Liputan6.com, Jakarta - Perjalanan panjang dari sebuah watung jamu kecil, PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk atau lebih dikenal dengan nama Sido Muncul mampu berkembang menjadi sebuah Perusahaan besar dan menjadikan pemiliknya sebagai salah satu orang terkaya di Indonesia.
Di tengah persaingan sektor Industri jamu yang semakin ketat, PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk telah berhasil memiliki market share terluas dan reputasi yang baik sebagai industri jamu terbesar di Indonesia. Keberhasilan yang telah dicapai saat ini tentunya tidak terlepas dari peran dan pelaku pendiri industri ini.
Baca Juga
Dikutip dari laman sidomuncul.co.id, Selasa (18/10/2022), Sido Muncul berawal dari keinginan pasangan suami-istri, yakni Siem Thiam Hie bersama istrinya yang bernama Rakhmat Sulistio yang lahir dengan nama Go Djing Njo memulai usaha pertamanya dengan membuka Melkrey, yaitu usaha pemerahan susu yang besar di Ambarawa.
Advertisement
Sayangnya usaha pertama yang mereka rintis tidak dapat bertahan lama karena terjadinya zaman malaise atau yang dikenal dengan zaman depresi besar, menyebabkan usaha yang mereka rintis terpaksa gulung tikar.
Kegagalan usaha yang baru dibangun itu tidak lantas membuat mereka menyerah pada keadaan. Pada 1930 mereka pindah ke Surakarta untuk memulai usaha baru, yakni usaha toko roti dengan nama Roti Muncul.
Usaha yang dicoba ini tidak memberikan hasil yang begitu memuaskan, sehingga mereka pun berencana untuk kembali pindah ke kota lain.
Pada 1935 akhirnya Siem Thiam Hie dan Rakhmat Sulistio memutuskan untuk pindah dan mendirikan industri jamu rumahan di Yogyakarta.
Keadaan Yogyakarta yang sangat kental dengan budaya tradisional Jawa membuat masyarakat masih mempercayai pengobatan tradisional dengan menggunakan rempah-rempah dan herbal yang berasal dari alam.
Melihat kesempatan yang ada, Rakhmat Sulistio dan Siem Thian Hie menjadi lebih yakin untuk mendirikan watung jamu di kota tersebut. Pada 1941, Wating jamu Rakhmat Sulistio memformulasikan produk jamu pertama yang akan dijual ke pasaran yang bernama Jamu Tujuh Angin. Jamu ini berbentuk seduh (cair) dan berkhasiat untuk mencegah serta mengobati masuk angin.
Delapan tahun kemudian, Serangan Umum 1 Maret 1949 terhadap kota Yogyakarta membuat keadaan kota tersebut semakin tidak menentu. Rakhmat Sulistio beserta keluarganya memutuskan untuk mengungsi ke Semarang yang lebih aman.
Kepindahannya ke Semarang tidak lantas membuat Rakhmat Sulistio beserta suami berhenti menjalankan usaha jamu yang telah mereka rintis.
Pada 11 November 1951, Rakhmat Sulistio memulai usaha lagi dan mendirikan perusahaan jamu dengan merek dagang Sido Muncul. Nama Sido Muncul mempunyai arti “Impian yang Terwujud”, yaitu terwujudnya cita-cita Rakhmat Sulistio untuk melestarikan resep-resepnya dan mendirikan perusahaan.
Industri jamu rumahan ini berlokasi di Jalan Bugangan No. 25 Semarang. Untuk membantu proses produksi jamu, Rakhmat Sulistio dibantu oleh tiga orang karyawan sebagai karyawan awal pabrik jamu Sido Muncul.
Menuju Industri Jamu Modern
Perjalanan Sido Muncul terus membaik. Warung jamu itu secara berlahan tetapi pasti menuju industri yang memproduksi jamu berkualitas dan dapat dibuktikan khasiatnya.
Sido Muncul mencoba untuk mengikuti perkembangan zaman dengan melakukan perubahan-perubahan yang diperlukan dalam upayanya menuju industri jamu modern.
Proses modernisasi pabrik Sido Muncul dimulai pada 1970 bersamaan dengan saat Rakhmat Sulistio memutuskan untuk pensiun dari pabrik.
Usia yang semakin tua membuatnya tidak mampu beraktivitas seperti dulu. Kesehatannya yang kian menurun membuatnya harus mengurangi kegiatannya dalam mengurus segala kebutuhan pabrik.
Rakhmat Sulistio kemudian menyerahkan tanggung jawab perusahaan kepada anaknya, yakni Desy Sulistio, beserta suami, Yahya Hidayat. Dalam pelaksanaannya, mereka dibantu oleh kelima anaknya. Irwan Hidayat, sebagai anak tertua mempunyai peran yang lebih besar dalam mengurus perusahaan.
Perubahan pertama yang dilakukan oleh Desy Sulistio pada masa kepemimpinannya adalah mengubah bentuk usaha jamu. Pada 1970 didirikan Persekutuan Komanditer yang kemudian diubah menjadi Perseroan Terbatas pada 1975 dengan nama Industri jamu dan farmasi PT Sido Muncul. Sejak saat itu Sido Muncul resmi menjadi industri jamu yang berbadan hukum.
Sido Muncul juga melakukan perubahan-perubahan nonmesin.
Berbagai Perubahan
Perubahan yang pertama adalah dengan melakukan pemisahan antara proses produksi dengan pemasaran. Oleh karena itu, PT Sido Muncul mendirikan PT Muncul Mekar pada 1975 untuk mengurus segala distribusi PT Sido Muncul.
