Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mendeteksi subvarian Covid-19 Omicron XBB di Indonesia. Juru Bicara Kementerian Kesehatan M. Syahril mengungkapkan, kasus pertama Covid-19 XBB di Tanah Air merupakan transmisi lokal.
Dikutip dari laman setkab.go.id, Senin (24/10/2022) varian XBB ini terdeteksi pada seorang perempuan berusia 29 tahun yang baru saja kembali dari Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Baca Juga
"Ada gejala seperti batuk, pilek, dan demam. Ia kemudian melakukan pemeriksaan dan dinyatakan positif pada 26 September. Setelah menjalani isolasi, pasien telah dinyatakan sembuh pada 3 Oktober," terang Syahril.
Advertisement
Menyusul temuan ini, Kemenkes bergegas melakukan upaya antisipatif dengan melakukan testing dan tracing terhadap 10 kontak erat. Hasilnya, seluruh kontak erat dinyatakan negatif Covid-19 varian XBB.
Syahril menjelaskan, meski varian baru XBB cepat menular, namun fatalitasnya tidak lebih parah dari varian Omicron. Dia pun kembali menghimbau untuk segera melakukan vaksinasi Covid-19, termasuk bagi masyarakat yang belum mendapatkan vaksin booster.
"Segera lakukan booster bagi yang belum, untuk mengurangi kesakitan dan kematian akibat Covid-19," jelas Syahril.
Tak hanya di Indonesia, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengungkapkan bahwa Covid-19 varian XBB telah teridentifikasi di 26 negara.
Mengutip laman Fortune, WHO tidak merinci secara keseluruhan 26 negara yang mendeteksi varian XBB. Namun, tingkat kasus telah meningkat di Singapura bulan ini, meskipun populasinya yang sudah divaksinasi cukup tinggi, juga di Bangladesh.
Adapun peningkatan kasus varian XBB di negara lain, termasuk Kanada, Inggris, dan India, menurut data dari GISAID, sebuah organisasi penelitian internasional yang melacak Covid-19.
Data GISAID menunjukkan konsentrasi Covid-19 varian XBB terbesar selama 30 hari terakhir berada di Singapura, diikuti oleh India, Bangladesh, Amerika Serikat, Australia, dan Denmark.
Sementara XBB juga tampaknya menyebar lebih aktif daripada varian Omicron lainnya, belum diketahui apakah varian tersebut dapat menyebabkan penyakit yang lebih parah daripada jenis lainnya, tambah laporan itu.
Peneliti: Kemampuan Penularan Melebihi Covid-19 Varian Delta
Covid-19 varian XBB pertama kali terdeteksi di AS pada 15 September dan mewakili 0,26 persen kasus yang diurutkan secara genetik selama 15 hari terakhir, ungkap Raj Rajnarayan, asisten dekan penelitian dan profesor di kampus New York Institute of Technology di Jonesboro, mengutip data GISAID.
Di seluruh dunia, hampir tiga kali lebih banyak kasus XBB.1 telah diidentifikasi sebagai kasus XBB, kata WHO minggu ini.
Dalam pernyataan terpisah, peneliti keamanan dan ketahanan kesehatan global di Griffith University Australia, Dicky Budiman mengatakan bahwa, ketika suatu subvarian terdeteksi di negara tetangga maka sebetulnya potensi subvarian yang sama telah masuk Indonesia jaraknya tak akan lebih dari satu minggu.
"Dalam konteks itulah ketika pemerintah 21 Oktober baru resmi menyatakan dan mampu mendeteksi subvarian XBB ya sebetulnya sudah ada sebelum itu," ujar Dicky kepada Health Liputan6.com melalui pesan suara, dikutip Senin (24/10/2022).
Dia menyebut, masuknya subvarian XBB ke Indonesia sulit dipantau lantaran keterbatasan surveilans ditambah genomic surveilans yang juga menurun.
Subvarian XBB bisa membuat kasus-kasus di masyarakat meningkat, terutama kasus infeksi, tambahnya.
"XBBÂ ini kemampuan menginfeksinya jauh melebihi Delta, bahkan melebihi BA.1 dan BA.2 bahkan 2 hingga 3 kali lipat," ungkapnya.
Â
Advertisement
Menurunkan Efikasi Antibodi
Subvarian XBB juga disebut menduduki posisi teratas dalam kemampuan menurunkan efikasi antibodi dibandingkan dengan varian-varian sebelumnya.
"Ini yang menyebabkan orang yang sudah divaksinasi tetap bisa terinfeksi," kata Dicky.
"Namun kabar baiknya, meskipun potensi keparahan virus ini sama atau lebih dari varian sebelumnya, tapi jika masyarakat punya modal imunitas yang memadai setidaknya 3 dosis, kita optimistis aspek pelayanan kesehatan tidak akan terlalu terdampak."
Meski begitu, mengingat masyarakat Indonesia sangat besar dan kelompok yang belum divaksinasi juga banyak maka subvarian ini juga bisa serius dan menghalangi Indonesia untuk keluar dari masa krisis.
"Jadi bisa lebih panjang masa krisisnya, lebih menambah korban juga bukan hanya pada fase akut, tapi pada fase kronis. Misalnya menambah potensi long COVID bahkan mengundang permasalahan misterius lainnya."