Liputan6.com, Jakarta Kepala Eksekutif Pengawas IKNB Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ogi Prastomiyono, mengungkapkan penetrasi industri asuransi secara agregat di Indonesia masih sangat rendah dibandingkan dengan negara lain.
Ogi menjelaskan posisi penetrasi asuransi Indonesia di tahun 20221 yakni hanya 1,6 persen. Apabila dibandingkan dengan negara India sebesar 4,2 persen, Malaysia 5,3 persen, dan Thailand 5,4 persen.
Baca Juga
"Artinya cukup besar peluang bagi perusahaan asuransi untuk tumbuh, karena kita punya GDP yang besar, dan jumlah penduduk yang besar. Sehingga potensi daripada pertumbuhan asuransi di Indonesia itu masih terbuka lebar," ujar Ogi, Jakarta, Senin (24/10).
Advertisement
Produk asuransi memang masih rendah bahkan dibandingkan secara umum industri jasa keuangan atau perbankan. Oleh karena itu, lanjutnya perlu banyak hal yang diperbaiki terkait dengan perusahaan industri perasuransian.
"Kita juga perlu melakukan pembenahan-pembenahan dimana infrastruktur daripada perusahaan asuransi baik dari segi pengelolaan investasi, dari rest manajemen maupun tata kelola itu perlu diperbaiki secara menyeluruh. Demikian pula nanti di lembaga penunjang maupun dari segi OJK selaku pengawas daripada perasuransian juga akan kita perbuat untuk bisa pengawasan yang lebih efektif," terang dia.
Di sisi lain, selama masa oandemi covid 19, tentu memberikan dampak yang sangat signifikan kepada industri jasa keuangan termasuk industri perasuransian. Dimana industri asuransi terdampak dari segi penerimaan premi, segi investasi dan juga dari dana yang dikumpulkan perusahaan asuransi.
Dia membeberkan pada tahun 2022 hingga Agustus 2022 dari segi aset industri asuransi masih tumbuh 7,83 persen mencapai Rp 883,26 triliun atau mengalami kenaikan Rp 64,62 triliun dibandingkan posisi yang sama pada tahun 2021 yakni Rp 818,65 triliun.
"Kalo dilihat daripada pendapatan akumulasi dalam prmei itu per Januari sampai dengan Agustus 2022 205,9 triliun idman hal ini mengalami kenaikan 4,24 triliun atau 2,10 persen jika dibandingkan dengan tahun yang berbeda 2021," jelas Ogi.
Kemudian terkait dengan permodalan secara agregat perusahaan asuransi jiwa itu arbisinya mencapai 485,51 persen ini berarti bahwa masih diatas turunan trisol 120 persen sesuai dengan ketentuan OJK.
Pelaku Industri Asuransi Desak Lembaga Penjamin Polis Segera Dibentuk
Pelaku industri asuransi mendesak agar pemerintah segera membentuk Lembaga Penjamin Polis (LPP) karena sangat dibutuhkan untuk memberikan kepastian manfaat, mengurangi risiko gagal bayar dan meningkatkan kredibilitas industri asuransi nasional.
Perlunya percepatan pembentukan LPP disampaikan Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Asosiasi Perusahaan Pialang Asuransi & Reasuransi Indonesia (APPARINDO) dan pengamat ekonomi, dalam Webinar Forum Diskusi Salemba ke-84, bertajuk “Urgensi Pendirian Lembaga Penjamin Polis oleh Pemerintah Sebagai Perlindungan Kepada Nasabah Asuransi", di Jakarta, Kamis (20/10/2022) lalu.
Ketua Bidang Asuransi Jiwa Syariah AAJI Paul S. Kartono meyakini dengan adanya LPP, kinerja industri asuransi bisa naik tiga sampai empat kali lipat dari kinerja saat ini.
Dia memaparkan pendapatan industri asuransi jiwa pada 2021 mencapai Rp241,2 triliun. Angka ini sudah melampaui capaian pendapatan tahun 2019 atau sebelum era Covid-19, yang mencapai Rp235,8 triliun.
Semester I 2022, jelasnya, aset industri asuransi jiwa senilai Rp617,8 triliun. Pada periode Maret 2020 hingga Juni 2022, industri asuransi jiwa turut membayarkan klaim dan manfaat yang berkaitan dengan Covid-19 senilai Rp9,72 triliun.
