Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta jajarannya untuk bersiap menghadapi berbagai tantangan yang sudah menanti di depan, salah satunya resesi global.
Sri Mulyani tak ingin insan Kementerian Keuangan justru menjadi sumber masalah ketika menghadapi berbagai tantangan yang tengah dihadapi bersama.
Baca Juga
"Kementerian Keuangan harus menjadi instrumen yang mencari jawaban dari berbagai tantangan ke depan. Tidak boleh Kementerian Keuangan menjadi sumber masalah," kata Sri Mulyani dalam Upacara Peringatan Hari Oeang RI Ke-76 di Kompleks Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Senin (31/10).
Advertisement
Sri Mulyani menuturkan komitmen untuk bekerja sama dan bekerja cerdas menjadi kunci Kementerian Keuangan dalam menghadapi berbagai tantangan. Sumber Daya Manusia (SDM) di Kementerian Keuangan harus ditingkatkan.
Mengingat di depan sudah ada beragam tantangan yang siap datang. Salah satunya, kondisi geopolitik dan resesi global yang tidak akan mudah diatasi.
"Kita pernah merasakan gejolak keuangan 97-98, gejolak naik turun harga komoditas, krisis 2008-2009 dan kita sekarang ada di kondisi geopolitik dan resesi global. Ini bukan sebuah tantangan yang mudah," ungkapnya.
Tak hanya resesi global di tahun depan, tantangan perubahan iklim juga sudah menanti. Apalagi perubahan iklim bisa juga mengganggu keuangan negara hingga kesejahteraan masyarakat.
Begitu juga dengan perkembangan teknologi digital yang berubah dengan cepat. Berbagai hal tersebut kata dia, harus bisa direspon dengan baik oleh Kementerian Keuangan sebagai pengelola keuangan negara.
"Ini harus direspon sebagai pengelola keuangan negara," kata dia.
Maka, lanjut dia, insan Kementerian Keuangan harus bisa memperbaiki daya analitik, bekerja sama, sinergi kolaborasi dan pola pikir. Kementerian Keuangan harus bisa menjadi solusi dari berbagai tantangan yang akan dihadapi.
"Insan Kementerian Keuangan ini harus perbaiki analitik dan kerja sama, sinergi, kolaborasi dan maindset. (Karena) kita adalah bagian dari solusi," pungkasnya.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Ekonomi Indonesia Masih Kuat Lawan Resesi, Masyarakat Jangan Panik!
Masyarakat perlu melakukan perencanaan keuangan yang baik guna mengantisipasi dampak dari ancaman gejolak ekonomi, menyusul adanya prediksi World Bank yang menyebutkan sejumlah negara mengalami resesi 2023.
Ancaman resesi muncul setelah bank sentral di sejumlah negara dikabarkan akan menaikkan suku bunga acuan guna menekan laju inflasi yang tidak sejalan dengan pertumbuhan ekonomi.
Research Director Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah, mendorong masyarakat untuk tetap melakukan perencanaan keuangan dengan baik dan tidak merespon semua informasi secara berlebihan, terlebih sampai menimbulkan kepanikan seperti yang terjadi pada krisis moneter tahun1997-1998 di mana terjadi rush money karena masyarakat menarik uang secara besar-besaran.
“Perencanaan keuangan adalah hal penting. Namun, saya yakin ekonomi Indonesia masih kuat menghadapi ancaman resesi yang terjadi di negara lain. Jadi yang paling penting adalah peran dari regulator, ekonom dan pihak terkait menjelaskan bagaimana sebenarnya kondisi perekonomian Indonesia,” jelas Piter dikutip Kamis (27/10/2022).
Dia mendorong masyarakat tetap melakukan aktivitas ekonomi dan melakukan perencanaan keuangan yang tepat, baik melalui perbankan maupun instrumen investasi lainnya.
Perencanaan keuangan dapat dilakukan dengan mengenali profil risiko masing-masing dan melihat ketersediaan pendanaan yang ada serta memperhatikan faktor risiko yang muncul seperti kerugian, kerusakan hingga kehilangan.
Penggunaan jasa perbankan, selain aman dapat mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pemerataan penyaluran kredit, sehingga peran dana masyarakat di bank dalam memperkuat ketahanan nasional menghadapi ancaman resesi juga semakin besar.
Advertisement
Risiko Gagal Bayar Bank
Sedangkan terkait risiko gagal bayar bank, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah menjamin dan mengawasinya. LPS memiliki kewenangan untuk menjamin simpanan nasabah, sehingga aset masyarakat terjamin keamanannya.
Dia mengatakan semakin tinggi tingkat literasi, kemampuan masyarakat menyusun perencanaan keuangan melalui sejumlah instrumen investasi akan semakin baik karena ada pemahaman terhadap risiko dari produk investasi.
“Jadi edukasi dan literasi keuangan itu harus terus dilakukan semaksimal mungkin agar masyarakat bisa lebih memanfaatkan jasa sektor keuangan bagi dirinya, dan secara umum bermanfaat bagi perekonomian,” jelasnya di Jakarta, pekan ini.
Di sisi lain, sebagai regulator dan pengawas sektor jasa keuangan, Piter menilai OJK cukup baik dalam mendorong literasi keuangan, sehingga diharapkan dapat meminimalisir kesalahan masyarakat dalam perencanaan keuangan.
Berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tahun 2019, tingkat literasi keuangan dan inklusi keuangan 2019 masing-masing mencapai 38,03 persen dan 76,19 persen.
Angka tersebut di atas target yang telah ditetapkan pemerintah dalam Peraturan Presiden No. 82 tahun 2016 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) sebesar 75 persen untuk tingkat inklusi keuangan. Target tingkat literasi keuangan yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden No. 50 tahun 2017 tentang Strategi Nasional Perlindungan Konsumen sebesar 35 persen juga telah terlampaui.
“Dengan program yang sudah terencana dengan baik dan tepat sasaran, OJK akan dapat mencapai target inklusi keuangan sebesar 90 persen tahun 2024, sesuai dengan yang diamanatkan dalam Perpres Nomor 114 Tahun 2020 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif,” jelasnya.