci

Pengamat Ekonomi dari Indonesia Strategic and Economics Action Institution Ronny P Sasmita menilai pemerintah harus terus mengerahkan segala kekuatan demi mempertahankan momentum pertumbuhan ekonomi di tengah ketidakpastian global.

Dalam langkah mitigasi tersebut, Ronny menyebut salah satunya bisa dilakukan melalui bantuan sosial. Apalagi, pemerintah sudah mengurangi porsi subsidi energi, sehingga bansos lainnya bisa dialokasikan dari uang negara.

Dengan pengurangan subsidi energi, disambung dengan menurunnya harga minyak dunia, Ronny memandang kalau ruang fiskal untuk menopang bansos di masyarakat. Bansos ini, bisa diprioritaskan ke aspek-aspek penting guna menambah daya tahan masyarakat.

"Biasanya, pemerintah akan bersedia memberikan ruang fiskal yang cukup lebar untuk tambalan sosial ekonomi, jika ruang fiskal untuk cicilan dan bunga utang juga lebar," terangnya.

"Sebagaimana kita lihat tahun ini, pemerintah memilih mengurangi subsidi dan kompensasi energi, karena membebani anggaran terlalu besar, hampir sama besar dengan cicilan dan bunga utang, sehinga ruang untuk bermanuver secara fiskal menjadi sangat sempit," tambah dia.

Dia menilai, ketika pemerintah mengurangi subsidi dan kompensasi energi, terdapat ruang fiskal yang cukup untuk mengalirkan anggaran ke belanja lain. Terutama belanja sosial seperti bantuan langsung tunai (BLT).

Kendati begitu, dia meminta pemerintah memberikan bansos tak sebatas pada bantuan tunai. Tapi bisa diberikan dalam bentuk pelatihan.

"Nah, di tahun depan, dengan peningkatan penerimaan pajak, berkurangnya belanja subsidi energi, dan turunnya harga minyak dunia, saya kira, ruang fiskal untuk bansos akan semakin lebar. Bahkan seharusnya bentuk dan jenisnya harus diperbanyak, tidak melulu berjenis cash transfer, tapi pemberdayaan atau empowerment," bebernya.

5 dari 5 halaman

Optimisme Pengusaha dan Masyarakat

Kelompok pengusaha mengaku optimistis bisa tetap bertahan meski resesi global terjadi dalam waktu dekat. Menyusul 28 negara yang disebut dedang antre meminta bantuan ke Dana Moneter Internasional (IMF).

Wakil Ketua Umum Bidang Ketenagakerjaan Kadin Indonesia Adi Mahfudz Wuhadji mengatakan kalangan pengusaha dinilai mampu mengantisipasi ancaman resesi global. Alasannya, sejumlah pengusaha bisa bertahan melewati pandemi Covid-19.

Salah satu antisipasinya, kata dia adalah menjaga tingkat likuiditas perusahaan. Khususnya menjaga arus modal masuk lebih besar ketimbang modal keluar dari perusahaan itu.

"Kalau langkah dalam proses bisnis itu kan ada prasyarat yang dipenuhi, kedua adalah proses sejauh mana gimana tugas dan tanggung jawab kita. Itu kita lakukan, yang ketiga adalah output ya, itu adalah tercapainya input dan proses," kata dia kepada Liputan6.com.

"Yang tak kalah pentingnya, itu jadi satu keseimbangan jadi satu outcome, baik produk manajemen, maupun dari sisi service level dalam hal ini sistem," tambah dia.

Dari sisi bisnis secara umum, Adi mengatakan kalau ketahanan bisnis dalam negeri juga ikut melibatkan UMKM. Dimana UMKM memiliki ketahanan yang tinggi saat menghadapi segala krisis ekonomi.

Dari porsinya, 90 persen lebih jenis usaha adalah UMKM. Sementara, sisanya baru usaha menengah dan besar. Dia melihat, ketahanan usaha ini tak jauh berbeda dengan krisis 1998 dan krisis 2008.

"Badai ekonomi 2023 secara global juga akan seperti itu. Akan gak beda dengan 1998, 2008 itu kalau kami pelaku usaha sih ya tentu hati-hati penting, tapi gak perlu terlalu khawatir. Karena mengedepankan positif itu penting. Makanya kita dalam hal ini efisiensi dan produktivitas itu terus harus kita lakukan," terangnya.

Rasa percaya diri juga datang dari para pedagang warteg. Pengusaha warteg mengaku tidak terlalu mengkhawatirkan ancaman resesi global yang tengah mengintai. Pelaku usaha di bidang kuliner ini lebih takut bila pandemi Covid-19 kembali menerjang.

Ketua Komunitas Warung Tegal Nusantara (Kowantara) Mukroni menceritakan, para pengusaha warteg sudah punya pengalaman dalam menghadapi krisis moneter 1998.

Menurut dia, dampak situasi tersebut belum seberapa ketimbang krisis pandemi Covid-19 sejak 2020, yang membuat banyak pengusaha warteg gulung tikar.

"Kita ini kan punya pengalaman di krisis ekonomi 1998. Tapi kita belajar, bahwa warteg masih jalan. Orang-orang beli di warteg karena harganya paling murah," ujar Mukroni kepada Liputan6.com.

"Cuma pandemi kemarin kan hebat sekali, 2 tahun ini hampir semua tutup karena pembatasan sosial," dia menambahkan.

Oleh karenanya, ia berharap wabah virus corona tidak lagi mengganggu Indonesia.