Liputan6.com, Jakarta PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk terus melakukan transformasi digital guna berperan aktif dalam meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia. Selain itu, bank pelat merah tersebut juga terus menciptakan digitalisasi yang dipadukan dengan layanan fisik atau dengan konsep hybrid bank.
Menurut Wakil Menteri BUMN RI Kartika Wirjoatmodjo, di BRI yang merupakan bank BUMN terbesar dan berbasis pelanggan terbesar dapat memberikan layanan ke segmen yang unbankable. Hal ini dilakukan secara konsisten dengan pendekatan offline and online interaction.
Baca Juga
"Bagi mereka yang belum familiar dengan digitalisasi layanan, BRI secara konsisten melakukan edukasi dan digitalisasi business process secara gradual,” ujar Kartika saat menjadi pembicara dalam diskusi panel “Transformasi Ekonomi Melalui Digitalisasi” pada Trade Investment & Industry Working Group (TIIWG) Road to G20: SOE International Conference di Bali, Senin (17/20/2022).
Advertisement
Kartika juga menyampaikan bahwa inovasi branchless banking AgenBRILink BRI dinilai mampu mendorong inklusi keuangan di Indonesia. Baginya, layanan perbankan dapat hadir secara lebih dekat dengan tetap menjalankan sentuhan digitalisasi di dalamnya.
“AgenBRILink berperan penting dalam melayani kebutuhan transaksi masyarakat, khususnya di wilayah-wilayah yang belum dapat dijangkau oleh bank," katanya.
BRISPOT Jadi Solusi
AgenBRILink telah menjangkau lebih dari tiga per empat atau 77% desa di Indonesia. Hingga akhir September 2022, jumlah AgenBRILink telah mencapai 597.177 agen dengan jangkauan hingga ke 58.095 desa.
Dalam kesempatan yang sama, Kartika juga menjelaskan bahwa digitalisasi business process BRI melalui BRISPOT menjadi solusi bagi BRI dalam menghadapi tantangan restrukturisasi kredit. Seperti diketahui, BRI menjadi bank dengan jumlah restrukturisasi kredit terbesar di masa pandemi ini sebesar Rp249,33 triliun.
“BRI harus merestrukturisasi rekening 3,3 juta rekening dengan nilai hampir Rp250 triliun dan BRI dapat melakukannya dengan BRISPOT. Kalau tidak, tidak mungkin merestrukturisasi dengan nilai sebanyak itu hanya dengan interaksi fisik, semua ini dilakukan dengan menambahkan digitalisasi,” jelasnya.
Dalam kesempatan terpisah, Direktur Utama BRI Sunarso mengungkapkan bahwa digitalisasi memiliki implikasi terhadap penurunan operational cost & operation risk. Menurutnya sebagai bank yang berfokus pada micro finance memiliki dua tantangan.
“Satu adalah operational cost-nya tinggi dan operational risk-nya tinggi, dan cara men-shoot trouble itu adalah dengan digitalisasi. Digitalisasi akan langsung menurunkan operational cost maupun operational risk, digitalisasi,” ungkapnya.
“BRI come up with hybrid bank concept. Jadi itulah kemudian BRI datang dengan strategi hybrid bank," tambah Sunarso.
Digitalisasi yang disiapkan oleh BRI ditujukan untuk menjangkau masyarakat yang sudah digital dan inklusi keuangan di Indonesia ke depannya. Dan untuk masyarakat yang belum digital, BRI akan terus dilayani dengan konsep Hybrid Bank.
(*)
Advertisement