Sukses

Sri Mulyani Sidak Kantor Bloomberg di Washington, Bawa Pulang Skinny Popcorn

Sri Mulyani menjelaskan, memegang tanggung jawab memimpin forum ekonomi G20 saat kondisi dunia sedang tidak baik-baik saja bukanlah perkara mudah.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati tengah berada di Washington DC, Amerika Serikat (AS)  untuk mengikuti The 2022 Annual Meetings International Monetary Fund and World Bank Group dan agenda Presidensi G20. Dalam kunjungan kali ini Sri Mulyani menyempatkan diri untuk memenuhi undangan wawancara dengan kantor berita Bloomberg di Bloomberg News Studio.

Dilansir dari laman Instagram @smindrawati, Kamis (13/10/2022), Sri Mulyani membagikan foto pertemuannya dengan Tim Bloomberg pada Selasa sore 11 Oktober 2022.

“Dihadapan Tim Bloomberg, saya share pengalaman suka duka Presidensi G20 Indonesia di tengah kondisi ekonomi saat ini”. Tutur Sri Mulyani.

Memegang tanggung jawab memimpin forum ekonomi G20 saat kondisi dunia sedang tidak baik-baik saja bukanlah perkara mudah.

Perang yang mengakibatkan ancaman krisis pangan dan energi, tingginya nilai tukar dolar dan suku bunga, merupakan perpaduan yang berpotensi menyebabkan terjadinya ‘badai’, terutama di negara-negara berkembang.

 

Meskipun demikian, di tengah perlambatan ekonomi yang terjadi di negara berkembang, Indonesia justru baik-baik saja. Menurut prediksi IMF, ekonomi Indonesia mampu tumbuh sebesar 5% pada tahun 2023.

“Kita tentunya tidak cepat berpuas diri. Indonesia masih bertanggung jawab besar dalam memimpin kolaborasi G20 demi menyelamatkan negara-negara rentan dari ‘badai’ ekonomi yang mungkin terjadi” Tuturnya.

Sri Mulyani pun usai di wawancarai oleh Tim Bloomberg sempat berkeliling kantor (office tour) dan mampir ke Snack Station yang menjadi ciri khas kantor Bloomberg dan membawa pulang skinny popcorn

“Usai wawancara, saya sempat berkeliling kantor (office tour) dan mampir ke Snack Station yang menjadi ciri khas kantor Bloomberg dan membawa pulang skinny popcorn” Tuturnya.

2 dari 5 halaman

Sri Mulyani Luncurkan Buku Keeping Indonesia Safe from The COVID-19 Pandemic di AS, Apa Isinya?

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati melakukan Grand Launch buku Keeping Indonesia Safe from The COVID-19 Pandemic: Lessons Learnt from the National Economic Recovery Programme, yang diselenggarakan di The Conrad Hotel, Washington DC.

Buku ini memiliki keunikan tersendiri karena ditulis bersama oleh pembuat kebijakan dan juga analis independen yang membahas dampak dan hasil kebijakan sebagaimana diungkapkan oleh beberapa survei dan studi independen selama pandemi.

Peluncuran buku ini dihadiri oleh perwakilan dari IMF, World Bank Group, UNDP, Pemerintahan Amerika Serikat, Kedutaan Besar negara mitra, USINDO, akademisi, mahasiswa Indonesia dan jurnalis.

Dalam sambutannya, Menkeu menyampaikan pandemi COVID-19 yang terjadi sejak awal tahun 2020 secara dramatis telah mengubah kehidupan manusia karena semua tempat umum seperti bandara, pelabuhan laut, stasiun kereta api, stasiun bus, mal, pusat perbelanjaan, jalan, kereta api, restoran, hotel, dan bioskop tiba-tiba ditutup. Orang-orang bekerja dan beribadah di rumah, dan siswa, guru, dan dosen belajar dari rumah.

Hanya sebagian kecil kegiatan penting yang dikecualikan dari pembatasan mobilitas dan dipadukan dengan kebijakan 3T – Tracing, Tracking, dan Treatment. Pembatasan mobilitas untuk mencegah penyebaran virus memiliki dampak ekonomi yang mirip dengan dampak flu Spanyol seratus tahun yang lalu.

"Pandemi ini mengubah hidup kita secara signifikan. Dari sudut pandang kebijakan publik, pandemi ini mengejutkan dan menakutkan bagi kita semua karena ini menjadi kejadian yang juga menuntut kita untuk berpikir dan merancang kebijakan," kata Menkeu dalam The 2022 Annual Meetings International Monetary Fund and World Bank Group dan agenda Presidensi G20 di Washington DC, Amerika Serikat, Kamis (13/10/2022).

Misalnya seperti krisis keuangan 97-98 atau krisis keuangan 2008-2009 atau krisis keuangan global, di mana fokus kita sebagai pembuat kebijakan adalah benar-benar memahami apa itu krisis itu sendiri dan konsekuensinya dalam hal efek domino dari sektor keuangan korporasi terhadap perekonomian. Kali ini, pandemi COVID-19 memberikan dampak bagi kita semua, terlepas dari posisi status negara.

