Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus mengalami tekanan di awal pekan ini. Pelemahan nilai tukar rupiah ini terjadi di tengah surplus neraca perdagangan September 2022.
Pada Senin (17/10/2022), rupiah ditutup melemah 61 poin atau 0,39 persen ke posisi 15.488 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya 15.427 per dolar AS.
Baca Juga
"Saya lihat memang pergerakan rupiah masih dipengaruhi oleh sentimen global, yaitu kekhawatiran akan resesi, yang diakibatkan oleh kenaikan suku bunga di banyak negara secara agresif tahun ini," kata Ekonom Senior Mirae Asset Sekuritas Rully Arya dikutip dari Antara.
Advertisement
Selain itu, lanjut Rully, likuiditas dolar di banyak negara semakin mengetat sehingga mendorong tingginya permintaan terhadap dolar AS.
Dari domestik, surplus neraca perdagangan September pun tampaknya belum mampu menahan pelemahan rupiah terhadap dolar AS. "Surplus pun kalau dilihat lebih rinci, ekspor mengalami penurunan cukup signifikan, secara bulanan mengalami kontraksi," ujar Rully.
Badan Pusat Statistik (BPS) merilis neraca perdagangan barang Indonesia mengalami surplus USD 4,99 miliar pada September 2022, dengan nilai ekspor USD 24,8 miliar dan USD impor 19,81 miliar.
Neraca perdagangan Indonesia sampai September 2022 membukukan surplus selama 29 kali berturut-turut sejak Mei 2020.
Dengan demikian neraca perdagangan RI pada Januari-September 2022 mengalami surplus sebesar USD 39,87 miliar dengan surplus neraca perdagangan nonmigas sebesar USD 58,75 miliar, dan defisit neraca perdagangan migas USD 18,89 miliar.
"Pada saat yang bersamaan impor juga menurun. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi global yang melambat mulai berdampak kepada kinerja ekspor dan impor Indonesia," kata Rully.
Rupiah pada pagi hari dibuka melemah ke posisi 15.468 per dolar AS. Sepanjang hari rupiah bergerak di kisaran 15.461 per dolar AS hingga 15.500 per dolar AS.
Sementara itu kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada Senin melemah ke posisi 15.480 per dolar AS dibandingkan posisi hari sebelumnya 15.390 per dolar AS.
Â
Surplus 29 Bulan Beruntun, Neraca Perdagangan RI Menang Lawan AS dan India
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, neraca perdagangan Indonesia pada September 2022 masih mencatatkan surplus. Neraca perdagangan Indonesia pada bulan lalu tercatat surplus sebesar USD 4,99 miliar atau setara Rp 77,26 triliun.
"Pada September 2022 neraca perdagangan barang masih mencatatkan surplus USD 4,99 milar. Ini membukukan surplus selama 29 bulan berturut-turut kalau kita lihat sejak Mei 2020," kata Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa (Disjas) BPS, Setianto di Gedung BPS, Jakarta Pusat, Senin (17/10).
Surplus perdagangan barang ini tercermin dari total nilai ekspor pada September 2022 sebesar USD 24,80 miliar atau setara Rp 384,19 triliun. Sementara itu kinerja impor tercatat USD 19,81 miliar atau setara Rp 306,77 triliun.
"Pada september 2022 ini bahwa nilai ekspor sebesar USD 24,80 miliar sementara impor USD 19,81 miliar," katanya.
Lebih lanjut Setianto menjelaskan neraca perdagangan komoditas non migas mencatatkan surplus USD 7,09 miliar. Adapun penyumbang surplus terbesar yaitu bahan bakar mineral, lemak dan minyak hewan atau nabati, serta besi dan baja.
Sedangkan neraca perdagangan untuk komoditas migas menunjukkan defisit USD 2,10 miliar. Kinerja ini utamanya disumbang dari komoditas minyak mentah dan hasil minyak.
Advertisement
Surplus Neraca Perdagangan Berdasarkan Negara
Setianto mengatakan Indonesia mengalami surplus perdagangan non migas dengan tiga negara yakni Amerika Serikat (AS), India dan Filipina.
Indonesia dengan AS mengalami surplus sebesar USD 1,25 miliar. Terbesar untuk komoditas mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya, alas kaki, lemak dan minyak hewani.
Dengan India, surplus perdagangannya mencapai USD 1,21 miliar.Penyumbang terbesarnya pada komoditas lemak dan minyak hewan, bahan bakar mineral, serta besi dan baja.
Sedangkan dengan Filipina dengan nilai surplusnya mencapai USD 1,13 milar yang didorong oleh komoditas bahan bakar mineral, kendaraan dan bagiannya, bijih logam, serta terak dan abu.Â