Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menaruh optimisme, defisit APBN 2022 akan lebih rendah dari outlook pemerintah 3,92 persen, atau Rp 732,2 triliun.
Menurut dia, surplus APBN yang masih terjaga bakal membuat risiko utang lebih terkendali.
Baca Juga
"Dengan perkembangan APBN yang positif, defisit APBN diperkirakan akan lebih rendah dari target yang ditetapkan Perpres 98/2022. Dengan demikian, risiko utang akan lebih terkendali, dan keberlanjutan fiskal dalam jangka menengah akan terus dapat dijaga," kata Sri Mulyani, Kamis (3/11/2022).
Advertisement
Keyakinan itu muncul lantaran kinerja APBN hingga akhir September 2022 melanjutkan capaian positif. Posisi APBN secara keseluruhan masih dalam posisi surplus anggaran, yang mencapai Rp 60,9 triliun, atau 0,33 persen dari pendapatan domestik bruto (PDB).
"Dari sisi keseimbangan primer, surplus mencapai Rp 339,4 triliun," imbuh Sri Mulyani.
Kinerja yang positif tersebut disumbangkan oleh realisasi pendapatan negara dan hibah, yang mencapai Rp 1.974,7 triliun, atau 87,1 persen dari target yang tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2022.
"Dalam hal ini, pendapatan negara dan hibah mengalami pertumbuhan 45,7 persen year on year," terang Sri Mulyani.
"Kenaikan pendapatan negara dan hibah tersebut disumbangkan oleh momentum pertumbuhan ekonomi yang mengalami ekspansi dan penguatan, pemulihan ekonomi, aktivitas masyarakat, kenaikan dari harga-harga komoditas, dan juga disumbangkan oleh pelaksanaan dari UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan," tuturnya.
Ekonomi AS hingga China Melambat, Indonesia Aman?
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati terus mewaspadai gejolak global akibat konflik geopolitik maupun pengetatan kebijakan moneter sejumlah negara.
Kekhawatiran itu semakin nyata, pasca pertumbuhan ekonomi tiga negara besar dunia diprediksi melambat.
Enam+03:08VIDEO: Resesi Ekonomi Global, Indonesia Kena Dampaknya? "Kinerja perekonomian global terlihat melambat dengan risiko ketidakpastian yang semakin tinggi. Perlambatan pertumbuhan ekonomi terjadi di sejumlah negara maju, terutama Amerika Serikat, Eropa, Tiongkok," kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Berkala KSSK IV 2022, Kamis (3/11/2022).
Pelemahan ekonomi itu, sambung Sri Mulyani, tercermin pada purchasing manager index (PMI) global September 2022, yang masuk ke zona kontraksi pada level 49,8.
Kenaikan Fed Fund Rate yang diperkirakan lebih tinggi dengan siklus lebih panjang, juga mendorong mata uang banyak negara semakin terDepresiasi.
Namun, Sri Mulyani optimistis perbaikan di sisi ekonomi domestik masih terus berlanjut. Ini ditopang dengan agregat demand sisi domestik, yaitu konsumsi swasta yang masih tetap kuat, di tengah kenaikan inflasi, investasi non-bangunan yang meningkat, serta kinerja ekspor yang masih terjaga.
Pada Oktober 2022, PMI manufacturing masih masuk di dalam zona ekspansi, yaitu level 51,8. Sedikit lebih turun dari posisi September yang berada pada level 53,7. Sementara pada September 2022, indeks penjualan riil (IPR) tumbuh 5,5 persen year on year.
Advertisement
Indeks Keyakinan Konsumen
Sedangkan indeks keyakinan konsumen (IKK) juga masih menunjukan persepsi konsumen yang ekspansif, yaitu berada pada level 117,2.
"Posisi ini memang lebih turun dari posisi Juni pada level 128,2. Ini merupakan daripada penyesuaian harga BBM, yang menimbulkan tingkat kenaikan harga," imbuhnya.
Menurut dia, perbaikan ekonomi nasional juga terlihat pada kinerja lapangan usaha utama, yaitu sektor perdagangan, pertambangan, serta pertanian.
"Dengan demikian, kita lihat dari sisi demand, konsumen masih cukup kuat, ekspor masih baik, dan dari sisi supply side lapangan usaha utama juga menunjukan kinerja yang membaik, atau masih baik," ujar Sri Mulyani.