Liputan6.com, Jakarta Maraknya tindak kejahatan finansial banyak terjadi di Indonesia. Hal ini terlihat ketika masyarakat memiliki nomor rekening, namun nomor rekening tersebut dipinjamkan ke orang lain untuk melakukan tindak kejahatan, seperti pencucian uang, penerima uang hasil korupsi dan kejahatan lainnya.
Jika terindikasi melakukan kejahatan finansial, maka pembekuan rekening yang dilakukan pihak perbankan atau penegak hukum dan juga PPATK.
Plt Direktorat Analisis dan Pemeriksa III PPATK, Agus Mulyana mengatakan pembekuan rekening yang dilakukan yakni pihak pemilik rekening yang melakukan tindak kejahatan tidak bisa melakukan setor tunai, transfer atau transaksi apapun atas rekening yang bersangkutan.
Advertisement
"Kalau dalam penegakan hukum ini pembekuan rekening sering diistilahkan blokir rekening," ujar Agus dalam acara Jadi Tahu, Jakarta, Rabu (9/11).
Dia menjelaskan modus kejahatan dalam finansial sangat bervariatif. Sebelum melakukan pembekuan rekening pihaknya akan menyelidiki dan menganalisis lebih jauh mengenai transaksi yang terjadi atas nomor rekening yang terindikasi kejahatan.
Kasus yang sering ditangani oleh pihaknya adalah pencucian uang, uang hasil korupsi, hingga penampungan aset yang ilegal.
Dia menerangkan biasanya untuk kasus korupsi, si koruptor tidak akan menggunakan nomor rekeningnya sendiri melainkan dia akan menggunakan rekening orang terdekatnya, seperti istri, anak, asisten rumah tangga, hingga para stafnya.
Ikut Andil dalam Kejahatan
Jika si peminjaman rekening tersebut ikut andil dalam kejahatan itu, maka mereka akan dikenakan tindak pidana atau hukuman sesuai dengan undang-undangan Nomor 8 Tahun 2010.
"Pada sat kita alakuakan analsisia, banyak yang kita lihat transaksi-transaksi nya itu atas atau rekening tersebut tidak seperti profil pemiliknya, contoh ya ada rekening milik wiraswasta ternyata kita lihat asisten rumah tangganya, tapi transaksi nya kok besar, atau tidak sesuai dengan pendapatannya itukan kita pertanyakan, artinya transaksi di rekening itu kan siapa ya pemilik rekening itu," terang dia.
Agus pun menyebut, sangat bahaya meminjamkan rekening kepada orang lain walaupun orang tersebut adalah kerabat dekat pemilik rekening.
"Rekening ini kan seperti KTP, paspor inikan identitas pribadi kita yang bisa terjadi sesuatu yang tidak benar pada identitas kita. Pastikan ini akan terkena imbasnya nih rekening yang punya," tambah dia.
"Banyak kasus, korupsi paling banyak bagaimana para koruptor itu memakai rekening yang bukan dia miliki, untuk menampung uang hasil korupsinya atau banyak lagi, yang menjadi poin adalah jangan sampai kemudian tidak tahu risiko bahwa kita meminjamkan identitas kepada orang lain itu beresiko. bagaimanapun juga kita yang menanggung risiko atas itu," tutupnya
Advertisement
Punya Peran Sentral dalam Penindakan Pencucian Uang, PPATK Perlu Kerja Sama Semua Pihak
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memiliki peran sentral dalam menindak pencucian uang. Upaya ini tentunya dibarengi dengan kerja sama dengan berbagai pihak tidak hanya di dalam negeri tetapi juga lintas negara.
Plt Deputi Analis dan Pemeriksaan PPATK Danang Tri Hartono menerangkan, kerja sama menjadi aspek penting dalam menelusuri aliran dana di sektor keuangan. Adanya pencucian uang, berarti ada tindak pidana yang telah dilakukan.
"Terkait uang kotor ini tidak mengenal kewarganegaraan bisa lari kemanapun instumen manapun supaya tak kelihatan bahwa ini siapa yang punya," kata Danang dalam Program Liputan6.com Jadi Tahu bertajuk 'Kenali Apa Itu Uang Kotor dan Aksi Cuci Uang', Rabu (5/10/2022).
Dalam pengawasan tindak pidana pencucian uang (TPPU), PPATK menggandeng berbagai pihak lainnya. Khususnya, sektor-sektor yang bisa berkaitan dengan sarana pencucian uang.
"Dalam rezim anti pencucian uang yang ada, tak hanya PPATK, ada jasa asuransi, perusahaan efek, properti, balai lelang, dan sebagainya," terang dia.
"Berarti focal point ini jadi tanggung jawab sebagai bangsa untuk melindungi," tambahnya.
Setelah melibatkan banyak pihak tadi, seluruhnya perlu menerapkan rezim anti pencucian uang. Aturannya tertuang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
"Itu semua diatur penyedia jasa keuangan punya kewajiban apa, penyedia barang jasa punya kewajian apa, PPATK punya kewajiban apa. Kalau ini berjalan bisa sinkron dan baik ya pencuian uang bisa kita cegah," tuturnya.
Danang menyebut dalam hal ini, PPATK juga punya peran dalam memberikan pedoman untuk mencegah TPPU. Misalnya, cara mengenali transaksi yang patut dicurigai, cara melaporkan, hingga kemana perlu melaporkannya.
"Di kami menganalisis laporan tersebut, sumber dari mana, untuk apa, apakah ada indikasi tindak pidana, atau pendanaan terorisme itu kita sampaikan untuk tindak lanjuti," ungkapnya.
Dampak Pencucian Uang
Pada kesempatan itu, Danang juga menerangkan dampak dari adanya TPPU. Salah satunya bisa melanggengkan tindakan kriminal atau melawan hukum kedepannya.
Menurutnya, setiap tindakan pencucian uang akan digunakan secara terus menerus untuk mendanai kejahatan. Jika aliran uangnya bisa disetop, harapannya pendanaan kepada kejahatan pun bisa berhenti.
"Uang yang dihasilkan (dari kejahatan) akan menghidupi kejahatan tersebut, misalnya bandar narkotika dapat uang dan itu akan menghidupi jaringan itu," kata dia.
"Dari segi negara, (dampaknya) penerimaan pajak pasti akan berkurang, daya saing perekonomian kita akan berkurang dan tentu saja integritas sistem keuangan kita jadi terganggu," bebernya.
Advertisement