Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah memastikan penetapan upah minimum 2023 akan mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan. PP ini merupakan turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja.
"Saya kira ini tahun kedua menerapkan penetapan upah berdasarkan PP 36 tahun 2021. Sebelumnya (UMP) tahun 2022 sudah menetapkan dengan formula ini," ujar Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah, dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR RI, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, dikutip Jumat (11/11/2022).
Penegasan dari Menaker ini karena adanya tarik menarik antara pengusaha dan buruh atau pekerja. Pengusaha bersikukuh penetapan Upah minimum tahun 2023 tetap mengacu pada PP 36 tahun 2021. Pengusaha juga memberikan masukan, bahwa kenaikan BBM tidak bisa dikaitkan dengan kenaikan upah minimum, karena pengusaha juga merasakan dampak dari kenaikan BBM.
Advertisement
Sementara, para pekerja atau buruh justru memiliki pendapat yang bertolak belakang dengan masukan dari pengusaha. Mereka menyampaikan bahwa PP 36 tahun 2021 tidak bisa menjadi dasar penetapan upah minimum 2023.
Nah, lalu bagaimana sebenarnya formula penyesuaian upah minimum bagi daerah yang telah memiliki upah minimum?
Berikut ini perhitungan formula dengan data yang harus digunakan:
1. Pertumbuhan ekonomi menurut kabupaten/kota tahun 2019-2021
2. Pertumbuhan ekonomi menurut provinsi tahun 2019-2021
3. Angka inflasi perkotaan (menurut kota) tahun 2019-2021
4. Angka inflasi menurut provinsi tahun 2019-2021
5. Angka Purchasing Power Parity (PPP) menurut provinsi tahun 2020-2022
6. Angka Purchasing Power Parity (PPP) menurut kabupaten/kota tahun 2020-2022
7. Tingkat Pengangguran Terbuka menurut provinsi 2019-2021
8. Tingkat Pengangguran Terbuka menurut kabupaten/kota tahun 2019-2021
9. Median upah menurut provinsi tahun 2019-2021
10. Median upah menurut kabupaten/kota tahun 2019-2021
Daerah Belum Memiliki UMP
Adapun bagi kabupaten/kota yang belum memiliki UMK, maka dapat memenuhi syarat berikut ini:
1. Rata-rata pertumbuhan ekonomi Kab/Kota tiga tahun terakhir dari data yang tersedia pada periode yang sama, lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi provinsi; atau
2. Nilai pertumbuhan ekonomi dikurangi inflasi kab/kota yang bersangkutan selama tiga tahun terakhir, dari data yang tersedia pada periode yang sama selalu positif dan lebih tinggi dari nilai provinsi.
Sedangkan, formula penetapan upah minimum bagi daerah yang baru akan menetapkan upah minimum, menggunakan 8 (delapan) data antara lain:
1. Rata-rata konsumsi rumah tangga per kapita per bulan menurut provinsi tahun 2022 (Susenas Maret).
2. Rata-rata konsumsi rumah tangga per kapita per bulan menurut kabupaten/kota tahun 2022 (Susenas Maret).
3. Rata-rata banyaknya anggota rumah tangga menurut provinsi tahun 2022 (Susenas Maret)
4. Rata-rata banyaknya anggota rumah tangga menurut kabupaten/kota tahun 2022 (Susenas Maret)
5. Rata-rata banyaknya anggota rumah tangga yang bekerja per rumah tangga (tidak termasuk pekerja keluarga/pekerja tak dibayar/pekerja di sektor pertanian) menurut provinsi tahun 2022 (Susenas Maret)
6. Rata-rata banyaknya anggota rumah tangga yang bekerja per rumah tangga (tidak termasuk pekerja keluarga/pekerja tak dibayar/buruh tani) menurut kabupaten/kota tahun 2022 (Susenas Maret)
7. Pertumbuhan PDRB (Kuartal IV 2021+Kuartal 1+11+III 2022) terhadap PDRB (Kuartal IV 2020+Kuartal 1+11+III 2021) menurut provinsi.
8. Angka inflasi menurut provinsi periode Oktober 2021 s.d. Oktober 2022.
Advertisement
Pekerja Paruh Waktu
Sementara bagi kelompok pekerja paruh waktu, penentuan upah per jam (untuk pekerja paruh waktu) menggunakan 1 (satu) data. Yakni, Median jam kerja pekerja paruh waktu (kurang dari 35 jam per minggu) menurut provinsi tahun 2021 (Sakernas Agustus).
Sedangkan, penentuan terendah Upah terendah pada Usaha Mikro Kecil menggunakan 1 (satu) data, yaitu Garis kemiskinan menurut provinsi tahun 2022.