Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah memutuskan untuk menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau tarif cukai rokok 10 persen untuk tahun 2023 dan 2024. Selain itu, Sri Mulyani juga menaikkan tarif cukai rokok elektrik setiap tahun sebesar 15 persen selama lima tahun ke depan.
Sri Mulyani Menjelaskan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga meminta agar kenaikan tarif tidak hanya berlaku pada cukai rokok, tetapi juga rokok elektrik dan produk hasil pengolahan hasil tembakau lainnya (HPTL).
Baca Juga
Untuk rokok elektrik, kenaikan tarif cukai akan terus berlangsung setiap tahun selama lima tahun ke depan.
Advertisement
“Hari ini juga diputuskan untuk meningkatkan cukai dari rokok elektronik yaitu rata-rata 15 persen untuk rokok elektrik dan 6 persen untuk HTPL. Ini berlaku, setiap tahun naik 15 persen, selama 5 tahun ke depan,” kata dia usai mengikuti rapat bersama Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Bogor, Kamis (3/11/2022).
Sedangkan untuk tarif cukai hasil tembakau (CHT) untuk rokok atau cukai rokok sebesar 10 persen pada 2023 dan 2024.
Sri Mulyani mengatakan bahwa kenaikan tarif CHT pada golongan sigaret kretek mesin (SKM), sigaret putih mesin (SPM), dan sigaret kretek pangan (SKP) akan berbeda sesuai dengan golongannya.
“Rata-rata 10 persen, nanti akan ditunjukkan dengan SKM I dan II yang nanti rata-rata meningkat antara 11,5 hingga 11,75 (persen), SPM I dan SPM II naik di 12 hingga 11 persen, sedangkan SKP I, II, dan III naik 5 persen,” ujar Sri Mulyani.
Konsumsi Kedua Terbesar
Dalam penetapan CHT, Menkeu mengatakan, pemerintah menyusun instrumen cukai dengan mempertimbangkan sejumlah aspek mulai dari tenaga kerja pertanian hingga industri rokok. Di samping itu, pemerintah juga memperhatikan target penurunan prevalensi perokok anak usia 10-18 tahun menjadi 8,7 persen yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024.
Pertimbangan selanjutnya yaitu mengenai konsumsi rokok yang menjadi konsumsi rumah tangga terbesar kedua setelah beras. Bahkan, konsumsi tersebut melebihi konsumsi protein seperti telur dan ayam.
“Yang kedua mengingat bahwa konsumsi rokok merupakan konsumsi kedua terbesar dari rumah tangga miskin yaitu mencapai 12,21 persen untuk masyarakat miskin perkotaan dan 11,63 persen untuk masyarakat pedesaan," jelas Sri Mulyani.
Konsumsi rokok adalah kedua tertinggi setelah beras, bahkan melebihi konsumsi protein seperti telur dan ayam, serta tahu, tempe yang merupakan makanan-makanan yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Advertisement
Mengendalikan Konsumsi maupun Produksi
Lebih lanjut, Menkeu menyampaikan bahwa pemerintah memutuskan untuk menaikkan tarif cukai guna mengendalikan baik konsumsi maupun produksi rokok. Menkeu berharap kenaikan cukai rokok dapat berpengaruh terhadap menurunnya keterjangkauan rokok di masyarakat.
“Pada tahun-tahun sebelumnya, di mana kita menaikkan cukai rokok yang menyebabkan harga rokok meningkat, sehingga affordability atau keterjangkauan terhadap rokok juga akan makin menurun. Dengan demikian diharapkan konsumsinya akan menurun,” ucapnya.