 

3 dari 5 halaman

Permintaan Agregat

Di samping menurunkan permintaan agregat, pandemi juga memukul penerimaan pemerintah karena aktivitas ekonomi melambat. Dengan pengeluaran pemerintah yang diperkirakan meningkat untuk menyerap goncangan ekonomi, mengingat penurunan pendapatan, defisit anggaran pemerintah diperkirakan akan melonjak.

Hal tersebut menimbulkan dilema bagi pemerintah Indonesia yang perlu membatasi defisit anggaran di bawah 3 persen oleh undang-undang. Pemerintah harus menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 untuk keperluan darurat dan memilih untuk membatasi ekspansi defisit menjadi tiga tahun sebelum kembali ke bawah 3 persen dari PDB pada tahun 2023. Diskresi defisit anggaran tahunan di atas 3 persen ini dibingkai dalam aturan hukum—UU No.2/2020.

Dalam penyelenggaran Grand Launch ini, juga dilakukan diskusi buku yang membahas empat bab dari 17 (tujuh belas) bab dari buku ini. Topik “Maintaining Macroeconomic Stability during the Pandemic” dipresentasikan oleh Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Febrio Kacaribu, dengan menggarisbawahi bagaimana pemerintah Indonesia menjaga stabilitas makroekonomi dan melanjutkan pembangunan Indonesia di bawah tekanan COVID-19. Salah satu kebijakan mendasar yang dilaksanakan oleh pemerintah saat itu adalah program PCPEN.

"Meskipun mengambil langkah-langkah luar biasa, pemerintah Indonesia telah mempertahankan kebijakan fiskal yang terukur dan hati-hati serta terus diarahkan pada penguatan penanganan pandemi COVID-19 dan pemulihan ekonomi serta mendorong reformasi struktural," jelas Menkeu.

Selanjutnya, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, Luky Alfirman, menjelaskan bab “Financing to Save Indonesia”, berfokus pada bagaimana pemerintah bisa memenuhi target pembiayaan utang di masa pandemi yang meningkat lebih dari tiga kali lipat dari sebelum pandemi.

Dalam presentasinya, Luky menegaskan pemerintah mengimplementasikan beberapa strategi terobosan untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan di tengah rendahnya permintaan dari investor, dengan tetap menjaga pengelolaan utang yang prudent.

4 dari 5 halaman

Pandemi COVID-19

Ekonom senior dari Bank Dunia, Matthew Wai-Poi, juga berkesempatan mempresentasikan bab“COVID-19 and Education in Indonesia When School Reopening Is Not Enough to Avert Losing a Generation”.

Matthew membahas bagaimana pandemi COVID-19 membuat kesenjangan pembelajaran dan disparitas hasil belajar yang selama ini telah ada menjadi semakin dalam. Matthew juga mengulas sejumlah intervensi untuk mengurangi dampak pandemi terhadap Pendidikan, seperti kurikulum darurat, berbagai mode pembelajaran jarak jauh, dan pembelajaran hibrida.

Kemudian, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Perumusan Kebijakan Fiskal Regional Titik Anas, mengatakan beberapa pesan kunci dari bab “”Protecting the People” yang ditulis oleh Wahyu Utomo dan kawan kawan. Titik menyampaikan, luasnya cakupan program kesejahteraan yang digulirkan pada PEN 2020 dan 2021 telah memainkan peran kunci dalam menjaga tingkat kemiskinan Indonesia tetap rendah di tengah dahsyatnya dampak pandemi.

Lebih lanjut, pandemi COVID-19 dapat dijadikan momentum bagi Indonesia untuk melakukan reformasi sistem perlindungan sosial yang lebih kuat sehingga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif untuk mengatasi ketimpangan.

5 dari 5 halaman

Dampak Pandemi

Buku yang diluncurkan pada hari Selasa, 11 Oktober 2022 di Washington DC ini memuat kajian dampak pandemi dan evaluasi efektivitas stabilisasi fiskal (PEN, kebijakan fiskal counter-cyclical) di tengah pandemi global 2020-2021.

Buku ini juga diakhiri dengan kritik diri, membahas pro dan kontra dari tindakan yang diambil, pendekatan faktual-kontrafaktual, dan deskripsi batasan studi, menjelaskan efek samping dari kebijakan berdasarkan temuan penelitian lapangan.

Melalui buku ini, menunjukkan tidak ada kebijakan yang sempurna. Bahkan jika kebijakan terbaik diterapkan, tetap akan ada efek sampingnya. Buku ini juga menjelaskan efek samping dari kebijakan berdasarkan temuan penelitian lapangan. Penerbitan buku ini diharapkan dapat menjadi bentuk kontribusi dari Indonesia kepada dunia seputar penambahan pengetahuan dan pertukaran pengalaman dalam upaya bersama untuk melanjutkan semangat "Recover Together, Recover Stronger".