Liputan6.com, Jakarta Sampah plastik masih menjadi pekerjaan rumah terbesar bagi masyarakat Indonesia. Berdasarkan data, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat dari 68,5 juta ton limbah sebanyak 11,6 juta ton adalah sampah plastik (2021). Angka tersebut naik hampir 60 persen dari 6,8 juta ton pada tahun 2017.
Pemerintah menyusun peta jalan transformasi ekonomi hijau yang menitikberatkan pada pengurangan penggunaan sampah plastik guna mencapai target menekan sampah plastik hingga 70 persen di tahun 2025.
Untuk itu dibutuhkan tindakan prioritas di seluruh ekosistem pengelolaan sampah termasuk pengurangan penggunaan plastik, inovasi kemasan, serta pemulihan, daur ulang, dan pengumpulannya sesuai dengan Peraturan Menteri LHK No.75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah.
Advertisement
Selain itu, produsen juga dituntut untuk membangun desain kemasan yang mendukung praktik ekonomi sirkular dimana dapat menjaga fungsi dari kemasan sekaligus mengurangi potensi timbulan sampah serta penggunaan plastik sekali pakai, sebagai contoh kemasan Galon Guna Ulang.
Karyanto Wibowo, Sustainable Development Director Danone Indonesia, menyampaikan sejumlah inisiasi Danone-AQUA dalam mendukung upaya Pemerintah Indonesia dalam menanggulangi sampah plastik.
“Dalam mengurangi kebocoran sampah plastik di laut, perusahaan secara konsisten mengimplementasikan pendekatan bisnis yang komprehensif dengan tiga fokus utama yaitu, pengembangan infrastruktur pengumpulan sampah plastik, edukasi bagi konsumen untuk turut bertanggung jawab atas sampah dan inovasi atas kemasan yang digunakan, termasuk kemasan galon guna ulang. Saat ini, 70 persen bisnis Danone-AQUA merupakan produksi air minum dengan kemasan galon guna ulang yang praktinya telah sepenuhnya sirkular,” katanya, Rabu (26/10/2022)
Sudah Digunakan 150 Juta Masyarakat
Dijelaskannya, saat ini, Kemasan Galon Guna Ulang AQUA telah digunakan hingga 150 juta masyarakat Indonesia. Melalui model bisnis guna ulang ini pihaknya berkomitmen untuk dapat menghadirkan produk air minum yang berkualitas sekaligus mengurangi timbulan sampah yang mungkin terjadi.
Kemasan Galon Guna Ulang dapat meminimalisir dampak terhadap lingkungan dengan lebih rendah karbon, serta lebih efisien dalam penggunaan air dan plastik.
"Dengan pengunaan selama bertahun-tahun oleh konsumen di Indonesia, tanpa disadari galon guna ulang telah membentuk budaya reduce dan reuse di Indonesia,” tambah Karyanto.
Sejalan dengan hal tersebut, Penelitian Lembaga Penyelidikan Ekonomi Masyarakat (LPEM) FEB UI menyatakan salah satu alasan konsumen memilih galon guna ulang adalah membantu meminimalisir dampak lingkungan.
“Riset menyatakan, bahwa tanpa penggunaan Galon Guna Ulang, 7 dari 10 konsumen akan beralih pada penggunaan kemasan sekali pakai. Dengan demikian, tentunya hal ini akan berpotensi meningkatkan timbulan sampah kemasan sekali pakai hingga 770.000 ton per tahun. Akibatnya, emisi sampah plastik akan bertambah hingga 1.655.500 ton per tahun,” papar Bisuk Abraham Sisungkunon, Peneliti Ekonomi Lingkungan, Lembaga Penyelidikan Ekonomi Masyarakat Fakultas Ekonomi Bisnis, Universitas Indonesia (FEB UI).
Advertisement
Kontribusi ke Ekonomi
Selain mengurangi dampak terhadap lingkungan, penggunaan Galon Guna Ulang juga berkontribusi positif bagi perekonomian bangsa melalui sumbangan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional hingga Rp 460 miliar.
Lebih lanjut, sektor Galon Guna Ulang juga mendorong penciptaan lapangan kerja nasional sebesar 16.732 yang berasal dari 13.316 kesempatan kerja langsung sebagai agen pemasaran produk, pekerja depo, supir truk distribusi hingga potensi penambahan 3.416 lapangan kerja tidak langsung dari sektor industri ini.
Wawan Some, Aktivis Lingkungan dari Komunitas Nol Sampah, menyatakan, pada prakteknya, dirinya sudah memahami bahwa galon guna ulang memiliki kontribusi dalam mengurangi kebocoran sampah plastik di lingkungan. Karena, dengan mengonsumsi air kemasan galon guna ulang, masyarakat secara tidak langsung menjalankan budaya reuse yang berdampak dalam mengurangi potensi sampah plastik.
"Mungkin kita sama - sama paham, bahwa sampah plastik dapat didaur ulang, namun butuh waktu dan biaya tambahan dalam proses pengumpulan dan penyortiran. Hal ini dikarenakan, industri menggunakan plastik yang berbeda saat membuat kemasan sehingga pengepul perlu memisahkan kemasan sekali pakai, label, dan juga tutupnya. Belum lagi keterbatasan titik pengumpulan, sehingga membuat sampah daur ulang yang harus diangkut berpotensi menyumbangkan emisi karbon,” paparnya.
Dengan adanya data dari LPEM UI justru semakin mempertegas bahwa Galon Guna Ulang memberikan kontribusi bagi ekonomi sirkular.
“Temuan ini dapat kami jadikan materi edukasi masyarakat dan advokasi pemerintah,” imbuh Wawan.