Liputan6.com, Jakarta Investasi akan selalu menjadi perbincangan menarik untuk dibahas apalagi di masa pandemi kemarin, salah satu jenis yang cukup banyak dibahas yaitu investasi syariah.
Serupa seperti investasi pada umumnya, investasi syariah merupakan pengelolaan uang secara efektif dan menguntungkan. Bedanya, investasi berbasis syariah berpedoman pada bebas riba dan prinsip hukum syariah yang disusun oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) di bawah naungan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Baca Juga
Investasi syariah mudah ditemukan di Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbanyak. Praktiknya diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Dewan Pengawas Syariah (DPS). Lantas, apa saja investasi syariah yang mendatangkan keuntungan dan bagaimana caranya? Simak artikel ini hingga tuntas, ya!
Advertisement
1. Sukuk
Menurut Fatwa DSN MUI No. 137/DSN-MUI/IX/2020, sukuk adalah Surat Berharga Syariah (Efek Syariah) berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama, dan mewakili bagian kepemilikan yang tidak bisa ditentukan batas-batasnya (musya’) atas aset yang mendasarinya (underlying assets/Ushul al-Shukuk). Underlying assets adalah aset atau obyek dasar yang menjadi penerbitan sukuk, dapat berupa tanah, bangunan, proyek pembangunan, jasa (aset tidak berwujud), hingga hak manfaat atas aset.
Akhmad Farroh Hassan, M.Si dalam buku Fiqh Muammalah dari Klasik Hingga Kontemporer (2018) memaparkan bahwa sukuk adalah instrumen yang digunakan untuk menghimpun dana demi kepentingan umum untuk meningkatkan dan mengembangkan modal usaha. Pihak-pihak yang terikat dalam sukuk antara lain pemilik asset, special purpose vechile (SPV), dan investor.
Adanya persyaratan underlying assets, maka harus ada akad tertentu yang mendasari penerbitan sukuk, seperti kontrak jual tunai (bay’muthlakah), penentuan kontrak jual dengan keizinan membeli semua aset (bay’ al-wafa’), dan kontrak penyerahan aset pada orang yang menjadi kepercayaannya (wakalah). Akad diatur di dalam kontrak dengan jangka pendek dan menengah, antara 2 tahun hingga 10 tahun, seperti yang dilansir dari Akhmad Farroh Hasan, M.Si.
Di sisi lain, berdasarkan prinsip syariah, jenis sukuk yang terdaftar secara internasional dan telah mendapatkan pengakuan dari The Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI) ialah sukuk ijarah, sukuk mudharabah, sukuk musyarakah, sukuk istisna, sukuk murabahah, dan sukuk saham.
Meskipun sama-sama berbentuk dokumen, terdapat perbedaan cara berinvestasi pada sukuk dan surat obligasi. Untuk sukuk, pemilik mendapatkan sertifikat kepemilikan aset berwujud, sementara surat obligasi merupakan instrumen pengakuan utang. Kemudian, hasil keuntungan investasi sukuk berpedoman pada bagi hasil, imbalan, dan margin. Berbeda dengan obligasi yang pembagian hasil investasi berdasarkan bunga, kupon, dan capital gain. Surat obligasi tidak perlu obyek yang mendasari penerbitan dokumen dan penggunaannya konvensional (mengandung bunga).
Â
2. Cash Waqf Linked Sukuk Ritel (CWLS Ritel)
Apakah Anda familiar dengan Cash Waqf Linked Sukuk Ritel atau biasa disingkat CWLS Ritel? Jika belum, simak pembahasannya hingga tuntas, ya!
Dikutip dari Dompet Dhuafa, CWLS Ritel adalah produk keuangan syariah berupa investasi dana wakaf uang pada sukuk negara yang imbal hasilnya disalurkan oleh nazir (pengelola dana dan kegiatan wakaf) untuk membiayai program sosial dan pemberdayaan ekonomi umat. CWLS merupakan instrumen wakaf.
Seperti yang diketahui, sukuk adalah efek syariat berupa sertifikat kepemilikan yang penerbitannya didasari oleh underlying assets dan mewakili bagian yang tidak terpisahkan atau tidak terbagi. Pada CWLS Ritel, maka yang dikembalikan kepada investor hanya pokoknya saja.
