Sukses

Pemerintah Pastikan Kebijakan di Industri Tembakau Perhatikan Nasib Petani

Pemerintah menyatakan kebijakan yang berkaitan dengan tembakau harus memperhatikan seluruh elemen masyarakat yang terdampak, salah satunya para petani tembakau.

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah menyatakan kebijakan yang berkaitan dengan tembakau harus memperhatikan seluruh elemen masyarakat yang terdampak, salah satunya para petani tembakau.

Hal tersebut diungkapkan Asisten Deputi Pengembangan Agribisnis Perkebunan Kemenko Perekonomian Moch Edy Yusuf.

“Tembakau ini perlu mendapatkan perhatian karena mencakup kesejahteraan masyarakat banyak, khususnya petani tembakau. Pemerintah juga telah mendeklarasikan tembakau sebagai salah satu komoditas strategis nasional dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014," kata dia, dikutip Rabu (26/10/2022).

Terkait rencana revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan (PP 109/2012), hal ini dinilai perlu dikaji secara komprehensif.

“Yang penting adalah pengawasan. Misalnya, larangan rokok bagi anak-anak, ini harus ditegakkan. Kita perlu sadar bahwa kita perlu mendudukkan pada regulasi yang ada. Perlunya kebijakan yang menyeimbangkan antara aspek ekonomi, industri, dan kesehatan ” jelas Edy.

Sementara itu, Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar (Mintegar) Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Edy Sutopo senilai selama ini kebijakan yang diatur dalam PP 109/2012 sudah cukup baik, komprehensif, dan meletakkan berbagai kepentingan mulai dari ekonomi, kesehatan, penyerapan tenaga kerja pada titik yang optimal.

Sedangkan jika aturan diperketat hingga pada tingkat pelarangan, lanjut Edy, industri hasil tembakau akan kolaps. Alih-alih berhenti merokok, masyarakat justru akan beralih ke produk tembakau ilegal. Oleh karenanya, Edy mendorong peningkatan pengawasan dibanding revisi regulasi yang sudah ada.

“Kalau kebijakan rokok ini diperketat, industri rokok dapat mati. Apakah perokok akan berhenti merokok? Tentu tidak. Dampak negatif akan kita terima, sedangkan dampak positifnya kita tidak akan mendapatkan,” papar Edy.

 

 

2 dari 3 halaman

Hadapi Resesi Global, Industri Tembakau Harap Cukai 2023 Tak Jadi Beban

Beberapa lembaga internasional memprediksi dunia akan mengalami resesi global pada 2023. Kondisi ekonomi yang rentan ini membuat berbagai negara, termasuk Indonesia, melakukan berbagai langkah mitigasi untuk menghindari kondisi tersebut.

Ekosistem pertembakauan sebagai salah satu lingkup industri andalan yang berkontribusi terhadap penerimaan negara, tak bisa disangkal memiliki peran signifikan sebagai salah satu unit penyangga perekonomian.

Kinerja cukai hasil tembakau (CHT) pada semester I 2022 mencapai Rp118 triliun dan CHT sendiri secara historis menyumbang sekitar 95 persen dari total pendapatan cukai.

Bahkan untuk tahun depan, pemerintah menargetkan pendapatan cukai sebesar Rp 245,45 triliun. Target tersebut naik 11,6 persen dibandingkan yang ditetapkan dalam Perpres 98/2022.

Melihat sumbangsih dan target penerimaan negara yang dibebankan kepada komoditas tembakau, Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) menilai bahwa ekosistem pertembakauan semestinya mendapat perlindungan dan keberpihakan pemerintah. Saat ini kelangsungan IHT terancam lewat berbagai regulasi pertembakauan yang tidak berimbang dan eksesif.

Sekjen AMTI Hananto Wibisono menekankan bahwa ada lebih dari 6 juta masyarakat yang menggantungkan hajat hidupnya secara langsung pada kelangsungan ekosistem pertembakauan di Indonesia.

"Maka, ketika dihadapkan pada berbagai proyeksi kondisi global, ekosistem pertembakauan seharusnya mendapatkan perlindungan bahkan didorong, diberi kesempatan untuk tumbuh. Pemerintah seharusnya bisa dan punya andil untuk menjadikan ekosistem pertembakauan nasional sebagai segmen industri padat karya yang lebih maju, memiliki nilai tambah, berdaya saing global dan menjangkau SDM yang lebih banyak," kata Hananto, Senin (24/10/2022) di Jakarta.

3 dari 3 halaman

Gelombang PHK

Dalam konteksi tenaga kerja, Hananto mencontohkan, ketika gelombang PHK mulai dirasakan sejak pandemi hingga awal 2022, ekosistem pertembakauan melalui segmen Sigaret Kretek Tangan (SKT) justru tetap menyerap tenaga kerja dalam dua tahun terakhir.'

Nilai lebihnya, tenaga kerja baru 95 persen adalah perempuan atau ibu-ibu yang mengambil peran sebagai tulang punggung keluarga.

"Perlu disadari bahwa ancaman resesi tidak hanya berkaitan dengan kontraksi pertumbuhan ekonomi namun juga berkurangnya lapangan pekerjaan. Realitanya, elemen ekosistem pertembakauan yakni segmen SKT justru masih mampu berkontribusi menyerap tenaga kerja. Oleh karena itu, kami berharap pemerintah dapat menunjukkan komitmen keberpihakannya. Salah satunya dengan memberikan perlindungan pada SKT sebagai elemen penting ekosistem pertembakauan," Hananto menjelaskan.

Di antaranya dengan menunda kebijakan CHT sebagai stimulus terhadap ekosistem pertembakauan termasuk kepada segmen SKT.

Di sisi lain, kenaikan harga kebutuhan pokok dan daya beli masyarakat yang belum pulih sepenuhnya, lanjut Hananto, bisa menjadi parameter perekonomian bagi pemerintah untuk untuk tidak menaikkan CHT 2023 demi melindungi 6 juta tenaga kerja pada elemen mata rantai ekosistem pertembakauan.

"Mulai dari petani yang saat ini menghadapi tantangan kondisi cuaca hingga harga pupuk, membuat panen tidak maksimal. Pekerja yang dihantui oleh bayang-bayang pengurangan tenaga kerja, pabrikan dan industri yang sedang sekuat tenaga menjaga kestabilan operasional, pedagang UMKM dan retailer kecil yang sedang bangkit hingga konsumen yang berupaya memulihkan daya beli akan merasakan dampak secara langsung dan menyeluruh akibat naiknya tarif CHT. Jangan sampai kebijakan CHT di tengah kondisi inflasi dan ancaman resesi justru mematikan seluruh penghidupan di ekosistem pertembakauan," tegas Hananto.