Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia (BI) melaporkan, Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada Agustus 2022 kembali menurun.
Posisi ULN Indonesia pada akhir Agustus 2022 tercatat sebesar USD 397,4 miliar, turun dibandingkan dengan posisi ULN pada bulan sebelumnya sebesar USD 400,2 miliar.
Baca Juga
Perkembangan utang Indonesia tersebut disebabkan oleh penurunan ULN sektor publik (pemerintah dan bank sentral) maupun sektor swasta.
Advertisement
Secara tahunan, posisi ULN Agustus 2022 mengalami kontraksi sebesar 6,5 persen (yoy), lebih dalam dibandingkan dengan kontraksi pada bulan sebelumnya yang sebesar 4,1 persen (yoy).
"ULN pemerintah pada Agustus 2022 melanjutkan tren penurunan. Posisi utang pemerintah pada Agustus 2022 sebesar USD 184,9 miliar dolar, lebih rendah dari posisi bulan sebelumnya sebesar USD 185,6 miliar dolar," terang Direktur Departemen Komunikasi Bank Indonesia Junanto Herdiawan, Senin (17/10/2022).
Junanto menjelaskan, secara tahunan, ULN pemerintah mengalami kontraksi sebesar 10,9 persen (yoy), lebih dalam dibandingkan dengan kontraksi pada Juli 2022 yang sebesar 9,9 persen (yoy).
"Penurunan utang pemerintah terjadi akibat adanya penurunan pinjaman seiring dengan pelunasan pinjaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan penarikan pinjaman dalam mendukung pembiayaan program dan proyek prioritas," ujar dia.
Sementara itu, ia melanjutkan, instrumen Surat Berharga Negara (SBN) secara neto mengalami kenaikan posisi seiring dengan peningkatan inflow pada SBN domestik.
Menurutnya, itu mencerminkan kepercayaan investor asing yang tetap terjaga di tengah tingginya ketidakpastian pasar keuangan global.
Junanto menambahkan, penarikan ULN yang dilakukan di Agustus 2022 tetap diarahkan pada pembiayaan sektor produktif dan diupayakan terus mendorong akselerasi Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Dukungan ULN Pemerintah dalam memenuhi pembiayaan sektor produktif dan kebutuhan belanja prioritas antara lain mencakup sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial (24,5 persen dari total ULN pemerintah), sektor jasa pendidikan (16,6 persen), sektor administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (15,2 persen), sektor konstruksi (14,2 persen), dan sektor jasa keuangan dan asuransi (11,7 persen).
"Posisi utang pemerintah relatif aman dan terkendali mengingat hampir seluruhnya merupakan ULN dalam jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,9 persen dari total ULN pemerintah," imbuh Junanto.
Utang Swasta
Utang swasta juga melanjutkan tren penurunan. Posisi ULN swasta pada Agustus 2022 tercatat sebesar USD 204,1 miliar, menurun dibandingkan dengan posisi bulan sebelumnya sebesar USD 206,1 miliar.
Secara tahunan, utang swasta terkontraksi 2,0 persen (yoy), lebih dalam dari kontraksi pada bulan sebelumnya yang sebesar 1,2 persen (yoy).
Perkembangan tersebut disebabkan oleh kontraksi ULN lembaga keuangan (financial corporations) dan perusahaan bukan lembaga keuangan (nonfinancial corporations) masing-masing sebesar 3,6 persen (yoy) dan 1,6 persen (yoy). Antara lain karena pembayaran neto utang dagang dan kewajiban lainnya.
Berdasarkan sektornya, ULN swasta terbesar bersumber dari sektor jasa keuangan dan asuransi; sektor pengadaan listrik, gas, uap/air panas, dan udara dingin; sektor pertambangan dan penggalian; serta sektor industri pengolahan dengan pangsa mencapai 77,5 persen dari total ULN swasta.
"Utang tersebut tetap didominasi oleh ULN jangka panjang dengan pangsa mencapai 75,1 persen terhadap total ULN swasta," jelas Junanto.
Advertisement
Sehat
Menurut dia, struktur utang luar negeri Indonesia tetap sehat, didukung oleh penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya.
Itu tercermin dari rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang tetap terjaga di kisaran 30,4 persen, menurun dibandingkan dengan rasio pada bulan sebelumnya sebesar 30,7 persen.
Selain itu, struktur ULN Indonesia tetap sehat, ditunjukkan oleh ULN Indonesia yang tetap didominasi oleh ULN berjangka panjang, dengan pangsa mencapai 87,1 persen dari total ULN.
"Peran ULN juga akan terus dioptimalkan dalam menopang pembiayaan pembangunan dan mendorong pemulihan ekonomi nasional, dengan meminimalisasi risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian," pungkas Junanto.