General Manager Wakaf Dompet Dhuafa, Boby Manulang, memaparkan bahwa salah satu bentuk wakaf uang yaitu sukuk. Pokok diberikan kepada investor, sementara imbal bagi hasil disalurkan dalam bentuk program sosial dan dianggap sebagai surplus wakaf. Ketentuan dan bagi hasil disampaikan saat masa penawaran.
CWLS diterbitkan oleh pemerintah untuk memfasilitasi wakif (pewakaf) yang ingin mewakafkan hasil investasi syariah tersebut kepada pengelola wakaf (nazir). Pada putaran pertama, penerbitan CWLS menyasar korporasi, perbankan syariah, dan lembaga. Kemudian, berubah nama menjadi CWLS Retail karena menyasar retail perorangan. CWLS digunakan untuk mengoptimalisasi potensi wakaf dengan tujuan memberikan manfaat seluas-luasnya bagi masyarakat.
Perbankan syariah menyediakan CWLS melalui series, seperti Sukuk Wakaf seri SWR001 seperti yang disediakan oleh Bank Syariah Indonesia (BSI). Lalu, ada pula CWLS SWR002 dan SWR003 seperti yang disediakan oleh CIMB Niaga Syariah.
3. Reksadana Syariah
Reksadana syariah cocok untuk investor pemula karena belum punya pengalaman berinvestasi dan pengetahuan tentang pasar modal. Reksadana juga cocok untuk seseorang yang baru saja beralih dari produk tabungan atau deposito, lalu memutuskan untuk berinvestasi.
Pada model investasi ini, artinya kita memercayai sepenuhnya kepada manajer investasi untuk pengelolaan dana. Investor tidak perlu terlibat langsung dari aspek strategi dan teknisnya. Reksadana pun ada yang dapat dicairkan langsung dengan mengikuti harga per unit pada hari bursa. Hari bursa berlangsung dari Senin hingga Jumat.
Kesadaran untuk investasi syariah pun diikuti dengan akses mendapatkan reksadana syariah yang semakin mudah. Investor dapat membelinya lewat aplikasi online, seperti Bibit, Ajaib, Tokopedia, dan sebagainya.
Â
Advertisement
4. Saham Syariah
Dengan emiten yang terus bertumbuh di pasar modal, maka saham syariah menjadi pilihan menarik untuk investasi syariah yang menguntungkan. Berdasarkan statistik saham yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pada periode kedua 2021 jumlah saham syariah dalam Daftar Efek Syariah (DES) sebanyak 499.
Doddy Prasetya Ardhana (2021) dari Divisi Pasar Modal Syariah menyebutkan bahwa Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) mencatat pertumbuhan saham syariah sebesar 15.5% pada rentang waktu Maret 2020 - April 2021. Jika dibandingkan dengan awal tahun 2020 sebelum pandemi, kondisi pertumbuhan jauh berbeda dengan ISSI mencatat minus 16.5%.
5. Sukuk Linked Wakaf (SLW)
Selain CWLS, Badan Wakaf Indonesia mengembangkan SLW yang merupakan singkatan dari Sukuk Linked Wakaf (SLW). CWLS dan SLW memiliki perbedaan prinsip dan cara berinvestasi. Jika CLWS merupakan produk wakaf, maka SLW adalah produk investasi. Selain itu, CWLS diterbitkan oleh pemerintah, sementara SLW diterbitkan oleh bank syariah sebagai mitra nazir.
Wakil Ketua BWI Imam Teguh Saptono memaparkan bahwa pihak-pihak yang terikat pada CSLW tidak mendapatkan imbalan dari wakaf tunai yang dikeluarkan, berbeda dengan SLW yang merupakan investasi di atas tanah wakaf.
Di Indonesia, masih banyak tanah wakaf yang belum dioptimalkan karena nazir kekurangan biaya untuk membangun dan mengelola aset. Di sisi lain, tanah wakaf tidak boleh dijual, diwariskan, dan dihibahkan. Maka dari itu, SLW hadir sebagai wadah untuk membiayai pembangunan di atas tanah wakaf.
Jadi, bagaimana? Sudahkah Anda menentukan pilihan investasi terbaik? Apapun investasinya, pilihlah yang sesuai syariah supaya menjadi manfaat untuk dunia dan akhirat, seperti berwakaf di Dompet Dhuafa yang bisa dimulai mulai dari Rp10.000.