Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati buka suara soal maraknya gelombang PHK massal di berbagai sektor. Mengatasi hal ini, dirinya tengah mengkaji pemberian stimulus berupa bantuan sosial (bansos) yang berasal dari alokasi APBN 2022.
"APBN untuk tahun 2022 ini sudah memasuki bulan ke-11. Jadi kita akan menggunakan APBN eksisting 2022, terutama space yang ada, yaitu alokasi dari belanja negara yang diperkirakan akan mengalami kenaikan cukup pesat pada dua bulan terakhir," kata Sri Mulyani, Kamis (3/11/2022).
Baca Juga
Menurut dia, support dari APBN bakal meningkatkan kemampuan perekonomian untuk bisa menahan gejolak. Pemerontah terus menggunakan instrumen fiskal secara responsif, tapi tetap mengikuti siklus dari APBN-nya.
Advertisement
Sebagai contoh, Sri Mulyani menyebut dukungan APBN dalam memberikan bansos saat terjadi kenaikan harga minyak goreng, maupun dalam bentuk penyaluran subsidi tambahan upah bagi pekerja dengan upah di bawah Rp 5 juta per bulan.
"Jadi diharapkan akan berikan tambahan bantalan sosial bagi masyarakat kita. Nanti kita akan lihat berapa masih banyak space yang akan diakselerasi dalam berbagai bantuan sosial," ungkapnya.
Sedangkan untuk pemberian stimulus sampai akhir 2022, Sang Bendahara Negara menyatakan, pemerintah bakal terus mengikuti momentum pemulihan ekonomi nasional.
Itu dilakukan bekerjasama dengan berbagai kementerian/lembaga guna memulihkan kembali ekonomi nasional. Untuk sektor manufaktur, berbagai stimulus yang diberikan agar mereka pulih kembali juga terus ditingkatkan.
"Oleh karena itu, di dalam rangka kita menjaga momentum pemulihan, secara agregat, momentum belanja APBN sifatnya sangat kuat. Secara pusat saja ada 40 persen dari alokasi anggaran yang dieksekusi pada kuartal terakhir ini. Dan, itu berarti akan menambah agregat demand yang sangat signifikan," tuturnya.
"Demikian juga langkah-langkah yang sifatnya spesifik seperti menjaga daya beli masyarakat dan memberikan bantuan sosial akan terus dieksekusi," pungkas Sri Mulyani.
Serikat Pekerja: Resesi Global Jangan Jadi Alat untuk Memiskinkan Buruh
Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) meminta para pengusaha tidak memanfaatkan isu resesi global untuk kemudian melakukan tindakan-tindakan yang dapat memiskinkan buruh di Indonesia. Upaya itu diantaranya seperti melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak dan tidak membayar hak-hak pekerja sebagaimana mestinya.
Presiden ASPEK Indonesia Mirah Sumirat, menduga, isu resesi ekonomi dunia akan dijadikan modus oleh Pemerintah dan pengusaha untuk memudahkan terjadinya PHK sepihak dengan menggunakan Omnibus Law Undang Undang Cipta Kerja, dengan alasan menghindari terjadinya kerugian dan tidak membayarkan pesangon.
“Modus lanjutannya adalah setelah melakukan PHK massal dan sepihak, pengusaha kemudian merekrut pekerja baru atau mempekerjakan kembali pekerja yang telah di-PHK, namun dengan status kontrak bulanan ataupun outsourcing,” kata Mirah dalam keterangannya, Rabu (2/11/2022).
Mirah Sumirat mengingatkan kepada masyarakat khususnya kaum buruh, untuk mewaspadai opini yang saat ini sedang dibangun oleh kelompok pengusaha dan Pemerintah, yang mengatakan adanya ancaman terjadinya PHK massal akibat resesi ekonomi dunia.
“Itu hanya opini yang dibangun untuk menakut-nakuti masyarakat agar buruh "nrimo" ketika di-PHK sepihak, ketika dirumahkan tanpa upah, ketika hak pesangonnya tidak dibayar, ketika dieksploitasi sebagai pekerja kontrak dan outsourcing,” ujaenya.
Mirah Sumirat mengutip pernyataan Mantan Wakil Presiden Republik Indonesia Muhammad Jusuf Kalla yang menanggapi pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, terkait ancaman resesi ekonomi global pada 2023.
Penegasan Jusuf Kalla, Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya. Sehingga, Indonesia mampu menghadapi ancaman resesi ekonomi global. Beda Indonesia dengan negara lain yang tidak punya energi.
Advertisement
Indonesia Tak Akan Resesi
Mirah juga menyatakan Indonesia tidak akan terdampak resesi ekonomi dunia karena memiliki ketahanan pangan dan ketahanan energi yang sangat baik.
Isu resesi ekonomi dunia juga diduga akan dijadikan alasan pembenaran untuk melanggengkan politik upah murah di Indonesia. Pemerintah dan pengusaha secara bersama-sama akan terus menekan upah buruh di Indonesia.
“Hal ini mengingat pada bulan November 2022, Pemerintah sudah harus memutuskan besaran kenaikan upah minimum untuk tahun 2023,” ungkap Mirah Sumirat.