Sukses

Penyusunan Kebijakan Industri Hasil Tembakau Perlu Hak Partisipatif

Pemerintah sepatutnya memberikan hak partisipatif dalam penyusunan-penyusunan kebijakan industri hasil tembakau (IHT).

 

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah sepatutnya memberikan hak partisipatif dalam penyusunan-penyusunan kebijakan industri hasil tembakau (IHT). Sebab selama ini penyusunan kebijakan IHT dinilai masih minim melibatkan konsumen.

“Kami berharap pemerintah memenuhi hak partisipatif kami terkait kebijakan IHT yang nantinya tentu berhubungan dengan kami selaku konsumen. Harapan kami besar agar pemerintah bisa mendengar apa yang diinginkan oleh konsumen,” jelasnya Ary Fatanen, Ketua Bidang Advokasi dan Pendidikan Konsumen Pakta Konsumen dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (13/10/2022).

Ia juga berharap bahwa kebijakan-kebijakan IHT lebih mengutamakan kepentingan nasional alih-alih mengakomodasi intervensi-intervensi asing.

Selain dapat mengeliminasi hak-hak konsumen, intervensi-intervensi tersebut tersebut juga sangat berpotensi menganggu kestabilan ekonomi nasional hingga mencederai kedaulatan negara.

Sementara itu, rencana revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan (PP 109/2012) dinilai sarat akan intervensi kepentingan asing.

Pakar Hukum Internasional Hikmahanto Juwana mengatakan bahwa lembaga-lembaga asing, khususnya dari negara Barat, seringkali mencampuri urusan dalam negeri negara-negara berkembang.

Menurut Hikmahanto, negara Barat kerap kali memaksakan negara berkembang untuk mengadopsi kebijakan sesuai kehendak mereka. Padahal, setiap negara memiliki kepentingan dan pertimbangannya masing-masing.

Tembakau menjadi salah satu komoditas lokal yang sering menjadi target intervensi asing. Berkenaan dengan revisi PP 109/2012, terdapat dorongan dari lembaga asing yang masuk atas nama LSM sebagai kaki tangan mereka. Jika dibiarkan, maka hal ini akan mencederai kedaulatan negara dalam menyusun regulasi pertembakauan yang seharusnya mengedepankan kepentingan nasional,” ujar Hikmahanto.

 

 

 

 

2 dari 4 halaman

Ajang G20

Dia juga menjelaskan, Indonesia yang saat ini tengah memimpin G20 telah berkontribusi mendobrak stigma negara berkembang dan menunjukkan kepiawaian menjadi pemimpin di arena global sebagai sarana untuk mencari solusi bersama atas berbagai isu yang dihadapi negara-negara berkembang lainnya di dunia.

Pemerintah juga diharapkan mampu memanfaatkan ajang pertemuan global ini untuk memajukan berbagai kepentingan nasional.

“Sebagai tuan rumah, Indonesia memiliki kewenangan untuk menentukan agenda pembahasan G20. Kesempatan emas ini dapat digunakan untuk menyeimbangkan isu dan kepentingan negara Barat dan berkembang agar tidak ada lagi ketimpangan, monopoli, dan intervensi secara sepihak. Sebaliknya, nilai-nilai keadilan, inklusivitas, dan keberlanjutan menjadi perspektif segar yang hendak dipromosikan,” tegas Hikmahanto.

3 dari 4 halaman

Revisi Aturan Produk Tembakau Diminta Libatkan Pengusaha

Revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan yang sedang digodok Kementerian Kesehatan.

Sayangnya, dalam penggodokannya ini disebut tanpa melibatkan pengusaha tembakau. Atas dasar itu, dinilai melanggar prosedur hukum yang berlaku karena tidak adanya partisipasi yang bermakna seperti diamanatkan oleh Undang- Undang.

Pengamat Kebijakan Publik Universitas Airlangga Gitadi Tegas Supramudyo menjelaskan keterlibatan pemangku kebijakan dalam penyusunan kebijakan publik diperlukan agar regulasi yang diterbitkan komprehensif. Hal ini bukan hanya formalitas belaka melainkan memang diwajibkan oleh Undang- undang.

“Regulasi pengendalian tembakau yang saat ini dijalankan melalui penerapan PP 109/2012 memang merupakan domainnya Kementerian Kesehatan, namun untuk menjamin komprehensivitas serta efektivitas regulasi, keterlibatan para pemangku kebijakan regulasi perlu dilibatkan. Jika tidak, regulasi tidak akan efektif,” ungkapnya kepada wartawan, Selasa (11/10/2022).

Polemik terkait revisi PP 109/2012 kembali mengemuka setelah Kementerian Koordinator Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan (KemenkoPMK) menggelar uji publik pada Juli lalu. Pada uji publik ini, hanya segelintir pelaku IHT yang turut diundang, peritel mengaku tak pernah dilibatkan sekalipun dalam pembahasan revisi.

Uji publik tersebut juga dihadiri oleh Wakil Menteri Kesehatan, Dante Wibowo yang menyebutkan poin- poin usulan revisi PP 109 Tahun 2012 termasuk perbesaran gambar peringatan kesehatan menjadi 90 persen, dimana saat ini luasannya mencapai 40 persen. Tidak ada Kementerian lain yang turut diundang pada uji publik tersebut, selain Kementerian Kesehatan.

4 dari 4 halaman

Ancam Penerimaan Negara

Gitadi menambahkan, jika Kemenko PMK dan Kementerian Kesehatan memaksakan revisi regulasi terbit, mata rantai IHT bakal terancam. Hal ini juga akan berpengaruh terhadap pendapatan negara. Terlebih cukai hasil tembakau menopang hampir 10 persen pemasukan negara.

“Kementerian Kesehatan harus melibatkan pelaku kepentingan mata rantai tembakau, terlebih dalam implementasinya regulasi tersebut juga harus dipatuhi dan dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Indonesia memiliki mata rantai IHT yang panjang tidak seperti negara lain. Nah, ini sulit dilakukan di Indonesia terlebih pemerintah juga masih mengandalkan pemasukan dari cukai tembakau,” paparnya.

Oleh karenanya, untuk mewujudkan kebijakan publik yang komprehensif, Gitadi menyarankan Kementerian Kesehatan untuk melakukan pemetaan pemangku kebijakan yang terpengaruh atas revisi PP 109/2012 secara menyeluruh.