Liputan6.com, Jakarta - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat penambahan cadangan migas sebesar 558,85 miliar barel setara minyak (MMBOE) hingga September 2022.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan, cadangan migas bertambah seiring dengan terpenuhinya rasio penggantian cadangan migas, atau reverse replacement ratio (RRR) hingga kuartal III 2022 sudah mencapai 97,5 persen dari target, dan tambahan persetujuan plan of development (POD) yang sudah melampaui 100 persen hingga awal Oktober 2022.
Baca Juga
"Capaian kinerja utama hulu migas pada aspek reverse replacement ratio (RRR) mencatatkan hasil kinerja yang membanggakan," kata Dwi dalam pemaparan kinerja sektor hilir migas, dikutip Selasa (18/10/2022).
Advertisement
Dwi memperkirakan, hingga akhir 2022 capaian RRR akan mencapai sekitar 186 persen dari target. Sehingga selama 5 tahun berturut-turut SKK Migas akan mencapai target RRR di atas 100 persen dan berkontribusi dalam menopang upaya peningkatan produksi migas di masa yang akan datang.
Terkait dengan aktivitas pengeboran sumur, untuk kegiatan pengeboran sumur eksplorasi sudah mencapai 21 sumur atau menyamai capaian triwulan yang sama tahun lalu.
Untuk kegiatan pengeboran sumur pengembangan hingga triwulan ketiga 2022 mencapai 545 sumur atau sudah sekitar 171 persen jika dibandingkan dengan capaian triwulan ketiga 2021 dan mencapai 116 persen jika dibandingkan dengan capaian hingga akhir tahun 2021.
Kegiatan pengeboran sumur pengembangan sebagai salah satu aktivitas utama hulu migas pada triwulan ketika 2022 sudah melampaui capaian di tahun 2021. Hal ini menjadi pemicu positif bagi upaya peningkatan produksi minyak dan gas untuk dapat mendekatkan pada target 2022. Dengan masih masifnya pelaksanaan kegiatan pengeboran sumur pengembangan, maka akan ada penambahan investasi yang signifikan hingga akhir tahun nanti.
“Kenaikan harga minyak dunia disikapi dengan aktivitas operasional hulu migas yang masif dan agresif, Salah satunya adalah kegiatan pengeboran sumur pengembangan di triwulan ketiga tahun 2022 yang meningkat dibandingkan capaian pada triwulan yang sama tahun lalu. Bahkan hingga September 2022 jumlah kegiatan pengeboran sumur pengembangan sudah melampaui capaian tahun 2021 dan akan berkontribusi pada pencapaian target investasi,” tuturnya.
OPEC Pangkas Produksi Minyak, SKK Migas Cium Peluang Investasi
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencium adanya peluang investasi dari kebijakan OPEC+, yang memangkas produksi minyak harian menjadi 2 juta barel per hari.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto tak memungkiri, kebijakan tersebut memang telah menimbulkan gesekan antar negara, lantaran membuat harga minyak dunia sulit turun.
"Tentu dalam hal masalah pengurangan produksi oleh OPEC+, maka kita melihat dampaknya harga oil and gas masih akan relatif berada di level tinggi. Jadi kan harusnya kemarin sudah turun usd 80, terus ke USD 60, tapi kemudian diarahkan naik lagi ke USD 90," ujarnya di Kantor SKK Migas, Jakarta, Senin (17/10/2022).
Namun, Dwi Soetijpto mengatakan, itu bisa jadi kesempatan emas bagi Indonesia untuk menarik potensi investasi di sektor hulu minyak dan gas (migas).
"Kalau buat Indonesia di hulu migas dia akan bagus, karena dengan demikian motivasi orang untuk berinvestasi akan baik, karena keekonomiannya lebih bagus," kata dia.
"Buat Indonesia sendiri juga sebenarnya akan jadi bagus, karena kita teman dari kedua-duanya, ke Amerika teman, ke Arab Saudi teman. Jadi kita tidak berada dalam konflik itu. Oleh karena itu, mustinya bagus, karena kita jadi alternatif untuk berinvestasi," tuturnya.
Advertisement
PR
Kendati begitu, para pelaku hulu migas masih punya PR untuk menghadirkan upaya-upaya transformasi dalam memperbaiki iklim investasi di Tanah Air.
Selain itu, dengan harga migas yang masih tinggi pun perlu dihitung lebih lanjut terkait ongkos impor minyak, termasuk untuk hasil produksinya sebagai bahan bakar minyak, alias BBM.
"Tentu saja menjadi costly, karena dengan harga crude yang lebih mahal. Di level manakah keseimbangan benefit yang diperoleh dari upstream dengan cost yang muncul untuk subsidi," ungkapnya.
"Tentu itu yang perlu dicari. Tapi kira-kira dari sisi upstream, maintaning kondisi harga sampai beberapa saat akan mempengaruhi iklim investasi di Indonesia," pungkas Dwi Soetjipto.