Liputan6.com, Jakarta Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengatakan pernah ada fasilitas kesehatan yang melakukan diskriminasi pelayanan terhadap pasien BPJS. Salah satunya memisahkan layanan kesehatan peserta BPJS di area parkir bawah tanah (basement).
"Pasien BPJS di ruangan yang bawah, ruangan di ground, tidak ada AC. Disatukan dengan parkir dan pengap. Padahal pasien yang lain (non BPJS) ini enggak seperti itu kita kasih peringatan," tutur Ghufron saat ditemui di Kantor BPJS Kesehatan, Jakarta Pusat, Rabu (19/10).
Baca Juga
Temuan itu kata Ghufron datang dari pengaduan peserta. Pihaknya pun segera melakukan evaluasi dan memberikan peringatan kepada rumah sakit untuk melakukan perbaikan dalam 2 bulan.
Advertisement
"Kita ingatkan dalam 2 bulan harus diperbaiki dan akhirnya diperbaiki dalam waktu 2 bulan. Kalau tidak diperbaiki ini kita putus hubungan kerja sama," kata Ghufron.
Ghufron menyadari diskriminasi ini berawal dari sisa-sisa masa lalu BPJS Kesehatan yang kerap telat membayar klaim tagihan rumah sakit. Namun sebenarnya hal itu tidak boleh menjadi alasan diskriminasi pasien BPJS Kesehatan dengan pasien reguler di rumah sakit.
"Yang jelas diskriminasi ini karena masih ada sisa-sisa dulu. Tapi kalau sekarang sudah jauh lebih baik," kata dia.
Hal ini tercermin dari tingkat kepuasan BPJS Kesehatan yang meningkat dalam beberapa tahun terakhir. "Sekarang meningkat itu lebih dari 5 poin dari biasanya hanya 0,3 atau 1 poin," kata dia.
Â
Uang Muka
Dia menambahkan, sekarang BPJS Kesehatan langsung memberikan uang muka dari total tagihan klaim rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes). Maksimal uang muka yang dibayarkan sebesar 60 persen dari total klaim sebelum dilakukan audit.
"Kalau bagus sekali pelayanannya kepada peserta BPJS Kesehatan, kita naikkan ke atas sampai 60 persen (pembayaran uang muka). Ini baru pertama kali dalam sejarah," ungkapnya.
Meski begitu dia mengakui hal ini tidak berarti pelayanan BPJS Kesehatan sudah sempurna dan tidak ada masalah. Namun dia berani memastikan tingkat permasalahan yang ada semakin berkurang dan dapat diatasi dengan segera.
"(Diskriminasi) memang masih terjadi tapi ini sudah jauh berkurang dari dulu karena ini diatur dalam PP Nomor 44 tahun 2021 untuk tidak mendiskriminasi pasien," pungkasnya.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Advertisement
Ada Kelas Standar BPJS Kesehatan, Gotong Royong Iuran Bakal Hilang?
Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, mempertanyakan skema penghapusan kelas 1-3 pada peserta BPJS Kesehatan yang masih belum jelas. Secara konsep, seluruh peserta nantinya akan berada pada satu kelas standar BPJS Kesehatan atau KRIS.
Menurut dia, konsep tersebut justru bakal melemahkan prinsip gotong royong iuran, dimana sebelumnya kelompok mampu membayar lebih untuk menambal setoran minim dari kelas di bawahnya.
"Kalau menurut saya KRIS hanya 1 kelas akan mengaburkan prinsip gotong royong. Tentang KRIS, saat ini isu kelas standar BPJS Kesehatan sudah menjadi wacana publik tanpa ada kepastian dari KRIS itu sendiri," ujar Timboel kepada Liputan6.com, Rabu (6/7/2022).
Timboel menilai, ada beberapa masalah yang muncul dengan penerapan KRIS hanya satu kelas. Dia pun mencermati pembagian kelas peserta BPJS Kesehatan sebelumnya, dimana kelas 1 dikenai iuran Rp 150 ribu per bulan.
Kemudian, peserta kelas 2 dengan iuran Rp 100 ribu per bulan. Lalu kelas 3 yang seharusnya dikenai biaya Rp 42 ribu per bulan, menjadi hanya Rp 35 ribu per bulan berkat adanya subsidi Rp 7 ribu dari pemerintah.
"Dengan adanya KRIS maka akan ada perhitungan ulang iuran peserta mandiri. Karena kelas perawatan menjadi satu, maka iuran kelas mandiri pun menjadi satu," imbuhnya.
Bila iuran baru diterapkan karena adanya kelas standar BPJS Kesehatan, itu disebutnya berpotensi menciptakan ketidakadilan diantara peserta.
"Untuk peserta kelas 1 dan 2 adalah tidak masalah karena nilai iurannya turun. Tetapi bagi peserta kelas 3 yang tidak mampu akan menjadi masalah karena iuran menjadi naik," tuturnya.
Sistem Kelas Dihapus, Iuran BPJS Kesehatan Tak Naik hingga 2024
BPJS Kesehatan secara bertahap akan menghapus kelas 1-3 untuk para pesertanya, dan menggantinya dengan Kamar Rawat Inap Standar (KRIS).
Meskipun ada penerapan kelas standar BPJS Kesehatan ini, Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti tak ingin iuran BPJS Kesehatan para pesertanya naik sampai 2024.
"Kami berharap sampai 2024 tidak ada kenaikan iuran," ujar Ghufron di Kantor Pusat BPJS Kesehatan, Jakarta, Selasa (5/7/2022).
Pertimbangannya, ia tak ingin tunggakan dari para peserta BPJS Kesehatan, utamanya untuk yang kelas 3. "Hitungannya jutaan orang. Bayangkan kalau dua kali lipat, akan menunggak lebih banyak," imbuhnya.
Secara timeline, Kementerian Kesehatan target penerapan kelas standar BPJS Kesehatan bisa full diimplementasikan di seluruh rumah sakit pada 2024.
Guna menggapai target tersebut, Kementerian Kesehatan bersama Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) tengah melakukan revisi terhadap Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan dan peraturan turunannya, termasuk Perpres 64/2020.
Advertisement