Sukses

2 Perusahan Sepakat Investasi Rp 30,9 Triliun Demi Tekan Emisi Karbon

Investasi senilai USD 2 Miliar atau setara Rp 30,9 triliun (kurs 15.489 per dolar AS) akan masuk Indonesia untuk mendukung Zero Flaring 2030 dan Dekarbonisasi value chain dari industri minyak dan gas.

Liputan6.com, Jakarta Investasi senilai USD 2 Miliar atau setara Rp 30,9 triliun (kurs 15.489 per dolar AS) untuk mendukung Zero Flaring 2030 dan Dekarbonisasi value chain dari industri minyak dan gas di Indonesia ditandatangani Norico International dan Mirah Green dalam acara Indonesia Net Zero Summit, Forum Investasi B20 sebagai rangkaian acara G20 Summit 2022.

Perjanjian yang ditandatangani oleh Wakil Presiden Direktur Norinco International Wan Xiaobing dan Pendiri Mirah Green Kadafi Yahya disaksikan oleh Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan dan Menteri Investasi Bahlil Lahadiala serta Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) Arsjad Rasjid sebagai Host dari B20 tahun 2022.

Target dari investasi senilai USD2 Miliar itu dalam rangka mendukung Indonesia mencapai target Zero Flaring 2030 dan juga mengurangi impor energi Indonesia yang akan berdampak pada Dekarbonisasi Industri Minyak.

Investasi itu juga sebagai upaya mendukung Pemerintah Indonesia untuk memberikan pasokan energi ke daerah-daerah terpencil dan terutama untuk mendorong perkembangan ekonomi di daerah-daerah. Perjanjian tersebut merupakan satu dari 16 perjanjian penting yang ditandatangani selama rangkaian acara Net Zero Summit.

Beberapa perusahaan Multinational yang berpartisipasi dalam acara penandatanganan tersebut adalah Mastercard, Halliburton, Atilium, Terra, Canadian Commercial Corporation, GSM System, Unity Technology, Mitsubishi, Keppel, Fasset Technology, Chevron, USAID dan lainnya.

“Proyek Pertama dari investasi senilai USD 2 miliar tersebut telah dimulai dimana Fase Pertama akan mulai operasi pada Januari 2023, dan Fase Kedua akan dimulai pada awal 2024,” ujar Pendiri Mirah Green Kadafi Yahya, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (11/11/2022).

Fase Pertama Proyek Pertama akan berdampak pada pengurangan emisi karbon dengan Zero Flaring di lokasi Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah.

Selanjutnya, Fase Kedua Proyek Pertama akan mengurangi emisi karbon dengan melakukan dekarbonisasi beberapa value chain dari industri minyak dan gas pada lokasi tersebut.

Proyek Pertama ini didukung oleh PT Indonesia Infrastructure Finance (IFF), sebagai bagian dari International Finance Corporation (IFC), Asian Development Bank (ADB), KWF(Kreditstanlt fur Wiederaufbau), dari Jerman, SMBC (Sumitomo Mitsui Banking Corporation) dan PT Sarana Multi Finance Indonesia (SMI) suatu badan usaha milik negara di bawah Kementrian Keuangan Indonesia.

 

2 dari 3 halaman

Investasi

Norinco International adalah bagian dari Norinco Group yang merupakan Perusahaan peringkat 136 dari 150 Perusahaan Teratas Dunia menurut Fortune 500. Norinco secara aktif melakukan investasi, pengembangan, dan pembangunan green economy di lebih dari 50 negara.

Investasi lebih dari € 200 juta pada proyek pembangkit tenaga angin tetap menjadi investasi terbesar dari green energy di Kroasia. Operasi EnergiTerbarukan Norinco telah mencapai lebih dari 1000 MW dari Tenaga Matahari (Solar Power), Tenaga Air (Hydro Power), Tenaga Angin (Wind Power) dan Biomass.

Norinco juga mengembangkan teknologi EV Bus di daerahbekerjasama dengan Pabrik Manufaktur di Bangkok untuk memproduksi 10 EV Bus/ hari.

Norinco memberikan perhatian khusus dalam Pembangkit Tenaga Air, Pembangkit Tenaga Solar, Pembangkit Gas Bumi, dan pengembangan pabrik bus dan Truk Elektrik di Indonesia.

Sedangkan Mirah Green, didirikan oleh Kadafi Yahya, social entrepreneur yang terlibat aktif dalam Bisnis Koperasi terbesar di Indonesia yang berfokus pada kegiatan Simpan Pinjam untuk ribuan anggotanya, dengan Portfolio tersebesar saat ini senilai lebih dari USD 500 Juta.

Lebih dari 20 tahun, Kadafi Yahya telah membiayai ribuan anggotayang memiliki Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) untukmengembangkan bisnisnya, dimana mayoritas UMKM tersebut berada di Pulau Jawa.

Kadafi Yahya juga telah banyak membantu UMKM yang belum dapat menerima pinjamandari bank untuk bisa meningkatkan usahanya dan mendapatkan pinjaman dari bank jauh sebelum bisnis peer to peer lending (p2p) merambah sektor UMKM Dilatar belakangi semangat untuk membangun hal-hal yang dapat berdampak besar kepada masyarakat, Kadafi Yahya juga tertantang oleh situasi karbon di dunia dan mencari cara untuk mengurangi hal tersebut.

Dirinya telah membangun sistemvalue chain dan teknologi pendukungnya untuk dapat mengubah emisi menjadi objek lain yang berguna. Melalui Mirah Green, Kadafi Yahya telah mengembangkan berbagai green project di Indonesia.

3 dari 3 halaman

Menko Luhut: Emisi Karbon per Kapita Indonesia Lebih Rendah dari Negara Maju

Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan, bahwa ketika dia dan timnya berdiskusi dengan Utusan Khusus Bidang Iklim Amerika Serikat John Kerry dan Menteri Keuangan AS Janet Yellen, dia mengatakan Indonesia bisa mengikuti saran mereka terkait transformasi energi bersih.

"Tapi dengan satu syarat, asal jangan ganggu pertumbuhan ekonomi kita. Jadi harus dilakukan secara bertahap. Kedua, diperlukan biaya yang terjangkau dan ketiga, teknologinya," ujar Luhut, dalam acara Seminar Internasional yang digelar LPS di Nusa Dua, Bali pada Rabu (9/11/2022).

"Tim saya melewati diskusi yang sangat sulit dengan mereka, tapi saya pikir itu sudah teratasi," lanjutnya.

Luhut mencatat, bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia menghadapi tantangan lain karena masalah lingkungan dan sosial, termasuk polusi, degradasi hutan dan deforestasi, serta ketimpangan pendapatan.

"Indonesia juga masih berjuang dengan masalah ketimpangan ekonomi yang sedang booming ini," papar Luhut.

Dalam presentasinya, disebutkan bahwa sejak tahun 2000 ketimpangan pendapatan di Indonesia telah meningkat pesat, di mana Indeks Gini meningkat dari 28,5 pada tahun 2000 menjadi 38,1 pada tahun 2022.

Luhut selanjutnya mengutip data dari Bank Dunia yang menunjukkan bahwa emisi karbon per kapita di Indonesia hanya 2.3 ton per kapita,di bawah rata-rata global sebesar 4,5 ton per kapita.

Angka itu jauh lebih kecil dari yang ditampung negara-negara maju, dengan Kanada yang menyumbang emisi karbon per kapita terbesar hingga 15,4 ton, Arab Saudi 14,3 ton, Australia 15,2 ton dan AS 14,7 ton.