Liputan6.com, Jakarta Kementerian Keuangan melalui Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) menawarkan kerja sama pengelolaan 13 aset milik negara. Melalui kolaborasi ini diharapkan menciptakan nilai tambah atau manfaat dari optimalisasi aset negara.
"LMAN menginisiasi terobosan optimalisasi aset negara melalui skema kerja sama yang melibatkan investor swasta maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau yang dikenal dengan sebutan skema arranger," kata Direktur Utama LMAN Basuki Purwadi dalam acara LMAN Investor Gathering di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Kamis (27/10).
Dalam skema ini, investor dapat menanamkan investasi atas aset-aset negara berupa properti, tanah maupun kawasan yang dikelola oleh LMAN sendiri maupun aset negara yang dikelola oleh Kementerian/Lembaga, BUMN, Badan Layanan Umum (BLU) maupun Pemerintah Daerah yang telah melakukan kerjasama konsultansi pengembangan aset dengan LMAN.
Advertisement
Aset yang dikerjasamakan juga memiliki status kepemilikan negara yang sah menurut hukum, dan tidak dalam sengketa, sehingga memberikan jaminan kepastian dan keamanan untuk berinvestasi.
"Atas aset-aset negara tersebut, LMAN menyusun kajian pengembangan dan pemanfaatan aset yang mencakup analisis keuangan, studi kelayakan, analisis pemanfaatan terbaik, dan proyeksi tingkat pengembalian nilai investasi dan keuntungan," ucapnya.
Bagi calon investor yang berminat bekerjasama atau memerlukan informasi lebih lanjut, dapat menghubungi Kepala Divisi Pengembangan dan Pendayagunaan I Saudara Yanuar Utomo (081287759797), dan Kepala Divisi Pengembangan dan Pendayagunaan II Saudari Yekti Pratiwi (081289134793).
Daftar 13 Aset Negara yang Ditawarkan
Basuki menyampaikan, aset negara yang berpotensi untuk dikerjasamakan berjumlah 13 (tigabelas) aset. Berikut rinciannya:
1. Kawasan Royal Golf Ciperna di Cirebon, Jawa Barat dengan nilai investasi biaya pengembangan Rp48.263.820.127
2. Aset Kali Besar Timur di Taman Sari, Jakarta Barat dengan nilai investasi biaya pengembangan Rp25.356.262.500
3. Aset Ruko Cengkareng, Jakarta Barat dengan nilai estimasi sewa Rp290.000 sampai Rp326.000 per m2.
4. Aset Kebon Besar Cilandak, Jakarta Selatan.
5. Aset Kerjasama Apartemen. Terdiri dari Apartemen Puri Casablanca, Apartemen Taman Anggrek, Apartemen Grand Tropic, Kondominium Menara Kelapa Gading, Apartemen Kemang Jaya, dan Apartemen Hayam Wuruk.
6. Aset Kerjasama Ruko. Rinciannya, Ruko Bintaro 1, Ruko Green Garden, dan Ruko Majapahit Dalam.
7. Aset Kilang LNG Arun di Lhokseumawe, Aceh.
8. Aset Kilang LNG Badak di Kota Bontang, Kalimantan Timur.
9. Aset Tanah di Kota Balikpapan Kalimantan Timur
10. Aset Lahan Perkebunan Bank Indonesia di Desa Muaral, Caringin Bogor, Jawa Barat.
11. Aset Lahan untuk Pengembangan Hanggar MRO – Balai Besar Kaliberasi Fasilitas Penerbangan (BBKFP) di Jalan Raya PLP Curug, Tangerang, Banten.
12. Aset Lahan Kawasan Bandara Internasional Juwata Tarakan di kota Tarakan, Kalimantan Utara.
13. Aset RSUP Persahabatan Jakarta, Jakarta Timur.
Advertisement
DJKN: Aset Negara 2022 di LKPP Capai Rp 5.900 Triliun
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) merupakan bentuk pertanggungjawaban keuangan Pemerintah atas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Direktur Jenderal Kekayaan Negara, Rionald Silaban menyebutkan bahwa tahun ini total aset Pemerintah sebesar Rp11.454 triliun, dan aset tetapnya di kisaran Rp 5.900 triliun.
“Di LKPP-nya ada aktiva dan kewajiban, dan dari aktiva itu kalau yang ditanya aset tetap dan aktiva sekitar Rp 11.454 triliunan, dan aset tetapnya sekitar Rp 5.900 triliun di catatan saya,” kata Rionald dalam konferensi pers Peran Strategis Profesi Penilai, Jumat (14/10/2022).
Dalam kesempatan yang sama Direktur Penilaian Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan (DJKN Kemenkeu) Arik Haryono , menambahkan, Pemerintah itu memiliki LKPP sejak tahun 2004, kemudian evaluasi aset dilakukan pada Agustus 2007, dulu asetnya minus Rp 300 triliun. Namun sekarang nilai aset tetap sudah di kisaran Rp 5.900 triliun.
“Kita kan punya LKPP tahun 2004, Kemudian kita melaksanakan evaluasi aset pada saat itu Agustus 2007 dari minus Rp 300 triliun dan kemudian saat ini nilainya sudah di atas Rp 5.000 triliun ini terkait dengan nilai asetnya,” ujar Arik.
Arik menjelaskan, nilai aset Pemerintah dulu yang masih minus tersebut dikarenakan penilai masih menggunakan logika berpikir yang sederhana yakni menggunakan nilai perolehan dalam jangka waktu yang tidak sesuai dengan pasar.
“Tentunya apa yang dilakukan rekan-rekan logika berpikirnya sudah bertambah karena pada saat-saat sebelumnya menggunakan nilai perolehan yang diperoleh dalam jangka waktu jauh sendiri, kemudian kita lakukan sesuai dengan pasar. Misalnya tanah dulu dibeli kurang dari Rp 50 ribu (per meter persegi) sekarang menjadi sekian juta. Kini terkait evaluasi mencerminkan pasar,” ujarnya.
Lanjut Arik mengatakan, penilaian LKPP Barang Milik Negara (BMN) merupakan kebijakan yanag dituangkan dalam Perpres, dan pihaknya sudah melakukan dua kali penilaian mengenai aset Pemerintah tersebut.
“Untuk nilai aset pemerintah ada di LKPP, cuman penilaian untuk LKPP BMN itu adalah merupakan kebijakan dan dituangkan dalam Perpres kita sudah melakukan 2 kali penilaian, ada jangka waktunya 5 tahun, tidak bisa serta merta setiap hari melakukan penilaian dan itu harus disetujui oleh BPK,” pungkasnya.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com