Liputan6.com, Jakarta - PT PLN (Persero) bersama dengan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) menandatangani Principal Framework Agreement (PFA) dalam rangkaian agenda Stated-Owned Enterprises (SOE) International Conference di Bali, Selasa 18 Oktober 2022. PFA ini dilakukan dalam rangka rencana penjualan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Pelabuhan Ratu milik PLN ke PT Bukit Asam Tbk (PTBA).
Direktur Executive Energy Watch menyampaikan kekhwatirannya jika rencana tersebut jadi dilakukan dimana yang paling penting adalah aspek hukumnya.
Baca Juga
"Apakah sudah ada dasar hukum terkait dengan pengalihan aset ini? Mengingat mengalihkan aset BUMN ini bukan hal yang mudah meskipun kepada sesama BUMN. Jangan sampai nanti dikemudian hari ada aspek hukum yang dilanggar, "ujar Mamit dalam keterangan tertulisnya kepada Liputan6.com, Jumat (21/10/2022).
Advertisement
Selain dasar hukum, Mamit juga mempertanyakan pelayanan dan kehadalan pembangkit jika diambil alih oleh PTBA.
"PTBA ini kan produsen batu bara, tidak mempunyai pengalaman mengoperasikan pembangkit listrik. Apakah nanti pelayanan dan kehandalannya tetap sama saat di pegang oleh PLN?Jangan sampai nanti masyarakat yang dirugikan," kata Mamit.
Dia juga khawatir jika alih kelola ini dilakukan, justru akan menambah beban keuangan PLN. Apalagi saat ini kondisi listrik masih oversuplai.
"Dengan peralihan ini maka akan menambah jumlah Independent Power Plant (IPP) yang mana skemanya adalah take or pay (TOP). Maka beban bagi PLN akan bertambah kembali. Berbeda cerita dengan saat ini yang masih sepenuhnya milik PLN. Dimana PLN bisa mengatur sendiri operasional PLTU Pelabuhan Ratu sesuai dengan kebutuhan mereka," jelas Mamit.
Mamit juga menyampaikan, semangat menuju Net Zero Emission (NZE) 2060 jangan sampai melanggar hukum dan merugikan, serta membebani masyarakat.
"NZE itu adalah keniscayaan, tapi semua harus sesuai dengan aturan yang berlaku dengan tetap tidak membebani masyarakat," pungkas Mamit.
Bukit Asam Bakal Ambil Alih PLTU Pelabuhan Ratu dari PLN
PT PLN (Persero) berkomitmen melakukan early retirement atau pensiun dini terhadap Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
Komitmen ini tercermin melalui kerja sama antara PLN dan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) yang sepakat menjajaki kemungkinan pengakhiran lebih awal salah satu PLTU, yakni PLTU Pelabuhan Ratu, Jawa Barat.
Penandatanganan Principal Framework Agreement (PFA) yang merupakan sinergi BUMN tersebut diselenggarakan dalam rangkaian agenda Stated-Owned Enterprises (SOE) International Conference di Bali pada Selasa, 18 Oktober 2022.
Direktur Perencanaan Korporat dan Pengembangan Bisnis PLN Hartanto Wibowo mengatakan, PLN sudah menyiapkan peta jalan pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) pada 2060.
"Total kapasitas PLTU yang akan dipensiunkan 6,7 GW sampai 2040, terdiri dari 3,2 GW dipensiunkan secara natural dan 3,5 GW dipensiunkan dini mengikuti kondisi," kata Hartanto pada acara tersebut.
Hartanto mengungkapkan, ada tiga opsi skema pensiun dini yang dipertimbangkan PLN untuk membiayai pensiun dini PLTU, pertama adalah write off from PLN's book, spin off with blended financing dan IPP refinancing.
"Dalam kerja sama dengan PTBA ini, kemungkinan proses pensiun dini PLTU akan dilakukan melalui skema spin off with blended financing dengan komitmen mempersingkat masa pengoperasian PLTU menjadi 15 tahun dari yang sebelumnya 24 tahun," ungkapnya.
Advertisement
Langkah PLN
Selain itu Hartanto juga menegaskan dengan blended financing ini diharapkan akan didapatkan pendanaan dengan bunga yang lebih murah, sehingga dapat mempercepat penghentian operasi PLTU batu bara.
“Di sisi lain, melalui spin off ini PTBA dapat mengoptimalkan penggunaan batu bara dari tambang miliknya,” imbuhnya.
Selain pensiun dini, PLN juga akan mengoperasikan PLTU dengan Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS) sebesar 19 GW. Inisiatif lainnya seperti biomass co-firing di beberapa PLTU juga akan dilakukan untuk mencegah emisi di masa mendatang.
"Tak hanya mempensiunkan PLTU eksisting, sesuai peta jalan menuju NZE 2060, PLN juga tidak akan melakukan pembangunan PLTU, kecuali penyelesaian pembangunan saat ini yang sudah dalam tahap konstruksi," paparnya.
Pada roadmap PLN, percepatan pensiun dini PLTU sebesar 3,5 GW dapat dilakukan sebelum 2040, untuk PLTU dengan teknologi subcritical.
Percepatan pensiun tersebut dapat dilakukan ketika kapasitas EBT pengganti sudah beroperasi, sehingga tidak menyebabkan peningkatan beban keuangan yang memberatkan pemerintah, dan adanya bantuan pendanaan dari komunitas internasional.
Komitmen PTBA
Sementara itu, Direktur Utama PT Bukit Asam Tbk Arsal Ismail menyampaikan komitmen untuk mendukung kebijakan Pemerintah yang mendorong pensiun dini PLTU dalam rangka transisi menuju energi bersih. PTBA sangat peduli dengan isu perubahan iklim dan siap berkontribusi agar target Net Zero Emission pada 2060 dapat tercapai.
"Kerja sama dengan PLN dalam melakukan early retirement PLTU sejalan dengan visi PTBA menjadi perusahaan energi dan kimia kelas dunia yang peduli lingkungan. Kami berharap agar target-target penurunan emisi karbon dapat tercapai dan ketahanan energi tetap terjaga," tegasnya.
Managing Director Investment Banking Mandiri Sekuritas Harold Ciptajaya mengungkapkan, banyak cara untuk menunjang pensiun dini PLTU salah satunya adalah dengan spin off seperti yang dilakukan PLN dan PTBA.
"Maksud kami mempertimbangkan banyak cara bagaimana menuju ke sana dan salah satunya adalah seperti yang disebutkan yaitu spin off," tuturnya.
Harold mengungkapkan, penandatanganan kerja sama antara PLN dan PTBA dalam menjajaki kemungkinan pensiun dini PLTU merupakan momen bersejarah, dan menandai dimulainya mekanisme transisi energi atau Energy Transition Mechanism (ETM).
"Penandatangan kerja sama ini menandai PLN dan PTBA sama-sama berkolaborasi untuk memastikan transisi energi di Indonesia terealisasi," imbuhnya.
Advertisement