Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati terus mewaspadai gejolak global akibat konflik geopolitik maupun pengetatan kebijakan moneter sejumlah negara.
Kekhawatiran itu semakin nyata, pasca pertumbuhan ekonomi tiga negara besar dunia diprediksi melambat.
Baca Juga
"Kinerja perekonomian global terlihat melambat dengan risiko ketidakpastian yang semakin tinggi. Perlambatan pertumbuhan ekonomi terjadi di sejumlah negara maju, terutama Amerika Serikat, Eropa, Tiongkok," kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Berkala KSSK IV 2022, Kamis (3/11/2022).
Advertisement
Pelemahan ekonomi itu, sambung Sri Mulyani, tercermin pada purchasing manager index (PMI) global September 2022, yang masuk ke zona kontraksi pada level 49,8.
Kenaikan Fed Fund Rate yang diperkirakan lebih tinggi dengan siklus lebih panjang, juga mendorong mata uang banyak negara semakin terdepresiasi.
Namun, Sri Mulyani optimistis perbaikan di sisi ekonomi domestik masih terus berlanjut. Ini ditopang dengan agregat demand sisi domestik, yaitu konsumsi swasta yang masih tetap kuat, di tengah kenaikan inflasi, investasi non-bangunan yang meningkat, serta kinerja ekspor yang masih terjaga.
Pada Oktober 2022, PMI manufacturing masih masuk di dalam zona ekspansi, yaitu level 51,8. Sedikit lebih turun dari posisi September yang berada pada level 53,7. Sementara pada September 2022, indeks penjualan riil (IPR) tumbuh 5,5 persen year on year.
Indeks Keyakinan Konsumen
Sedangkan indeks keyakinan konsumen (IKK) juga masih menunjukan persepsi konsumen yang ekspansif, yaitu berada pada level 117,2.
"Posisi ini memang lebih turun dari posisi Juni pada level 128,2. Ini merupakan daripada penyesuaian harga BBM, yang menimbulkan tingkat kenaikan harga," imbuhnya.
Menurut dia, perbaikan ekonomi nasional juga terlihat pada kinerja lapangan usaha utama, yaitu sektor perdagangan, pertambangan, serta pertanian.
"Dengan demikian, kita lihat dari sisi demand, konsumen masih cukup kuat, ekspor masih baik, dan dari sisi supply side lapangan usaha utama juga menunjukan kinerja yang membaik, atau masih baik," ujar Sri Mulyani.
Advertisement
Sri Mulyani: Ekonomi Global Tertekan, Indonesia Pasti Kena Imbas
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengajak masyarakat dan jajarannya untuk terus bersiap, bahwa akan selalu ada tantangan-tantangan baru ke depan dengan tingkat kesulitan yang terus naik.
Sang Bendahara Negara pun bersyukur, ekonomi Indonesia bisa pulih dengan cepat dan kuat pasca pandemi Covid-19. Namun, dirinya enggan larut dalam sukacita berlebih.
"Kita mengawal pemulihan ekonomi, maka tentu kita juga melihat munculnya tantangan-tantangan baru yang selalu tidak lebih mudah. Kita lihat sekarang, dunia geopolitik dan ekonomi global yang mengalami tekanan yang bertubi-tubi, pasti akan memberikan imbas kepada perekonomian Indonesia," kata Sri Mulyani dalam Upacara Peringatan Hari Oeang RI ke-76, Senin (31/10/2022).
Dalam hal ini, Sri Mulyani pun menuntut Kementerian Keuangan selaku lembaga pengelola keuangan negara, untuk terus sigap merespon segala situasi.
"Kebijakan fiskal dan keuangan negara yang adaptif, responsif, fleksibel, namun tetap akuntabel dan transparan, serta dengan tata kelola yang baik, jadi kunci untuk terus menjaga masyarakat Indonesia, perekonomian Indonesia, dan menjaga keuangan negara sendiri," imbuhnya.
