Sukses

Kedelai Mahal, Harga Tahu dan Tempe Melonjak

Harga tempe dan tahu terpantau melambung tinggi. Setianto melaporkan, harga tempe per Oktober sebesar Rp 12.667 per kg, naik dari bulan sebelumnya Rp 12.421 per kg.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, harga beras, tempe dan tahu terpantau merangkak naik pada Oktober 2022. Itu berkebalikan dengan harga komoditas pangan lain yang justru mengalami deflasi pada bulan tersebut.

"Di tengah menurunnya harga beberapa komoditas, harga beras, tempe dan tahu mengalami kenaikan," kata Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Setianto, Selasa (1/11/2022).

Setianto menyampaikan, harga beras memang konsisten melonjak sejak Juli 2022. Kala itu, beras masih dipatok Rp 11.525 per kg, naik jadi Rp 11.555 per kg di Agustus 2022, Rp 11.720 per kg di September 2022, dan menjadi Rp 11.850 per kg Oktober 2022.

"Harga beras mengalami inflasi 1,13 persen (per Oktober 2022) dibanding bulan sebelumnya, dan memberikan andil terhadap inflasi 0,34 persen," terang dia.

Senada, harga tempe dan tahu juga terpantau melambung tinggi. Setianto melaporkan, harga tempe per Oktober sebesar Rp 12.667 per kg, naik dari bulan sebelumnya Rp 12.421 per kg.

Sementara harga tahu juga alami lonjakan dari Rp 11.328 per kg menjadi Rp 11.438 per kg pada Oktober 2022.

Adapun kenaikan kedua harga pangan itu disebabkan oleh meroketnya harga kedelai dunia. Itu terus melambung dari sebelumnya USD 606 per ton di Januari 2022 menjadi USD 664 per ton pada September 2022.

"Kenaikan harga tempe tahu terjadi karena harga kedelai naik terus. Jadi harga kedelai yang terus meningkat dari USD 606 per ton Januari 2022 menjadi USD 664 per ton di September 2022, ini yang menyebabkan dampak pada peningkatan harga tempe dan tahu," tutur Setianto.

2 dari 4 halaman

BPS: Inflasi Oktober 2022 Capai 5,71 Persen

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat inflasi Oktober 2022 mencapai 5,71 persen secara tahunan atau year on year (YoY). Itu melemah dibanding laju inflasi per September 2022 lalu, yang tembus 5,95 persen.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Setianto mengatakan, berdasarkan pantauannya dan tim di 90 kota, laju inflasi Oktober 2022 memang terlihat mulai melemah.

"Pada Oktober 2022, terjadi inflasi sebesar 5,71 persen. Kalau dibandingkan tahun lalu atau YoY, dimana terjadi kenaikan indeks harga konsumen (IHK) dari 106,66 pada Oktober 2021, menjadi 112,75 pada Oktober 2022," jelasnya, Selasa (1/11/2022).

Sektor transportasi jadi penyumbang terbesar, dimana inflasinya mencapai 16,03 persen dengan andil 1,92 persen.

Diikuti makanan, minuman dan tembakau dengan angka inflasi 6,76 persen dan andil 1,72 persen, lalu perawatan pribadi dan jasa lainnya dengan laju inflasi 5,41 persen, dan andil 0,34 persen.

Setianto mengatakan, inflasi sektoral tersebut tidak lepas dari kenaikan harga BBM yang terjadi sejak periode awal September 2022, meskipun beberapa produk seperti Pertamax turun harga di Oktober 2022.

"Penyumbang inflasi tertinggi secara YoY, beberapa komoditas seperti bensin, tarif angkutan dalam kota, beras, Solar, termasuk tarif angkutan antar kota, tarif kendaraan online dan rumah tangga, ini merupakan komoditas penyumbang inflasi tertinggi secara year on year," tuturnya.

 

3 dari 4 halaman

Ekonomi Indonesia Tumbuh di Tengah Ancaman Inflasi, BI: Ini Mukjizat

Bank Indonesia menyelenggarakan program Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di Sulawesi Selatan sebagai upaya pengendalian inflasi pangan di daerah.

Sebab, tren kenaikan harga atau inflasi masih terus terjadi hingga saat ini. Untuk mengendalikan inflasi, tentunya diperlukan langkah antisipatif terkait komoditas yang berpotensi mengalami kenaikan harga.

Hal itu disampaikan Deputi Gubernur Bank Indonesia Doni Primanto Joewono dalam dalam “Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan Sulawesi Selatan,” Senin (24/10/2022).

“Pertemuan kita siang hari ini sangat penting, dan saya rasa semua yang hadir pada siang hari ini itu menunjukkan betapa kuat koordinasi,” ujar Doni.

Dalam paparannya, Doni mengatakan tingkat inflasi di bulan September 2022 mencapai 5,95 persen (yoy). Bahkan, lembaga dunia memprediksi inflasi di Indonesia bisa mencapai 6-7 persen.

Oleh karena itu, Bank Indonesia bersama seluruh Pemerintah Pusat, Daerah, serta stakeholders terkait secara intens melakukan sinergi dan kolaborasi pada pengendalian inflasi di tingkat daerah maupun nasional

 “Di dunia luar sana proyeksi inflasi kita itu sampai 6 sampai 7 persen hingga akhir tahun ini. Oleh karena itu kita harus sama-sama bisa menurunkan itu di bawah, karena dulu sebelum era 5 tahun kebelakang inflasi itu selalu 5 persen. Sekarang kan diprediksi kembali lagi ke 6 dan 7 persen. Ini yang yang kita harus sama-sama bahu-membahu untuk bisa menurunkan inflasi ini,” ujarnya. 

4 dari 4 halaman

Tren Inflasi Indonesia

Meskipun inflasi Indonesia saat ini terbilang cukup tinggi, Indonesia masih mampu tumbuh perekonomiannya. Terbukti pada kuartal II-2022 ekonomi tumbuh sebesar 5,44 persen, sedangkan di negara lain banyak yang tumbuh negatif bahkan menuju arah resesi.

“Ini suatu mukjizat, di negara lain ekonominya tidak tumbuh malah stagnasi, sementara di Indonesia itu tumbuh. Nah, ini yang yang yang suatu mukjizat buat kita, kan emang ekonomi Indonesia tuh didukung oleh konsumsi karena mobilitasnya udah bagus terus meningkat,” ujarnya.

Maka semua pihak harus menjaga momentum pertumbuhan ini dengan cara menjaga inflasi. Misalnya, upaya Bank Indonesia dalam menurunkan inflasi, yaitu menaikkan suku bunga bank 50 basis poin.

“Nah ini kita sebut sebagai front loaded, forward looking, dan pre-emptive untuk menurunkan ekspektasi yang 7 persen, karena itu kan ekspektasi. Jadi, kita berusaha untuk menurunkan ekspektasi itu ke bawah,” ujarnya.

Upaya lainnya, Bank Indonesia juga turut menjaga kestabilan nilai tukar. Karena jika tidak dijaga, maka nilai tukar itu mengakibatkan imported inflation. “Inilah yang salah satunya coba kita jaga, supaya bahan-bahan impor kita juga tidak tinggi,” ujar Doni.

Kemudian, beberapa hal yang Bank Indonesia lakukan adalah kerja sama dengan pemerintah daerah, antara lain optimalisasi penggunaan belanja yang tidak terduga, membantu menjaga pasokan kelancaran distribusi barang dan penguatan ketahanan pangan.