Sukses

Menko Luhut: Emisi Karbon per Kapita Indonesia Lebih Rendah dari Negara Maju

Saat berdiskusi Menteri Keuangan AS Janet Yellen, Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan mengatakan Indonesia bisa mengikuti saran AS terkait transformasi energi bersih, asal AS jangan ganggu pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan, bahwa ketika dia dan timnya berdiskusi dengan Utusan Khusus Bidang Iklim Amerika Serikat John Kerry dan Menteri Keuangan AS Janet Yellen, dia mengatakan Indonesia bisa mengikuti saran mereka terkait transformasi energi bersih.

"Tapi dengan satu syarat, asal jangan ganggu pertumbuhan ekonomi kita. Jadi harus dilakukan secara bertahap. Kedua, diperlukan biaya yang terjangkau dan ketiga, teknologinya," ujar Luhut, dalam acara Seminar Internasional yang digelar LPS di Nusa Dua, Bali pada Rabu (9/11/2022).

"Tim saya melewati diskusi yang sangat sulit dengan mereka, tapi saya pikir itu sudah teratasi," lanjutnya.

Luhut mencatat, bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia menghadapi tantangan lain karena masalah lingkungan dan sosial, termasuk polusi, degradasi hutan dan deforestasi, serta ketimpangan pendapatan.

"Indonesia juga masih berjuang dengan masalah ketimpangan ekonomi yang sedang booming ini," papar Luhut.

Dalam presentasinya, disebutkan bahwa sejak tahun 2000 ketimpangan pendapatan di Indonesia telah meningkat pesat, di mana Indeks Gini meningkat dari 28,5 pada tahun 2000 menjadi 38,1 pada tahun 2022.

Luhut selanjutnya mengutip data dari Bank Dunia yang menunjukkan bahwa emisi karbon per kapita di Indonesia hanya 2.3 ton per kapita,di bawah rata-rata global sebesar 4,5 ton per kapita.

Angka itu jauh lebih kecil dari yang ditampung negara-negara maju, dengan Kanada yang menyumbang emisi karbon per kapita terbesar hingga 15,4 ton, Arab Saudi 14,3 ton, Australia 15,2 ton dan AS 14,7 ton.

 

2 dari 4 halaman

Luhut pede Indonesia jadi Negara Maju di 2030

Dalam kesempatan itu, Luhut juga menyampaikan optimis Indonesia bisa menjadi negara maju dengan rata-rata pendapatan per-kapita USD 10 ribu per tahun pada 2030.

"Pendapatan per kapita kami hari ini mencapai USD 4 ribu per tahun, dan kami berharap bisa meningkat menjadi sekitar USD 10 ribu per tahun pada 2030 mendatang," terangnya.

Menurut Luhut, untuk mencapai target ini, Indonesia harus membendung pandemi dan memulihkan perekonomian di tengah berbagai tantangan global.

Selain itu, Indonesia juga perlu mengubah ekonomi dari berbasis komoditas menjadi berbasis industri.

"(Serta) meningkatkan efisiensi melalui digitalisasi, memperkuat ketahanan ekonomi melalui peningkatan dana desa, dan mitigasi dampak perubahan iklim melalui dekarbonisasi dan transisi energi," demikian paparan Luhut.

Luhut pun memuji pencapaian ekonomi Indonesia yang mampu tumbuh diatas 5 persen sejak kuartal IV 2021.

Bahkan, ekonomi Indonesia memiliki kinerja yang solid di antara negara-negara anggota G20.

Presentasi Luhut menunjukkan, ekonomi Indonesia berada di urutan ketiga dengan pertumbuhan paling solid di antara negara-negara G20, tumbuh 5,72 persen di kuartal III 2022 - setelah Vietnam yang Arab Saudi yang masing-masing mencatat pertumbuhan 13,67 persen dan 8,57 persen.

3 dari 4 halaman

Luhut Pede Indonesia jadi Negara Maju di 2030, Caranya?

Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan menyampaikan optimis Indonesia bisa menjadi negara maju dengan rata-rata pendapatan per-kapita USD 10 ribu per tahun pada 2030.

"Pendapatan per kapita kami hari ini mencapai USD 4 ribu per tahun, dan kami berharap bisa meningkat menjadi sekitar USD 10 ribu per tahun pada 2030 mendatang," kata Luhut, dalam acara Seminar Internasional yang digelar LPS di Nusa Dua, Bali pada Rabu (9/11/2022).

Luhut memaparkan bahwa, untuk mencapai target ini, Indonesia harus membendung pandemi dan memulihkan perekonomian di tengah berbagai tantangan global.

Selain itu, Indonesia juga perlu mengubah ekonomi dari berbasis komoditas menjadi berbasis industri.

"(Serta) meningkatkan efisiensi melalui digitalisasi, memperkuat ketahanan ekonomi melalui peningkatan dana desa, dan mitigasi dampak perubahan iklim melalui dekarbonisasi dan transisi energi," demikian paparan Luhut.

Luhut pun memuji pencapaian ekonomi Indonesia yang mampu tumbuh diatas 5 persen sejak kuartal IV 2021.

Bahkan, ekonomi Indonesia memiliki kinerja yang solid di antara negara-negara anggota G20.

Presentasi Luhut menunjukkan, ekonomi Indonesia berada di urutan ketiga dengan pertumbuhan paling solid di antara negara-negara G20, tumbuh 5,72 persen di kuartal III 2022 - setelah Vietnam yang Arab Saudi yang masing-masing mencatat pertumbuhan 13,67 persen dan 8,57 persen.

4 dari 4 halaman

Jokowi: Jika Tak Berani Transformasi, Indonesia Sulit Jadi Negara Maju

Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan Indonesia tak akan bisa menjadi negara maju apabila tidak berani melakukan transformasi besar.

Oleh sebab itu, pemerintah melakukan agenda besar yakni, memindahkan ibu kota negara (IKN) ke Kalimantan Timur.  

"Indonesia sebagai negara besar harus berani melangkah punya agenda besar, ini demi kemajuan negara. Jika kita tidak berani transformasi dari sekarang, sampai kapanpun kita akan sulit jadi negara maju," kata Jokowi saat menyampaikan sambutan utama tentang Ibu Kota Nusantara: Sejarah Baru Peradaban Baru di Djakarta Theater Jakarta, Selasa (18/10/2022).

Dia menyampaikan bahwa pemindahan ibu kota negara bukan hanya memindahkan gedung-gedung kementerian, Istana Presiden, maupun Istana Wakil Presiden. Namun, pemerintah ingin ada budaya kerja dan pola pikir baru di IKN.

"Bukan fisik yang kita pindahkan, tetapi yang kita ingin bangun adalah budaya kerja baru mindset baru, dan IKN mindset ekonomi baru," jelas Jokowi.

Mantan Gubernur DKI Jakarta ini memastikan pemerintah telah memiliki payung hukum jelas untuk keberlanjutan IKN Nusantara yakni, UU Nomor 3 tahun 2022. Dia pun meminta semua pihak untuk tidak ragu dengan pembangunan IKN Nusantara.

"Ini juga (UU Nomor 3 tahun 2022) harus tau, itu telah disetujui 93 persen dari fraksi di DPR loh, kurang apa lagi? Kalau masih ada yang belum yakin, jadi kurang apa lagi? Tidak perlu lagi untuk dipertanyakan," jelas Jokowi.Â