Sukses

Jadi Penopang Ekonomi, Industri Hulu Migas Belum Sunset

Sebagai industri penopang pertumbuhan ekonomi, seluruh pihak harus ikut mewujudkan target 1 juta barrel minyak per hari dan 12 miliar standar kaki kubik gas per hari pada tahun 2030.

Liputan6.com, Jakarta - Industri hulu migas masih menjadi penopang pertumbuhan ekonomi Indonesia. Oleh sebab itu, industri hulu migas Indonesia bukan merupakan industri sunset.

Begawan migas yang juga Menteri Pertambangan dan Energi periode 1978-1988 Profesor Soebroto menjelaskan, sebagai industri penopang pertumbuhan ekonomi, seluruh pihak harus ikut mewujudkan target 1 juta barrel minyak per hari dan 12 miliar standar kaki kubik gas per hari pada tahun 2030.

"Termasuk juga pemegang kepentingan daerah atau Kepala Daerah," jelas Soebroto, dikutip dari keterangan tertulis, Senin (31/10/2022).

“Selamat berjuang, industri ini masih menjadi penopang pertumbuhan ekonomi Indonesia dan, industri migas bukanlah sunset industri, tapi sunrise industri,” tambah Soebroto.

Pria yang saat ini menginjak usia 99 tahun itu juga mengajak SKK Migas, KKKS dan stakeholder migas dan masyarakat, untuk tetap bersemangat menuju Indonesia Emas 2045.

Sedangkan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto mengatakan, industri hulu minyak dan gas bumi (hulu migas) di Indonesia masih sangat besar.

Terutama untuk potensi gas karena dalam beberapa waktu ke depan akan ada beberapa proyek yang selesai pembangunannya.

Dwi bercerita, Indonesia saat ini memang merupakan net importir untuk minyak bumi. Saat ini produksi Indonesia kurang lebih 650 ribu barel per hari. Sedangkan kapasitas kilang yang ada mencapai 1 juta barel per hari. Artinya Indonesia masih memenuhi sekitar 40 persen minyak dan impor.

"Berbeda, kalo gas kita ekspor. Potensi ke depan akan banyak di gas," kata dia.

2 dari 3 halaman

Proyek yang Jalan

Ia pun menjabarkan beberapa proyek yang sudah siap lepas landas.  Salah satunya adalah proyek strategis nasional Jambaran Tiung Biru (JTB) di Bojonegoro, Jawa Timur. Proyek ini sudah masuk tahap penyaluran gas perdana (gas in) pada Juli 2022.

Diproyeksikan  lapangan ini menjadi salah satu calon penghasil gas terbesar di Indonesia dengan produksi sales gasnya yang mencapai 192 Million Standard Cubic Feet per Day (MMSCFD).

"Selain itu masih ada Proyek Stategis Nasional Tangguh yang juga onstream kuartal I 2023 dan di Masela yang mampu produksi 9,5  ton per tahun," kata Dwi Soetjipto.

Untuk itu, ia pun mengajak industri hulu migas untuk bersama sama mengembangkan potensi yang ada ini demi kemandirian energi di Indonesia. 

3 dari 3 halaman

Energi Bersih

Pengamat energi dari Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan, kebutuhan energi yang bersumber dari minyak dan gas terus meningkat. Saat ini saja Indonesia adalah net importir minyak dari sejak tahun 2004.

"Oleh karena itu di era transisi energi pemerintah harus meningkatkan produksi minyak agar bisa mengurangi impor minyak, sehingga negara memiliki ruang yang lebih luas untuk mengalokasikan pembiayaan energi terbarukan”, kata dia.

Mamit mengatkan bahwa industri hulu migas perlu dukungan besar dari berbagai stakeholders agar kekayaan alam migas dapat dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat sesuai dengan amanat dari UUD 1945.

Pada sisi lain Industri hulu migas mampu bertransformasi dalam menuju energi yang lebih bersih, dengan cara melakukan efisiensi energi maupun mengembangkan potensi bisnis CCS/CCUS.

Bahkan kedepan, jika bisnis CCS/CCUS sudah sanga dominan, justru industri hulu migas telah berubah menjadi industri bersih, karena membantu menyerap dan menyimpan CO2 yang dikeluarkan oleh industri lain, seperti industri semen, industri besi baja dan lainnya.

“Hal yang mendesak adalah revisi UU Migas untuk segera dibuat dalam rangka melindungi  keberlangsungan Industri Hulu Migas dan multiplier effect. Perlu adanya political will dari semua pihak”, tegas Mamit.