“Kami meyakini dengan program penjaminan polis, maka kinerja keuangan bisa naik tiga sampai empat kali lipat. Industri asuransi nasional semakin membutuhkan dukungan regulasi, menyusul pesatnya pertumbuhan bisnis asuransi di dalam negeri,” ujar Paul.
Industri asuransi jiwa, jelasnya, turut mendukung program ketahanan keuangan keluarga melalui pembayaran atas klaim meninggal dunia, serta mendukung program Jaminan Kesehatan Nasional melalui pembayaran atas klaim kesehatan, menjaga stabilitas pasar modal melalui penempatan investasi efek, serta mendukung program pembangunan nasional jangka panjang melalui investasi di surat berharga negara.
Sementara itu, untuk mengefektifkan kinerja LPP, dia mengatakan pihaknya mengusulkan agar ada pemisahan (ring-fenced) aset investasi dari pemegang polis Unit Link, sehingga aset investasi Unit Link dikecualikan dalam dana penjaminan pemegang polis.
Advertisement
Ikuti Kewajiban
Di tempat yang sama, Kapler Marpaung, Anggota Dewan Kehormatan Asosiasi Perusahaan Pialang Asuransi & Reasuransi Indonesia (APPARINDO/ABAI), menegaskan pelaku usaha asuransi siap untuk mengikuti kewajiban dengan adanya LPP.
“Memang ada keraguan beberapa perusahaan dengan LPP karena akan ada penambahan biaya, tetapi hal itu akan diikuti penambahan pendapatan karena dengan adanya jaminan dan peningkatan kredibilitas perusahaan,” jelasnya.
Kapler mengemukakan jika pembayaran premi disesuaikan dengan tingkat risiko perusahaan, tentu akan mendorong perusahaan asuransi meningkatkan kinerja dan kesehatan, sehingga pembayaran premi lebih kecil.
“LPP akan berkontribusi dalam menyehatkan dan meningkatkan kinerja perasuransian. Perusahaan asuransi akan dikelola menjadi semakin prudent berdasarkan prinsip tata kelola yang baik (GCG). LPP sebagai pengelola statuter akan lebih profesional,” jelasnya.
Kapler menambahkan industri perasuransian bagian dari sektor keuangan. Industri perasuransian merupakan pilar pembangunan. Stabilitas sistem keuangan yang kuat dan tangguh, ditandai sehatnya semua lembaga jasa keuangan, termasuk industri asuransi. “Penyehatan dan penguatan sektor perasuransian bagian integral dari target pemerintah menjadi negara maju di tahun 2045,” ujarnya.
Program Penjaminan Polis
Sementara itu, Telisa Aulia Falianty, Ekonom FEB Universitas Indonesia, menambahkan Program Penjaminan Polis di industri asuransi sangat krusial, mengingat banyaknya keluhan nasabah perusahaan asuransi saat ini.
“Program Penjamin Polis (PPP) dapat juga menjadi wadah meningkatkan literasi dan kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi. Sehingga, penetrasi industri asuransi juga semakin meningkat,” jelasnya.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penetrasi asuransi di Indonesia tahun 2021 mencapai 3,18 persen dari PDB, meliputi penetrasi asuransi jiwa 1,19%, asuransi umum 0,47 persen, asuransi sosial 1,45 persen, dan asuransi wajib 0,08 persen.
Penetrasi tahun 2021 ini bertumbuh dibandingkan dengan tahun 2020 yang hanya 1,2 persen. Telisa Falianty menambahkan penetrasi asuransi tertinggi di Asean tahun 2020 adalah Singapura sebesar 7,6 persen, Malaysia 4 persen, Thailand 3,4 persen dan Vietnam 1,6 persen dari Produk Domestik Bruto masing-masing negara itu.
Program Penjaminan Polis diharapkan juga dapat meningkatkan literasi masyarakat sekaligus mencegah upaya penipuan konsumen. Data OJK per 30 September 2022, ada 946 pengaduan kasus asuransi, sebanyak 2.089 pengaduan kasus pembiayaan, dan 2.019 dari fintech.
“Industri asuransi merupakan bagian dari sektor keuangan. Stabilitas sistem keuangan nasional yang kuat dan tangguh juga harus ditandai dengan sehatnya semua lembaga keuangan, termasuk asuransi,” jelasnya.
Advertisement