Sukses

Buruh Geruduk Kemenkes Besok, Tuntut Menteri Kesehatan dan Kepala BPOM Mundur

Kelompok buruh berencana menggeruduk kantor Kementerian Kesehatan pada Jumat 28 Oktober 2022, besok. Aksi itu akan menuntut Mneteri Kesehatan dan Kepala BPOM untuk mundur.

Liputan6.com, Jakarta Kelompok buruh berencana menggeruduk kantor Kementerian Kesehatan pada Jumat 28 Oktober 2022, besok. Tuntutannya adalah mengusut kejadian gagal ginjal akut yang merenggut ratusan nyawa anak-anak.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menuntut Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin membentuk tim pencari fakta guna mengusut kasus tersebut. Dia menyebut akan membawa sekirtar 300 buruh ke depan kantor Kemenkes.

"Adapun massa aksi yang besok akan melakukan unjuk rasa berasal dari Jabodetabek," ujar Said Iqbal dalam keterangannya, Kamis (27/10/2022).

Dalam aksi tersebut, para buruh akan menyuarakan 5 tuntutan. Pertama, usut tuntas kasus meninggalnya 143 anak-anak akibat gagal ginjal akut. Kedua, mendesak Menteri Kesehatan dan Kepala BPOM mengundurkan diri.

Ketiga, mendesak dilakukan investigasi terpadu terhadap industri obat-obatan yang diduga menjadi penyebab gagal ginjal akut. Keempat, bentuk tim pencari fakta nasional. Dan tuntutan yang terakhir adalah, meminta kejadian ini ditetapkan sebagai KLB gagal ginjal akut.

"Bilamana tuntutan buruh tidak dikabulkan, kami akan melakukan aksi yang lebih besar serentak di 34 provinsi," kata pria yang menjabat Presiden Partai Buruh ini.

Dia menduga industri farmasi mengambil peran negatif dalam kasus gagal ginjal akut ini. Oleh karena itu, harus dibentuk tim pencari fakta nasional untuk melakukan investigasi terhadap industri farmasi yang mengeluarkan obat-obatan.

"Yang diduga menjadi penyebab kematian anak-anak akibat gagal ginjal," tegasnya.

 

2 dari 4 halaman

Keluarga Korban Bisa Tuntut Kemenkes dan BPOM

Pakar hukum dari Firma Hukum Dalimunthe & Tampubolon Lawyers (DNT Lawyers), Pahrur Dalimunthe mengatakan bahwa pihak keluarga pasien gagal ginjal akut dapat melayangkan gugatan. Baik terhadap Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) maupun produsen obat sirup yang tercemar senyawa kimia yang diduga jadi penyebab terjadinya GGA.

Caranya, jelas Pahrur, dengan gugatan melawan hukum (PMH). Di luar negeri biasa disebut dengan Tort. Keduanya memiliki prinsip yang sama.

"Indikator PMH itu diatur di Pasal 1365 KUH Perdata. Intinya antara lain seseorang bisa diguga PMH jika si pelaku melanggar hukum yang diwajibkan padanya, dan menimbulkan kerugian bagi orang lain," kata Pahrur saat berbincang dengan Liputan6.com dalam sebuah kesempatan.

"Sekarang kita uji, apakah ada kewajiban hukum yang dilanggar oleh BPOM? Kalau ada bisa digugat," dia menambahkan.

 

3 dari 4 halaman

Kewajiban BPOM

Menurut Pahrur, ada. Sebab, berdasarkan Pasal 3 Ayat 1 Huruf (d) dan Pasal 3 Ayat 2 Peraturan Nomor 80 tahun 2017 tentang BPOM, BPOM memiliki kewajiban untuk mengawasi obat sebelum dan sesudah beredar.

"BPOM dalam pasal itu wajib menjamin obat yang beredar memenuhi standar dan persyaratan keamanan," katanya.

Jadi, jika ada obat yang beredar dan sudah ada izin BPOM lalu ternyata obat itu melewati batas zat yang ditentukan, bahkan berujung pada kematian, Pahrur mengatakan bahwa BPOM bisa digugat.

"Ya, karena tidak menjalankan kewajibannya menjamin keamanan obat yang beredar," ujarnya.

"Jadi, menurut saya, konsumen bisa saja menuntut BPOM dan produsennya karena kasus gagal ginjal ini," Pahrur menambahkan.

 

4 dari 4 halaman

Perusahaan Bisa Ditutup

Kasus gagal ginjal akut semakin meningkat. Data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) pada Kamis, 27 Oktober 2022 menyatakan bahwa kasus gagal ginjal akut tembus 269 kasus.

Dalam konferensi pers yang dilakukan pada hari ini, Juru Bicara Kemenkes RI, dr Mohammad Syahril mengungkapkan sebanyak 157 anak meninggal dunia, 73 anak dalam proses perawatan, 39 anak dinyatakan sembuh.

Penyebab yang awalnya tampak misterius, pada akhirnya terkuak ketika BPOM RI menarik lima obat sirup pada 20 Oktober 2022.

BPOM menyebut obat-obatan itu mengandung tiga senyawa berbahaya, yaitu Etilena Glikol (EG), Dietilene Glikol (DEG), dan Etilena Glikol Butil Eter (EGBE). Cemaran EG pada sirop tersebut melebihi ambang batas yang sudah ditentukan.

Etilena Glikol kerap dipakai sebagai bahan campuran pendingin mesin. Sementara Dietilene Glikol merupakan senyawa yang biasa digunakan sebagai pelarut yang jika dikonsumsi bisa menyebabkan gangguan ginjal.

Dalam siaran langsung di Instagram pada Sabtu, 22 Oktober 2022, pakar farmakologi dan farmasi klinik UGM, Prof Zullies Ikawati mengatakan bahwa pada dasarnya, baik EG maupun DEG, tidak boleh ditambahkan pada obat atau makanan.

"Karena sifatnya beracun, memang bukan untuk dimakan. Biasanya untuk permesinan seperti radiator," katanya.

Jika sudah begini, siapa yang harus bertanggung jawab terhadap adanya keberadaan zat berbahaya dalam obat yang beredar? Apakah perusahaan farmasi yang memproduksi dan mengedarkan obat-obat sirup tersebut dapat dipidana?

Pahrur, mengatakan,"Sejatinya penyidik bisa menggunakan Pasal 196 UU Kesehatan untuk menjerat perusahaan farmasi yang nakal.".