Sukses

Ikut Program Pemberdayaan UMKM dari BRI, Kopi Takengon Diekspor ke Berbagai Benua

Seiring berjalannya waktu, pada 2009 Rahmah yang terus memberdayakan petani Kopi Gayo di daerahnya membentuk Koperasi Pedagang Kopi Ketiara.

Liputan6.com, Jakarta Menjalani usaha dibidang perkebunan dengan komoditas kopi bukanlah hal yang mudah. Begitulah yang dialami Rahma, perempuan asal Takengon, Aceh Tengah yang berhasil membesarkan Koperasi Pedagang Kopi Ketiara, hingga mampu mengekspor kopi gayo ke mancanegara. 

Rahmah tak mungkin bekerja sendirian. Keberhasilan itu dicapai karena adanya bantuan permodalan dari PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Dalam sebuah kesempatan, Rahmah bercerita, pada 1992 awalnya dia membuka toko kebutuhan pokok (sembako). Modalnya didapat dari BRI sebesar Rp4 juta. 

Saat itu, dia menerapkan sistem barter di toko sembako, dimana warga yang mayoritas petani ingin membeli kebutuhan pokok dan menukarnya dengan kopi. Usaha Rahmah pun terus berkembang. 

Untuk menopang permodalan, Rahmah pun mendapat suntikan dana dari BRI dengan nominal yang terus naik, menjadi Rp6 juta, kemudian Rp8 juta, dan Rp14 juta pada periode 1990-an.

Dalam rangka mengembangkan usahanya, Rahmah bahkan mengikuti pameran-pameran kopi lokal di Bali, Yogyakarta dan Jakarta untuk memperluas pasar di dalam negeri. Ajang promosi tersebut merupakan acara yang digelar oleh BRI untuk mendorong pengembangan bisnis pelaku UMKM. 

Keseluruhan kopi yang dijualnya saat itu mencapai 100-200 ton per bulan. Pada kurun 2004, Rahmah kembali mendapat modal dari BRI kurang lebih sekitar Rp600 juta. 

Seiring berjalannya waktu, pada 2009 Rahmah yang terus memberdayakan petani Kopi Gayo di daerahnya membentuk Koperasi Pedagang Kopi Ketiara. Berawal dari 30 orang anggota termasuk pengurus, pihaknya getol merekrut petani untuk diberdayakan sehingga saat itu jumlah anggotanya mencapai 800 petani.  

"Karena dibesarkan BRI, kami tidak akan melupakan BRI," katanya.

 

2 dari 2 halaman

Kopi Gayo Diekspor ke Berbagai Benua

Dalam memperkenalkan Kopi Gayo ke pasar luar negeri, Rahmah seringkali mengikuti festival kopi berskala global di Seattle, Chicago, dan Boston di Amerika Serikat, Belanda, Jerman, hingga Hungaria.

Untuk itu, demi mempertahankan pasar ekspor, Koperasi Penjual Kopi Ketiara wajib menjaga standardisasi produk melalui sertifikasi internasional yang telah didapat. Rahmah menjelaskan, secara sederhana untuk sertifikat produk organik, standardisasi di lahan diaudit secara rutin. 

"Kebun kopi dipastikan bersih dari zat-zat anorganik seperti zat kimia pada pupuk. Untuk standardisasi fair trade, aspek finansial yang diaudit," ujarnya.

Rahmah sebagai pemimpin Koperasi Penjual Kopi Ketiara, saat ini telah memiliki anggota mencapai 1.500 petani, di mana 1.400 di antaranya tersertifikasi organik dan masuk system fair trade. Petani-petani tersebut berasal dari 19 desa di Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Bener Meriah.

Saat ini, koperasi yang diketuai oleh Rahmah itu menjual kopi secara ekspor dengan 70% pasarnya adalah Amerika Serikat. Sisanya adalah negara-negara di Eropa dan Asia. Di sisi lain, koperasi yang Rahmah bina rutin pula melakukan edukasi kepada petani dan masyarakat di sana untuk menjaga standardisasi dan kualitas kopi.

 

(*)