Liputan6.com, Pulang Pisau Kesejahteraan petani di Pulang Pisau mengalami peningkatan seiring dengan berjalannya program food estate di Kalimantan Tengah. Food Estate, menurut Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Muhammad Yadi Sofyan merupakan pondasi penting bagi ketahanan pangan di tanah air dalam jangka panjang.
“Kalau (Food Estate) tidak kita lakukan sekarang, malah nanti terlambat. Sementara kebutuhan pangan semakin bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk,” kata Muhammad Yadi Sofyan dalam keterangan yang diterima Liputan6.com, Sabtu (5/11)
Baca Juga
Di sisi lain, Ketua Kelompok Tani Sumber Rezeki di Belanti Siam, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, Hartoyo mengakui program food estate di wilayahnya memberi banyak manfaat, termasuk dari sisi pendapatan.
Advertisement
“Jadi intinya (food estate) bermanfaat. Meskipun dari penghasilan dari sawah, namanya juga pendapatan, bisa naik atau turun. Tapi keuntungannya di rupiahnya, nilai rupiahnya naik karena terbantu akses jalan kawasan food estate,” kata Hartoyo.
Hartoyo mengaku pendapatannya perlahan naik seiring dengan meningkatnya produktivitas lahan yang naik sekitar 1,5 juta ton hingga 2 juta ton per hektar, harga jual gabah kering giling (GKG), dan terbukanya pasar gabah basah.
Harga GKG terbaru di wilayahnya naik menjadi Rp6.300 per kilogram dari sebelumnya di kisaran Rp5.200 hingga Rp5.300 per kilogram. Sedangkan gabah basah Rp5.000 per kilogram.
“Jadi (sebelum ada Food Estate) padi basah istilahnya belum ada yang beli. Nah, mulai kemarin itu ada yang beli, semenjak jalan ini enak. Itu kan petani mau jemur sendiri, mau dijual basah terserah petani,” katanya.
Alsintan Bantu Pengelolaan Lahan
Dalam hal pengelolaan lahan pertanian, para petani sangat terbantu dengan kehadiran Selain bantuan alat mesin pertanian (alsintan) yang bisa menghemat waktu dan tenaga. Beberapa bantuan alsintan dalam program food estate, seperti traktor, jonder (sejenis alat bajak), dan mesin panen (combine harvester).
“Bermanfaat karena alsintan dibantu, jonder ada. Kami sebelumnya kalau menggunakan traktor untuk menggarap 2 hektar bisa 3 atau 4 hari. Kalau pakai jonder sehari selesai. Jonder itu untuk bajak sawah,” tuturnya.
Saluran air untuk irigasi dan pembuangan air yang berlebih saat musim hujan dan air pasang di lahan juga dinilai bermanfaat dalam menunjang produktivitas. Namun, diakui Hartoyo, masih ada kendala minor, seperti penyumbatan di pintu air yang kerap terjadi. Ia berharap pemangku kepentingan bisa memberikan solusi teknis yang tepat.
“Ya terendam (kalau hujan). Cuma kan di sini pasang surut. Jadi kalau surut, kalau tata airnya, ke sungainya lancar dibuka nanti kering. Ada pintunya,” ujarnya.
Sementara terkait berhentinya bantuan pupuk, ia dan para petani lainnya mengaku tidak mempermasalahkan hal tersebut karena sudah mengetahui bahwa pemerintah tidak mungkin memberi bantuan terus menerus.
“Ya kalau dikasih ya nggak ditolak, cuma biasanya tetap mandiri juga,” katanya.
Advertisement
Kehadiran Rutin Penyuluh di Lapangan
Hartoyo menyampaikan selain meminta bantuan solusi terkait kendala tata air yang terjadi di lapangan, petani juga berharap pemerintah melalui Kementerian Pertanian menghadirkan penyuluh yang mempraktikkan teori di lapangan secara langsung dan datang rutin di wilayahnya.
Selama dua tahun food estate berjalan, pendampingan maupun penyuluh tidak selalu rutin hadir.
“Petani tahunya cuma di sawah. Kita perlu diberi ilmu dan masukan, supaya hasil bisa meningkat lagi,” kata dia.
Di sisi lain, meski masih ditemukan beberapa kendala dalam pelaksanaan program food estate di Kalimantan Tengah, KTNA memastikan program tersebut akan terus dilanjutkan pemerintah.
“Enggak apa sih kalau ada orang kritik (berhentikan food estate) seperti itu. Mereka juga argumentasi yang baik. Tetapi bagi KTNA, Food Estate Kalteng itu sangat penting untuk menutup kehilangan fungsi lahan yang tiap tahun terjadi,” tutur Sofyan.
(*)