Sukses

Capaian Jokowi-Ma'ruf di 2022: PMI Manufaktur Lompat ke 53,7

Purchasing Manager Indeks (PMI) manufaktur Indonesia meningkat mencapai 53,7 persen pada bulan September 2022. Hal itu disampaikan Moeldoko dalam rangka capaian pemerintahan Presiden Joko Widodo pada tahun 2022.

Liputan6.com, Jakarta Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan, Purchasing Manager Indeks atau PMI manufaktur Indonesia meningkat mencapai 53,7 persen pada bulan September 2022. Hal itu disampaikan Moeldoko dalam rangka capaian pemerintahan Presiden Joko Widodo pada tahun 2022.

PMI Manufaktur sendiri merupakan indeks gabungan dari lima indikasi utama yang meliputi unsur pesanan, tingkat persediaan, produksi, pengiriman dan tenaga kerja. Angka indeks di atas 50 berarti sektor bisnis mengalami ekspansi, di bawah 50 berarti mengalami kontraksi.

"Purchasing Manager indeks manufaktur meningkat mencapai 53,7 pada september 2022. Seiring dengan peningkatan produksi dan ekspansi permintaan domestik, capaian bersama tahun ini penting karena diraih ditengah pandemi," kata Moeldoko saat jumpa pers di Kantor KSP, Jakarta, Kamis (20/10).

Berikutnya, pemerintah juga meningkatkan pendapatan negara dari sektor pariwisata dengan melonggarkan perjalanan untuk wisata mancanegara. Kata Moeldoko, hasilnya sudah mulai terlihat.

Selain itu, kata Moeldoko, di tengah carut-marut kondisi global, Indonesia melakukan langkah-langkah serta kebijakan inovatif lain. Di antaranya mendorong kebijakan energi baru terbarukan.

"Yaitu diantaranya Inpres 7 tahun 2022 pemerintah berikan contoh nyata atas pertumbuhan mobil listrik indoensia. Pemerintah memberi contoh melalui penekankan utk di lingkungan pemerintah pusat dan daerah TNI/Polri supaya bergeser gunakan mobil listrik," tuturnya.

 

Reporter: Muhammad Genantan Saputra

Sumber: Merdeka.com

2 dari 4 halaman

Menperin: PMI Manufaktur Indonesia September 2022 Terkuat Dalam 8 Bulan

Peningkatan produksi dan ekspansi permintaan domestik baru mendorong naiknya Purchasing Manager’s Index atau PMI Manufaktur Indonesia di bulan September 2022.

PMI Manufaktur di bulan tersebut tercatat sebesar 53,7, atau naik dari 51,7 di bulan Agustus lalu. Hasil survei S&P Global menunjukkan bahwa tingkat ekspansi sektor manufaktur Indonesia di periode ini merupakan yang tercepat dalam delapan bulan dan solid secara keseluruhan.

Enam+00:00VIDEO: RON Pertalite Cuma 86, Pertamina Angkat Suara Di tingkat ASEAN, Indonesia juga menunjukkan perbaikan yang paling kuat pada kesehatan sektor manufaktur, seiring dengan kondisi manufaktur yang membaik di seluruh wilayah regional tersebut. PMI Manufaktur Indonesia pada September 2022 melampaui angka PMI Manufaktur Dunia (50,3), ASEAN (53,5), Malaysia (49,1), Vietnam (52,5), dan Filipina (52,9), juga lebih tinggi dari China (48,1), Jepang (50,8), dan Korea Selatan (47,6).

“Peningkatan PMI Manufaktur Indonesia kali ini juga disebabkan karena kemampuan industri. Hal ini antara lain adanya efisiensi karena pemanfaatan teknologi, peningkatan kemampuan SDM industri, dan kemudahan akses terhadap bahan baku,” jelas Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Senin (3/10).

Menperin menyebutkan, peningkatan produksi dapat dilihat pada industri elektronika, industri bahan galian non-logam, serta industri mesin dan perlengkapan YTDL.

Di industri elektronika, kenaikan terutama terjadi pada produksi produk laptop untuk memenuhi permintaan realisasi belanja pemerintah dan pemerintah pusat yang mewajibkan pembelian Produk Dalam Negeri (PDN).

