Liputan6.com, Jakarta Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo mengatakan kondisi ekonomi dan keuangan global akan banyak menghadapi banyak tekanan. Tercermin dari tanda-tanda perlambatan ekonomi yang tahun depan hanya bisa tumbuh 2,6 persen. Lebih rendah dari prediksi pertumbuhan tahun ini yang masih bisa tumbuh 3 persen.
"Kondisi keuangan dan ekonomi global ke depan ini penuh dengan tantangan," kata Perry dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (20/10/2022).
Demikian juga dengan tingkat inflasi yang diperkirakan masih akan tinggi. Perry menyebut inflasi global tahun ini bisa tembus 9,2 persen.
Advertisement
"Inflasi di global sangat tinggi yang 9,2 persen tahun ini," kata dia.
Perry mengatakan perlambatan ekonomi akan terjadi di Amerika Serikat. Tahun depan ekonomi negara Adidaya ini hanya bisa tumbuh 1,2 persen, lebih rendah dari tahun ini yang diprediksi tumbuh 2,5 persen saja.
"Amerika Serikat dengan perkiraan tahun depan 1,2 persen tahun depan dari sekarang 2,5 persen," kata Perry.
Begitu juga dengan tingkat inflasi di AS diperkirakan bisa mencapai 8,2 persen tahun ini.
Â
Kondisi Eropa
Kondisi serupa juga terjadi di Eropa. Pertumbuhannya tahun 2023 hanya bisa tumbuh 0,7 persen. Sedangkan tingkat inflasinya bisa mencapai 9,2 persen. China juga akan menghadapi pelemahan pertumbuhan ekonomi tahun depan.
"Inflasi yang tinggi juga akan terjadi di negara emerging market seperti Brazil, Turki, Argentina maupun yang lain," kata da.
Berbagai pelemahan ekonomi ini sebagai konsekuensi dari pengetatan kebijakan moneter di negara-negara maju. Sehingga negara-negara berkemang juga akan kena getahnya.
Perry menegaskan suramnya ekonomi global tahun depan tidak terlepas dari dampak ketegangan politik global. Termasuk juga fragmentasi ekonomi dan terganggunya mata rantai perdagangan global.
"Ketegangan politik Rusia-Ukraina dan Amerika Serikat dengan China. Tentu saja pertumbuhan ekonomi global turun dan gangguan mata rantai tadi menyebabkan inflasi yang tinggi," pungkasnya.
Â
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Advertisement
BI Kembali Naikkan Suku Bunga Acuan 50 Basis Poin Jadi 4,75 Persen
Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 50 basis poin menjadi 4,75 persen pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang berlangsung pada 19 - 20 Oktober 2022. Pada rapat bulan sebelumnya atau September 2022, BI memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin.Â
"Rapat Dewan Gubernur memutuskan untuk menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 50 basis poin menjadi 4,75 persen," jelas Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam pengumuman RDG BI Oktober 2022,pada Kamis (20/10/2022).
Selain itu, Perry melanjutkan, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia juga memutuskan untuk menahan Deposit Facility sebesar 50 basis poin menjadi 4 persen dan suku bunga Lending Facility sebesar 50 basis poin di level 5,5 persen.
Keputusan BI menaikkan suku bunga acuan tersebut sebagai langkah front loaded, pre-emptive, dan forward looking untuk menurunkan ekspektasi inflasi dan memastikan inflasi inti kembali ke sasaran 3,0±1 persen pada paruh kedua 2023.
Langkah ini juga untuk memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah agar sejalan dengan nilai fundamentalnya akibat tingginya ketidakpastian pasar keuangan global, di tengah peningkatan permintaan ekonomi domestik yang tetap kuat.
Bank Indonesia juga akan terus memperkuat respons bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas dan momentum pemulihan ekonomi.
Menurut Perry, koordinasi kebijakan dengan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan mitra strategis dalam Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID) terus diperkuat melalui efektivitas pelaksanaan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah.
Sinergi kebijakan antara Bank Indonesia dengan kebijakan fiskal Pemerintah dan dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) terus diperkuat dalam rangka menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta mendorong kredit/pembiayaan kepada dunia usaha pada sektor-sektor prioritas untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, ekspor, serta inklusi ekonomi dan keuangan.