Liputan6.com, Jakarta Wakil Ketua Umum III Bidang Maritim, Investasi, dan Luar Negeri Kadin Indonesia, Shinta Widjaja Kamdani, tak memungkiri kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok berpotensi untuk semakin memberatkan situasi ekonomi, yang tahun depan diperkirakan akan semakin gelap.
"Tentu saja berat ya. waktu itu kita sudah mengatakan, dari segi situasi dengan kondisi sekarang, apalagi tahun depan akan lebih berat. Ini harus jadi perhatian kita," kata Shinta di Jakarta kepada Liputan6.com, dikutip Minggu (6/11/2022).
Baca Juga
Namun, ia tak ingin meratapi terlalu lama, karena putusan terkait kenaikan tarif cukai rokok 2023 sudah bulat dibuat oleh pemerintah.
Advertisement
"Kita mau bilang apa, kita tidak bisa bilang apa-apa. Ini kan sudah putusannya pemerintah. Tapi supaya pemerintah tahu, bahwa ini bukan kondisi yang mudah," ujar dia.
Menurut dia, kenaikan cukai rokok juga beririsan dengan nasib kaum rentan, dimana banyak darinya yang berposisi sebagai konsumen. Sehingga, itu potensi berdampak terhadap sisi volume penjualan.
"Pasti pengaruh akan ada. Karena sekarang kalau kita lihat dari segi komponen cost kan sekarang makin tinggi. Bukan hanya dari segi cukai rokok," ungkap Shinta.
Kendati begitu, ia mengajak para penikmat rokok untuk menerima putusan tersebut, karena pasti pemerintah punya tujuan atas itu. "Off course berat, tapi kita tetap harus mengikuti," pungkas Shinta.
Cukai Rokok Naik 10 Persen, BPKN: Konsumen Teriak, tapi Tetap Beli
Wakil Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Muhammad Mufti Mubarok menilai, kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok sebesar 10 persen cenderung hanya memberikan shock effect sesaat bagi konsumennya.
Pasalnya, rokok bagi para penggunanya jadi kebutuhan primer yang sulit ditinggalkan. Meskipun pemerintah telah berkali-kali menaikkan cukai rokok plus memberikan himbauan bahaya penggunaannya, kebutuhan akan rokok jadi sesuatu yang cenderung tak bisa ditawar bagi perokok.
"Kami sebenarnya sudah lama (memantau) terkait cukai tembakau ini. Memang ini kan persoalan ketika dinaikan cukainya, konsumen sebenarnya teriak sebentar. Tapi tetap dibeli," kata Mufti kepada Liputan6.com di Jakarta, Jumat (4/11/2022).
Mufti lantas membandingkan harga rokok di Singapura, yang nominalnya lebih besar empat kali lipat di Tanah Air. Pemerintah Negeri Singa pun telah meminimalisir pergerakan perokok di tempat umum, tapi konsumennya tetap membeli.
"Kita kan bebas di sini, banyak merek rokok-rokok alternatif. Bahkan ta' liat sekarang banyak orang-orang yang ngelinting dewe, juga sekarang kan rokok elektrik vape mewabah, itu juga dinaikan cukainya," ungkapnya.
"Sebenarnya kenaikan sih biasa, hampir tiap waktu ada. Tapi kan tidak signifikan pengaruh terhadap ekonomi ini," imbuh Mufti.
Kendati begitu, ia menganggap kenaikan cukai rokok bisa berbahaya terhadap arus kas konsumennya, yang cenderung sulit meninggalkan ketergantungannya meskipun harga melonjak.
"Kalau 10 persen memang agak signifikan sedikit terhadap yang mau membeli rokok. Daya konsumsi juga terbebani, karena kelas menengah bawah juga mikir ketika beli rokok. Kalau kelas atas tidak persoalan," ungkapnya.
Mufti lantas meminta agar cukai hasil tembakau tidak dinaikan dalam waktu dekat. Dia mengkhawatirkan kondisi perekonomian global yang hingga 2023 mendatang masih bakal diwarnai awan gelap.
"Artinya ketika resesi kan ada indikasi itu. Indikator makro ekonomi dan lain-lain juga cukup kuat. Kalau semua naik, masyarakat bagaimana? Itu kan soal happiness. Kesenangan orang tidak bisa dihentikan begitu aja," ujarnya.