Dalam perkembangannya, PT Muncul Mekar memiliki sub perwakilan hampir di seluruh wilayah Indonesia. Hal tersebut mempermudah PT Sido Muncul dalam melakukan pendistribusian produk.
Perubahan kedua adalah penambahan karyawan untuk menangani proses produksi pabrik yang semakin meningkat. Selain itu, PT Sido Muncul juga melakukan rekrutmen tenaga ahli untuk mengoperasikan mesin-mesin modern yang digunakan dalam proses produksi. Perekrutan ini dilakukan di sekitar daerah pabrik, seperti Genuk, Kaligawe, dan Demak.
Perubahan ketiga adalah kemasan produk. Setelah melakukan perubahan bentuk usaha, PT Sido Muncul membuat desain baru kemasan jamunya.
Kemasan jamu yang awalnya bertuliskan “Terbikin oleh Ny. Siem Thiam Hie Semarang”, digantikan oleh status pabrik yang baru dengan nama jenis jamu di bagian atas. Desain jamu yang baru bertuliskan “Industri jamu dan farmasi PT Sido Muncul Semarang”.
Selain itu, jamu yang dahulu dikemas menggunakan kertas perkamen, diganti dengan menggunakan kemasan plastik, sehingga tidak mudah robek dan produk jamu menjadi lebih tahan lama.
Advertisement
Pengembangan Pabrik Berstandar Farmasi
Maraknya peredaran jamu tradisional berbahan baku kimia berpotensi mencemarkan citra industri jamu tradisional di mata masyarakat. Untuk mendapatkan simpati dan kepercayaan masyarakat, pengusaha jamu di Indonesia harus memiliki kepercayaan diri yang minimal sejajar dengan industriawan pengobatan lain.
Pengusaha jamu juga harus mau mengikuti tata nilai yang berlaku dalam industri obat-obatan, misalnya dengan membuat pendekatan ilmiah, harus uji klinis, dan harus ada yang terjun untuk membuat pabrik bahan baku obat alam supaya industri jamu efisien.
Pada 1997, saat banyak industri terseok-seok menghadapi krisis ekonomi yang melanda Indonesia, PT Sido Muncul justru mencanangkan pembangunan pabrik baru dengan sertifikasi industri farmasi dan laboratorium yang terstandarisasi sebagai laboratorium farmasi.
Irwan Hidayat menyatakan bahwa hal ini dilakukan untuk mengembalikan citra industri jamu.
Pada 11 November 2000, bertepatan dengan peresmian pabrik baru, PT Sido Muncul menerima dua sertifikat dari BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) Republik Indonesia. Sertifikat pertama adalah sertifikat Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB), yang menandakan bahwa PT Sido Muncul telah memenuhi syarat-syarat sebagai Industri Obat Tradisional yang baik. Kedua, adalah sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).
Dengan sertifikat CPOB, pabrik jamu Sido Muncul menjadi pabrik jamu pertama yang seluruh kegiatan produksi, teknologi, dan lokasinya telah memenuhi standar pabrik farmasi.
Sebagai perusahaan jamu tradisional, PT Sido Muncul menyadari betapa pentingnya inovasi baru demi keberlangsungan perusahaan dalam bersaing dengan perusahaan jamu lainnya. Dalam rangka mewujudkan misi tersebut, PT Sido Muncul mengembangkan produk andalannya yakni Tolak Angin Cair untuk menjadi Obat Herbal Terstandar.
Pada Tahun 2004, Sido Muncul sudah memproduksi lebih dari 250 jenis produk. Produk unggulan itu di antaranya adalah Tolak Angin, Tolak Linu, Kuku Bima Energi, Alang Sari Plus, Kopi Jahe Sido Muncul, Kuku Bima Kopi Ginseng, Susu Jahe, Jamu Komplit, dan Kunyit Asam.
Masuk Jajaran Orang Terkaya
Irwan Hidayat yang merupakan cucu pendiri Sido Muncul tercatat sebagai orang terkaya Indonesia ke-28 versi Forbes pada 2021. Kekayaan Irwan pada tahun lalu mencapai USD 1,58 miliar.
Cucu dari pendiri Sido Muncul ini coba merendah dengan mengaku kekayaan yang didapatnya hanya bermodalkan hoki semata. "Hidup saya cuman berdasarkan feeling sama percaya sama hoki aja," kata Irwan belum lama ini.
Menurut dia, dirinya bisa jadi orang tajir karena hoki bisa menjalankan bisnis yang cocok dengan pasar Indonesia. Padahal, ia mengaku hanya kerja bolak-balik Semarang-Yogyakarta saja, tempat dimana kantor Sido Muncul berpusat.
"Karena saya ini sebagai penikmat usaha. Jadi saya bukan pengusaha saja, tapi penikmat usaha. Jadi hoki," ujar Irwan.
Irwan mengatakan, dirinya beserta adik-adik juga hanya meneruskan usaha dari neneknya yang telah berjualan jamu sejak era akhir Kolonial Belanda. Dia juga enggan berinvestasi untuk lini bisnis baru yang di luar perhitungannya.
"Coba kalau sekarang 5 tahun yang lalu saya bisnisnya misalnya investasi Rp 3-4 triliun, uangnya Rp 2,5 triliun, kurang Rp 1,5 triliun, utang. Ya sekarang bangkrut juga toh," tutur Irwan Hidayat.
Reporter: Firda Makarimah
Advertisement