3 dari 4 halaman

Kenaikan Produksi Industri

Selanjutnya, kenaikan produksi industri bahan galian non-logam yang meliputi produk semen, keramik, dan kaca dipengaruhi oleh meningkatnya permintaan untuk kebutuhan pembangunan infrastruktur oleh pemerintah, serta properti oleh para pengembang. “Selain itu, juga terdapat belanja pemerintah yang disalurkan kepada masyarakat dalam bentuk bantuan sosial,” jelas Menperin.

S&P Global melihat adanya penurunan permintaan asing pada perusahaan-perusahaan Indonesia yang disurvei. Terkait hal itu, Menperin berpendapat, penurunan ekspor terjadi karena negara-negara tujuan seperti China, Amerika Serikat, maupun negara-negara Eropa mengalami inflasi yang mengakibatkan tekanan terhadap ekspor beberapa produk manufaktur Indonesia. Meskipun demikian, ekspor CPO dari Indonesia sudah kembali normal setelah sebelumnya belum optimal.

Meningkatnya permintaan pada September 2022 juga mendukung pertumbuhan indeks-indeks lain, seperti ketenagakerjaan dan aktivitas pembelian. Kondisi ini juga terbantu oleh menurunnya inflasi serta biaya output. Ekonom S&P Global Market Intelligence Laura Denman mengatakan, inflasi biaya input dan harga jual berkurang masing-masing hingga di posisi terendah dalam 20 bulan dan 15 bulan. 

4 dari 4 halaman

Tertinggi dalam 4 Bulan, PMI Manufaktur Indonesia di Agustus 2022 Capai 51,7

Sebelumnya, sektor manufaktur Indonesia kembali melanjutkan ekspansi dan terus menguat. Hal ini tercermin dari peningkatan Purchasing Managers‘ Index (PMI) manufaktur Indonesia yang mencapai 51,7 pada Agustus 2022. angka ini lebih tinggi dibanding Juli 2022 yang ada di angka 51,3 dan menjadi level tertinggi dalam empat bulan terakhir.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu menjelaskan, pertumbuhan PMI manufaktur Indonesia ini didorong baik oleh peningkatan permintaan baru maupun peningkatan produksi. Selain itu, tekanan inflasi yang terkendali juga memiliki andil dalam ekspansi sektor manufaktur.

“Pemerintah akan terus berupaya untuk menjaga momentum ini tetap stabil agar sektor manufaktur tetap mampu menopang pemulihan ekonomi yang terus berlanjut di tengah ketidakpastian global saat ini,” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, dikutip dari keterangan resmi Kemenkeu, Jumat (2/9/2022).

Tren penguatan PMI juga dialami beberapa negara ASEAN, seperti Thailand 53,7 (Juli: 52,4) dan Filipina 51,2 (Juli: 50,8). Sementara, Malaysia dan Jepang sedikit melambat masing-masing pada 50,3 (Juli: 50,6) dan 51,5 (Juli: 52,1), serta Korea Selatan masih terkontraksi pada 47,6 (Juli: 49,8).

Peningkatan output manufaktur dan permintaan baru sangat baik dengan laju pertumbuhan tercepat dalam enam bulan. Laju pertumbuhan ini terjadi karena permintaan yang kuat dan pemulihan pasar secara keseluruhan.

“Ini menandakan bahwa pemulihan dari sisi konsumsi terus melanjutkan tren penguatan“, tambah Febrio.

Indikasi penguatan permintaan lainnya adalah peningkatan stok persediaan pascaproduksi serta aktivitas pembelian oleh produsen yang tercatat masih meningkat selama tujuh bulan berturut – turut.

Pencapaian baik lainnya di antaranya terjadi pada tingkat penyerapan tenaga kerja yang melanjutkan pertumbuhan serta harga input dan biaya output yang menurun. Secara keseluruhan, sentimen bisnis di sektor manufaktur Indonesia tetap bertahan positif di tengah harapan akan berlanjutnya pemulihan permintaan domestik.