Advertisement
Terbongkar, 4 Alasan Sri Mulyani Kerek Cukai 10 Persen di 2023 dan 2024
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara, mengungkapkan alasan Pemerintah menaikkan tarif cukai rokok 2023 dan 2024 sebesar 10 persen.
Anak buah Sri Mulyani itu menerangkan, alasannya menyangkut 4 hal utama yakni pertama, aspek konsumsi. Dimana konsumsi ini kaitannya dengan kesehatan, jika konsumsi naik maka bisa dikatakan kesehatan masyarakat bisa menurun.
"Setiap kali kita kebijakan cukai rokok ini selalu mem-balance 4 aspek. Aspek pertama, aspek konsumsi yang memiliki kaitannya dengan kesehatan. Kalau konsumsinya makin naik, ada hubungannya dengan kesehatan dan dunia internasional mengakui itu," kata Suahasil Nazara saat ditemui di kantor Kementerian Keuangan, Jumat (4/11/2022).
Kedua, aspek produksi, yaitu perusahaan rokok yang memproduksi hasil tembakau yang kaitannya dengan tenaga kerja. Pemerintah sangat mengapresiasi pengusaha rokok yang produksinya masih menggunakan tenaga manusia, sehingga mampu menyerap tenaga kerja dalam negeri.
"Apalagi untuk segmen yang kerjanya pakai tangan,sehingga menyerap tenaga kerja kita," ujarnya.
Aspek ketiga adalah penerimaan negara. Aspek terakhir adalah kepatuhan hukum. Menurut dia, pemerintah selalu mencoba menyeimbangkan keempat aspek tersebut saat memutuskan untuk menaikkan tarif cukai rokok.
"4 ini selalu kita coba seimbangkan. Setiap kita bicara soal cukai rokok, ini basic filosofi kenaikan cukai rokok. 4 perseptif ini dari sisi ini jaga ketenagakerjaan, pendapatan negara, dan ada DBH nya juga dengan Pemda," ujarnya.
Disisi lain, Pemerintah juga memperhatikan barang kena cukai yang ilegal. Oleh karena itu, diperlukan ada mitigasi atas kebijakan kenaikan tarif cukai tersebut, agar tidak berpotensi rokok ilegal semakin marak.
"Tapi kita perhatikan terus barang kena cukai yang ilegal. Makanya perlu ada mitigasi atas kebijakan yang punya potensi tembakau yang ilegal. Hasil rokok ilegal ini dari produksi dari menggunakan pita cukai . Ada juga pita cukai yang salah kategori. Kandungan tidak sesuai dengan syarat. Jadi ini diamati degan detail," pungkasnya.Â
Sayangkan Cukai Rokok Naik 10 Persen, Gaprindo: Idealnya 8 Persen
Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Benny Wahyudi, mengatakan pelaku usaha di segmen rokok putih menyayangkan kenaikan cukai rokok sampai dua digit. Mereka berharap kenaikan cukai hanya dikisaran 7-8 persen saja.
"Idealnya kenaikannya 7-8 persen," kata Benny kepada Liputan6.com, Jumat (4/11/2022).
Benny mengungkapkan, sebenarnya pelaku usaha di segmen rokok putih tidak mengharapkan kenaikan tarif cukai rokok 2023. Sebab, situasi ekonomi saat ini dinilai kurang kondusif.
"Kami sebenarnya berharap tidak ada kenaikan cukai karena situasi ekonomi yang kurang kondusif, kalaupun naik kami mengusulkan sekitar angka inflasi atau pertumbuhan ekonomi," ujarnya.
Dia menduga, dengan dinaikkannya tarif cukai rokok akan membuat rokok ilegal semakin marak di pasaran. Hal itu tentunya merugikan pengusaha rokok yang legal. Adapun rokok ilegal merupakan rokok tanpa cukai.
"Kami khawatir kenaikan cukai tinggi memicu maraknya rokok ilegal," imbuhnya.
Disisi lain, pelaku usaha menyebut dampak dari kenaikan tarif cukai ini kurang proporsional karena daya beli masyarakat saat ini melemah lantaran tergerus inflasi.
"Dampaknya cukup berat, karena daya beli masyarakat juga melemah tergerus inflasi. Kenaikan harga biasanya proporsional dengan kenaikan cukainya," ungkap Benny.  Â
Advertisement