Sukses

Resesi Serang Eropa dan AS, Ekspor Sepatu Indonesia Loyo

Resesi dunia yang tengah terjadi saat ini mulai memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap industri.

Liputan6.com, Jakarta Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton Supit, mengatakan menghadapi resesi dunia yang tengah terjadi saat ini mulai memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap industri.

Terutama untuk industri persepatuan yang mengalami penurunan permintaan ekspor yang sangat signifikan, khususnya dari Uni Eropa dan Amerika Serikat.

"Masalah sekarang ini adalah resesi dunia yang sudah terjadi terutama Uni Eropa dan Amerika dan efeknya langsung kepada industri persepatuan dan tekstil," kata Anton dalam Rapat Kerja bersama Komisi IX DPR RI, Selasa (8/11/2022).

"Di persepatuan saja order menurun 50 persen rata-rata. Ada yang 70 persen dan kurang. Bergantung pasarnya di mana. Kalau di Uni Eropa dan Amerika itu sangat turun, sementara Asia masih bagus," lanjut dia.

Tak berhenti disitu saja, industri karet juga mengalami penurunan permintaan ekspor sebesar 40 persen lebih dan dia memprediksi dampaknya akan lebih dalam lagi, sebab menyangkut karet rakyat.

"Artinya jika permintaan dunia menurun, karet rakyat ini tidak akan terserap secara optimal dan menimbulkan probrem baru lagi," ujarnya.

Disisi lain, industri elektronik juga mengalami penurunan permintaan ekspor. Menurut dia hanya industri otomotif saja yang mengalami peningkatan permintaan ekspor.

"Otomotif untuk ekspor ke middle east dan Asia lainnya juga naik. Jadi situasinya tidak bisa dikatakan sama," ungkapnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, mengungkapkan pelemahan permintaan global yang berdampak pada kinerja ekspor menjadi terganggu. Akibatnya, sejumlah perusahaan memilih mengurangi produksi bahkan melakukan PHK, salah satunya pada industri tekstil.

"Kondisi ini sudah mulai berdampak pada beberapa industri khususnya terkait dengan sektor tekstil dan produk tekstil," pungkas Airlangga.

 

2 dari 4 halaman

Pede Indonesia Tak Resesi, Warganet Malah Sibuk Bahas PO iPhone Terbaru

Awan gelap resesi tengah membayangi ekonomi global. Mulai dari Presiden Joko Widodo hingga para menterinya telah memperingatkan adanya dampak resesi global ke Tanah Air.

Namun siapa sangka, pembicaraan di sosial media justru malah menyatakan sebaliknya. Warganet optimis Indonesia kebal dari dampak resesi global. Hal tersebut tercermin dari survei yang dilakukan Continuum.

Hasil survei menunjukkan hanya 4 persen responden yang mengkhawatirkan terjadinya resesi di Indonesia tahun depan. Artinya, 96 persen merasa optimis Indonesia mampu melalui badai resesi global di tahun depan.

"Kenapa mereka ini tidak khawatir? Mereka optimis Indonesia tidak akan resesi di tahun 2023. Kalaupun resesi, dampaknya tidak seburuk yang kita bayangkan," kata Analis Continuum Data Indonesia, Natasha Yulian dalam konferensi pers: Waspada Perlambatan Ekonomi Akhir Tahun secara virtual, Jakarta, Selasa (8/11).

Natasha menjelaskan, perbincangan di media sosial warganet sangat optimis Indonesia aman dari resesi (69,33 persen). Topik pembahasan lainnya bukan lagi resesi, melainkan pemesanan gadget terbaru yang dikeluarkan Apple (21,6 persen).

"Artinya ini tanda tidak jadi resesi karena masyarakat masih berbondong-bondong membeli HP keluaran terbaru," kata Natasha.

Sebagian lainnya juga menyatakan resesi 2023 tidak untuk ditakuti (4,24 persen). Mereka berpendapat di masa resesi ini masyarakat harus tetap hidup normal seperti biasa.

Ada juga responden yang tidak perlu takut dengan resesi karena sudah pernah melewati masa pandemi (3,69 persen). Bahkan ada yang menyatakan tidak perlu khawatir dengan resesi (1,14 persen).

3 dari 4 halaman

Menko Airlangga Yakin Indonesia Jauh dari Resesi

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, optimis Indonesia jauh dari resesi. Hal itu dibuktikan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2022 masih tetap kuat, dan tahun 2023 diproyeksikan juga tumbuh positif.

