Liputan6.com, Jakarta - Terjadi penurunan jumlah serapan tenaga kerja selama periode satu tahun dari Agustus 2021 hingga Agustus 2022. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat penurunan serapan tenaga kerja tersebut mencapai 50 ribu orang atau 0,05 persen (yoy).
"Kalau dari dari grafik, di lapangan kerja pengadaan air ini turun 50 ribu orang," jelas Kepala BPS Margo Yuwono dalam konferensi pers, Jakarta, Senin (7/11/2022).
Baca Juga
Penurunan jumlah serapan tenaga kerja tersebut terjadi karena perusahaan di bidang pengadaan air mengalami kerugian. Sehingga dari sisi penyerapan tenaga kerja mengalami penurunan.
Advertisement
"Turun 50 ribu orang karena pada kategori penampungan, penjernihan dan penyaluran air minum, perusahaan mengalami kerugian," kata Margo.
Meski begitu, selama Agustus 2021 sampai Agustus 2022, tercatat ada 4,25 juta orang tenaga kerja yang terserap di berbagai sektor. Penyerapan tenaga kerja tertinggi masih pada sektor pertanian yakni 1,57 juta orang atau 28,61 persen.
Kemudian disusul penyerapan tenaga kerja dari sektor perdagangan sebanyak 450 ribu orang atau 19,36 persen. Sedangkan dari sektor industri pengolahan tercatat ada 470 ribu orang atau 14,1 persen.
"Berdasarkan lapangan usaha yang berkontribusi terbesar adalah pertanian, perdagangan dan industri," kata dia.
PHK Massal Hantui Industri Tekstil, Sri Mulyani Angkat Bicara
Sebelumnya, ancaman resesi global sudah mulai terasa di tanah air. Wakil Ketua Umum Apindo, Bob Azam, menyampaikan, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) sudah terjadi pada industri tekstil dan sepatu. Khususnya untuk ekspor ke negara-negara di Eropa.
"Itu resesi dunia yang berdampak ke Indonesia, terutama ekspor ke Eropa," ujar Bob Azam kepada Merdeka.com, Rabu (2/11) kemarin.
Meski begitu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan kinerja ekspor produk tekstil dan alas kaki Indonesia masih mencatatkan pertumbuhan yang positif pada bulan September 2022.
"Kalau kita lihat buat pabrik tekstil ini dari data ekspor masih menunjukkan pertumbuhan yang tinggi," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) secara virtual, Kamis (3/11).
Dia membeberkan ekspor pakaian dan aksesoris rajutan tumbuh 19,4 persen. Lalu ekspor pakaian dan aksesoris nonrajutan tumbuh lebih tinggi, yakni 37,5 persen. Begitu juga dengan ekspor alas kaki yang juga tumbuh 41,1 persen.
"Jadi, dalam hal ini produk-produk tekstil ini masih cukup tinggi," kata dia.
Dalam situasi ekonomi yang sekarang ini, kata dia, pemerintah akan mendorong para eksportir untuk mencari pasar baru dari negara-negara yang mengalami perlambatan ekonomi. Misalnya di Asia Selatan seperti India yang bisa menjadi alternatif. Namun, akan tetap melihat dari sisi kemampuan risiko globalnya ketika negara-negara maju mengalami perlambatan ekonomi.
"Kita akan terus mendorong dan menggunakan instrumen vechile pii untuk mendorong diversifikasi dari destinasi ekspor juga," kata dia.
Â
Advertisement
Relokasi Pabrik ke Daerah dengan Upah Rendah
Tak hanya itu, pemerintah juga akan melihat potensi dari relokasi pabrik-pabrik. Mengingat infrastruktur di Indonesia, khususnya Pulau Jawa, sudah saling terhubung.
Begitu juga dengan infrastruktur antar pulang dari Jawa yang sekarang ini makin terhubung. Selain itu, di sektor manufaktur sekarang ini muncul fenomena relokasi pabrik ke wilayah-wilayah dengan upah yang relatif lebih rendah.
"Kami akan perhatikan lebih detail relokasi dari posisi manufaktur di Indonesia. Terutama dari daerah yang relatif upahnya tinggi ke daerah yang relatif upahnya rendah," kata dia.
Sehingga ini mungkin terlihat ada PHK massal di satu daerah, tetapi muncul kesempatan daerah lain.
"Kita akan teliti sektoral dan daerahnya, karena mungkin akan ada nuansa berbeda," pungkasnya.
Â
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.comÂ