Liputan6.com, Jakarta - Investasi bodong kembali menjadi topik hangat belakangan ini, banyak masyarakat dirugikan oleh investasi berkedok robot trading. Terbaru, kasus dugaan investasi bodong Robot Trading Net89 yang melibatkan lima publik figur yaitu Atta Halilintar, Taqy Malik, Adri Prakarsa, Kevin Aprilio, dan Mario Teguh.
Meski saat ini ada banyak pelaku yang sudah ditangkap dan diproses hukum. Tapi masih banyak masyarakat yang tergiur oleh investasi bodong tersebut. Perencana Keuangan Safir Senduk menjelaskan, investasi bodong itu adalah sebuah investasi dimanapun diadakannya untuk mencuri uang investor.
Baca Juga
“Jadi ketika pertama kali didirikan sudah masuk ingin mencuri uang investornya” jelas Safir Senduk kepada Liputan6.com seperti ditulis Senin (31/10/2022).
Advertisement
Safir Senduk selalu mengingatkan bahwa investasi itu ada dua jenisnya yaitu, bisnis dan produk keuangan. Ia menegaskan bahwa investasi bodong tidak hanya melalui ke investasi biasa tentu bisa saja melalui bisnis.
“Bisnis kadang- kadang awalnya diajak bisnis temen jalan dengan baik, tapi lama-lama hilang komitmen, akhirnya ditipu dan dibawa lari, walaupun niatnya ga dari awal, tapi itu investasi bodong juga,” kata dia.
Agar Tidak Tertipu Investasi Bodong
Ada beberapa ciri- ciri yang harus diwaspadai terharap tawaran investasi yang kemungkinan adalah bodong.
Pertama adalah investasi yang memiliki imbal hasil tinggi. Sebagai gambaran saat ini bunga deposito berada di kisaran 4 persen per tahun. Jadi jika ada investasi dengan nilai imbal hasil hingga pilihan persen per bulan sebaiknya dipikir ulang.
Kedua, produk investasi biasanya sifatnya bertumbuh dan rutin. Hal ini bisa menjadi perhatian karena investasi biasanya tidak tetap.
“Contohnya ada yang menawarkan beli saham, emas, dengan pendapatan hingga 10 persen. Jika investasinya berupa income agak sulit dengan mendapatkan 5 persen sampai 6 persen per bulan. Misal produk-produk yang menjanjikan pendapatan tetap atau signifikan 5 persen secara rutin,” kata Safir.
Ciri Lain
Ketiga, penawaran penitipan uang dan terkunci. Tanda-tanda ini harus waspada walaupun tidak semua investasi kunci di pihak lain bohongan.
“contoh kita buka deposito di bank, itu sebenarnya uang kita dikunci oleh bank, tapi beda case dengan investasi bodong, bank sudah terpercaya. Jadi uang kita yang menawarkan titip di dia, maka kecurigaan kita harus bertambah, jadi cara menilainya” kata Safir.
Keempat legalitas. Bagaimana cara membedakannya, Safir Senduk mengatakan ada 3 ukurannya jika investasi tersebut Legal yakni, Legal dalam hal badan usaha minimal PT, Harus memiliki izin dan pengawasan oleh OJK, memiliki direct selling atau (MLM) harus memiliki izin asosiasi penjual langsung khusus produk keuangan.
Kelima pahami skema dalam investasi. Harus memiliki banyak rasa penasaran dalam investasi dengan penawaran tinggi dan memiliki penjelasan yang masuk akal terhadap investor tersebut.
Advertisement
Tips agar Tidak Tertipu Investasi Bodong
Belakangan ini Trend pada investasi bodong kembali mencuat, kasus Investasi bodong di Indonesia terus merugikan masyarakat dan masih marak terjadi. salah satunya Judi online berkedok trading.
Aplikasi- aplikasi investasi di playstore atau appstore saat ini memang marak, bahkan Skema ponzi berkedok robot trading adalah investasi yang dananya dikelola oleh software atau mesin, dimana dana tersebut di tredingkan turun naiknya secara sistem otomatis.
“Pada prakteknya trading tidak selalu untuk juga untung rugi, jadi sebetulnya robot trading ini mengambil uang dari investor baru ngasih uang ke investor lama dan bilang ke investor lama selamat kamu mendapat 1 persen hari ini,” kata Safir.
Safir Senduk pun memberikan beberapa tips agar masyarakat lebih waspada terhadap investasi bodong.
Pertama, Lihat presentasi bisnis investasi tersebut, jika menawarkan investasi secara tinggi harus lebih banyak bertanya dan peka terhadap tawaran dana investasi tersebut
Kedua, harus memiliki izin pengawasan dari lembaga pengawasan atau OJK
Terakhir, jangan masukan uang banyak atau tergiur tawaran dari investasi yang meragukan, tidak perlu melihat resikonya.
Reporter: Firda Makarimah