“Di tahun 2022 secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi diprediksi tetap optimis di angka 5,2 persen, dan di tahun 2023 itu juga di atas 5,3 persen. Kita ketahui dari berbagai lembaga juga memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam range 4,7 persen sampai dengan 5,1 persen, artinya tahun depan Indonesia juga diharapkan jauh dari Resesi,” kata Menko Airlangga dalam Konferensi Pers Capaian Pertumbuhan Ekonomi Triwulan ke-3, yang akan diselenggarakan secara daring, Senin (7/11/2022).

Dalam data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS), perekonomian Indonesia pada kuartal III-2022 tumbuh impresif sebesar 5,72 persen (YoY) atau 1,81 persen (qtq), dan secara kumulatif tumbuh 5,40 persen.

“Pertumbuhan perekonomian Indonesia bulan ketiga mencatatkan pertumbuhan impresif yaitu 5,72 persen,” ujar Airlangga.

Tercatat dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga tumbuh solid sebesar 5,39 persen yang didukung dengan kinerja Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) sebesar 4,96 persen.

Sementara dari sisi sektoral, transportasi pergudangan dengan pertumbuhan tinggi sebesar 25,81 persen dan akomodasi makanan dan minuman tumbuh 17,83 persen. Pertumbuhan yang solid tersebut didukung seiring pulihnya mobilitas masyarakat akibat penanganan pandemi yang baik dan terkendali.

Airlangga menegaskan, secara spasial pertumbuhan ekonomi menguat. Hal itu dilihat dari beberapa daerah yang menunjukkan kinerja positif. Hampir seluruh provinsi pertumbuhan ekonominya lebih tinggi daripada pertumbuhan ekonomi nasional.

“Tentu dari segi keseluruhan Jawa masih 56,3 persen, dan kemudian wilayah timur kinerjanya impresif, Sulawesi pertumbuhannya 8,2 persen demikian pula demikian di Maluku dan Papua pertumbuhannya impresif,” ujarnya.

Oleh karena itu neraca perdagangan masih positif. Namun, kata Menko Airlangga, tantangan kedepan perlu diwaspadai adanya penurunan harga komoditas dan kelemahan permintaan Global.

Kata Airlangga, pada September kemarin pertumbuhan neraca perdagangan surplus USD 4,99 miliar, dan ini kontinu 29 bulan berturut-turut sejak Mei 2020 hingga September 2022.

“Dari Januari sampai dengan September ini total surplus mendekati USD 40 miliar atau USD 39,87 miliar,” pungkas Airlangga Hartarto. 

4 dari 4 halaman

JK Sebut ASEAN dan Indonesia Aman dari Resesi Dunia, Ini Buktinya

Wakil Presiden ke-10 dan 12 Indonesia, Jusuf Kalla (JK) menyatakan pertemuan G20 nanti adalah pertemuan yang paling dilematis dan mungkin yang paling ribet. Kemungkinan adanya banyak kendala karena adanya perang Rusia-Ukarina.

Pertentangan Amerika, Rusia dan terakhir dengan Saudi. Adanya saling embargo Rusia dengan negara-negara Eropa hingga terjadilah krisis ekonomi di Eropa.

Hal tersebut disampaikan JK dalam diskusi panel dengan tajuk Global Economy: Reflections and Challenges for Indonesia post G20 Presidency pada Rabu (2/22/2022) bertempat di Hotel JS Luwansa, Jakarta.

“Kita bersyukur dihadiri seluruh pemimpin negara-negara G20, kita berharap agar Indonesia bisa mendamaikan pimpinan-pimpinan negara, Putin-Biden dsb. Walaupun saya yakin ini bukan pekerjaan mudah," ujar JK.

Namun akibat konflik-konflik antar negara ini dan kebijakan-kebijakan bukan hanya di Rusia dan Ukraina juga China, Jepang, Amerika, Korea Selatan dan utara itu juga bagian di Asia Timur yang memberi dampak kepada ekonomi kewilayahan.

“Namun di Asia Tenggara relatif jauh termasuk indonesia. Karena itu kalau kita lihat ramalan World Bank, Vietnam bisa tumbuh 7,5 persen, Filipina 6,5-7 persen, Malaysia 6,4 persen, Indonesia 5 persen. Jadi di ASEAN kita nomor 4, artinya kita mempunyai peluang lebih baik lagi. Itu Artinya ada peluang dari krisis energi, krisis pangan di dunia justru memberikan suatu kebutuhan yang dapat kita berikan.” Imbuhnya.

Menurut JK, dimanapun terjadi suatu krisis di suatu wilayah itu bisa memberikan manfaat apabila negara itu mampu mengisi kebutuhan itu.

“Jadi jangan dianggap krisis dunia itu merupakan krisis keseluruhan, ada yang mengambil manfaat, Vietnam mengambil manfaat, Filipina, kenapa kita tidak? Berarti ada harus evaluasi kebijakan kita sehingga kita bisa dapat," ungkapnya.