Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah bank di Indonesia bahkan di dunia masih terus memberikan kucuran kredit atau pembiayaan kepada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan baku batu bara. Padahal banyak pihak meminta bank tidak mendanai PLTU demi menjaga bumi.
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira pun menjelaskan alasan dari bank ini. Salah satunya adalah rate of return atau laju pengembalian dana pinjaman yang masih tinggi.
Baca Juga
"Imbal hasilnya masih tinggi ya dibandingkan rata-rata pasar," ujar Bhima kepada wartawan, Jakarta, Rabu (26/10/2022).
Advertisement
Selain itu, sebagian besar PLTU dianggap bisa mengembalikan pinjaman tersebut. Padahal hal tersebut merupakan persepsi yang salah karena memang sebagian besar PLTU mendapat bantuan dari pemerintah sebagai penjaminnya. Termasuk PLN di Indonesia.
"Dan ini persepsi yang salah yang perlu kita luruskan, dianggapnya PLN tidak pernah bangkrut. Jadi selalu ada APBN yang akan membackup," terang Bhima.
"Tapi kita lihatlah bagaimana subsidi negara yang kemudian keluar, PLN tiap tahunnya keluar, bahkan pas Covid-19 kemarin pengeluaran untuk membantu PLN juga tidak kecil.Kemudian, proyek yang dikerjakan pemerintah saja yang sifatnya jelas komersil bukan subsidi seperti kereta cepat - jakarta bandung misalnya," lanjut dia.
Padahal ini ini sebenarnya sangat berbahaya. Ia pun menjelaskan saat PLN mengalami krisis energi di awal tahun ini. Pemerintah pun kemudian turun tangan dengan pelarangan ekspor batu bara.
Sejauh ini banyak juga bank yang berkilah telah membiayaan proyek PLTU baru bara. Mereka mengatakan bahwa pembiayaan bukan ke proyek tetapi ke perusahaan.
"Kita nggak membiayai kok soal PLTU, kita membiayai korporasinya karena di dalam korporasi itu ada banyak sekali unit bisnis yang salah satu diantaranya pembangkit listrik berbahan fosil. Itu salah satu trik mereka sehingga mereka terkesan sebenarnya maju kepada energi bersih, karena mereka tidak membiayai secara spesifik perusahaan batu bara," tandas dia.
ADB Tawarkan Mekanisme Pensiunkan PLTU ke PLN, Gimana Caranya?
Kementerian Badan Usaha Milik Negara melalui PT PLN (Persero) terus mendorong transisi energi guna mencapai target Net Zero Emission (NZE) pada 2060 mendatang.
Komitmen tersebut diperkuat dengan dukungan yang terus diperoleh dari Asia Development Bank (ADB) melalui skema Energy Transition Mechanism (ETM).
Wakil Menteri BUMN I Pahala Nugraha Mansury menilai prinsip Indonesia dalam transisi energi tetap mengedepankan keterjangkauan dan sustainability bagi masyarakat.
"Tentu saja, ketika kita bicara energi bersih kita tidak bisa meninggalkan masyarakat. Untuk itu, kolaborasi dari sisi investasi, teknologi maupun kerja sama studi perlu terus dilakukan untuk mempercepat tercapainya target dekarbonisasi," ujar Pahala dalam keterangannya, Selasa (18/10/2022).
Salah satu proyek transisi energi yang digarap oleh pemerintah Indonesia dengan skema ETM ini adalah early retirement Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Untuk bisa memensiunkan PLTU, PLN tentu butuh dana yang tidak sedikit. Oleh karena itu, ETM hadir sebagai salah satu strategi pembiayaan untuk memensiunkan PLTU lebih awal.
Â
Advertisement
Peta Jalan PLN
Di sisi lain, Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menjelaskan PLN sudah menyiapkan peta memensiunkan PLTU untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060.
Mekanisme pensiun dini pada PLTU batu bara akan dilaksanakan secara bertahap baik berupa secara natural maupun pemensiunan lebih cepat (early retirement) dan menggantinya dengan EBT.
"Tak hanya memensiunkan PLTU eksisting, sesuai peta jalan menuju NZE 2060, PLN juga tidak akan melakukan pembangunan PLTU baru, kecuali penyelesaian pembangunan saat ini yang sudah dalam tahap konstruksi," ungkap Darmawan.