Sri Mulyani menyadari, meskipun telah mampu menangani pandemi, tantangan-tantangan baru akan hadir. Sehingga pemerintah dan masyarakat harus sigap menghadapinya.
"Ini juga merupakan tantangan yang bisa mencelakai, atau menurunkan daya pemulihan ekonomi nasional. Oleh karena itu, kita harus tangguh terus mengawal pemulihan," desak dia.
Dia berharap, peringatan Hari Oeang RI ke-77 tidak hanya dijadikan ajang untuk sukacita perayaan. Namun juga titik tekad bagi jajarannya untuk sigap menghadapi tantangan dan tangguh terus mengawal pemulihan ekonomi Indonesia.
"Karena setiap tantangan, apapun bentuknya, dia akan terus merongrong atau terus mencelakai terwujudnya cita-cita kemerdekaan RI," tegas Sri Mulyani.
Ekonomi Global 2023 Diramal Makin Suram, Bagaimana Nasib Indonesia?
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, situasi dan kondisi ekonomi global diprediksi masih akan tertekan sampai 2023. Hal itu disebabkan, inflasi di berbagai negara masih cenderung tinggi.
Sri Mulyani menjelaskan, seiring dengan gejolak harga dan pengetatan moneter maupun fiskal di berbagai negara, maka outlook perekonomian global menjadi melemah dan menjadi korban karena gejolak dan respons kebijakan.
Jika dilihat proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia terus dikoreksi menurun, untuk tahun 2022 proyeksi dari World Economic Outlook dari IMF hanya 3,2 persen, dan tahun depan akan semakin melemah.
“Artinya, pesan yang muncul juga dari pertemuan IMF world bank, G20, dan central bank yang baru terjadi minggu lalu itu mengkonfirmasi bahwa situasi ekonomi masih akan tertekan sampai 2023, dan inflasi masih cenderung tinggi,” ujar Menkeu dalam Konferensi Pers APBN KITA, Jumat (21/10/2022).
Bendahara negara ini menegaskan, tahun depan inflasi memang diramal masih cenderung tinggi walaupun diperkirakan sedikit mengalami penurunan. Namun masih pada level yang diperkirakan tinggi jika menggunakan standar 10 tahun terkahir.
Bahkan proyeksi pertumbuhan ekonomi dari negara-negara terbesar seperti Amerika Serikat (AS), Eropa, dan Tiongkok, semuanya menunjukkan tren pelemahan tahun ini dan tahun depan. Kendati begitu, Indonesia masih diproyeksikan oleh berbagai lembaga dunia cukup baik yaitu sekitar 5 persen.
“Namun kita tidak boleh tidak waspada karena guncangan ekonomi ini sangat-sangat kencang dan sangat besar yang harus terus kita kelola dan waspadai secara baik,” ujar Menkeu.
Saat ini koreksi pertumbuhan ekonomi terjadi di semua negara, kalau dunia tadi mengalami penurunan 3,2 persen dan tahun depan melemah di 2,7 persen. Berarti dalam hal ini sudah terjadi koreksi ke bawah, dan nanti bulan Desember akan melihat lagi proyeksi untuk 2023 yang mana diperkirakan situasi dunia akan semakin kompleks.
Hal itu disebabkan, karena tidak tahu kepastian kapan berakhirnya perang dan ini menimbulkan spillover yang sangat besar. Kedua, munculnya musim dingin atau winter yang akan menyebabkan permintaan energi meningkat, sementara pasokan tidak pasti dan ini akan memberikan tekanan pada harga-harga energi.
“Tentu kita lihat dengan inflasi yang tinggi, kenaikan suku bunga yang semakin drastis dan makin tinggi oleh bank-bank sentral akan makin melemahkan sisi permintaan. Ini yang harus kita waspadai sampai akhir tahun dan sampai tahun 2023,” pungkasnya.
Advertisement