Liputan6.com, Jakarta - Ekonomi Inggris mengalami kontraksi sebesar 0,2 persen pada kuartal III 2022, menandakan kemungkinan dari awal resesi yang panjang.
Dilansir dari CNBC International, Jumat (11/11/2022) angka itu belum mewakili resesi teknis yang ditandai dengan pertumbuhan negatif selama dua kuartal berturut-turut, di mana ekonomi Inggris telah berkontraksi 0,1 persen di kuartal kedua dan direvisi naik menjadi 0,2 persen.
Baca Juga
Perkiraan sebelumnya menunjukkan bahwa ekonomi Inggris bakal berkinerja lebih baik dari yang diperkirakan pada kuartal ketiga, meskipun terjadi penurunan.
Advertisement
"Dalam hal output, ada perlambatan pada kuartal untuk industri jasa, produksi dan konstruksi; sektor jasa melambat menjadi output datar pada kuartal tersebut, didorong oleh penurunan layanan yang dihadapi konsumen, sementara sektor produksi turun 1,5 persen pada Triwulan 3 2022, termasuk penurunan di semua 13 sub-sektor sektor manufaktur," demikian laporan Otoritas Statistik Inggris (ONS).
Bank of England pekan lalu mengungkapkan bahwa mereka memperkirakan Inggris akan menghadapi resesi terpanjang sepanjang sejarah, dan penurunan yang terjadi pada kuartal ketiga kemungkinan akan berlangsung hingga 2024.
Selain itu, angka pengangguran juga diprediksi akan menyentuh 6,5 persen selama dua tahun ke depan.
Seperti diketahui, Inggris tengah menghadapi krisis biaya hidup, didorong oleh tekanan pada pendapatan riil dari lonjakan biaya energi serta barang-barang yang dapat diperdagangkan.
Bank sentral negara anggota G7 itu baru-baru ini memberlakukan kenaikan suku bunga terbesar sejak 1989 karena para pembuat kebijakan berusaha menjinakkan inflasi dua digit.
Menteri Keuangan Inggris Jeremy Hunt pekan depan akan mengumumkan agenda kebijakan fiskal baru, yang diharapkan mencakup kenaikan pajak dan pemotongan pengeluaran yang substansial.
Perdana Menteri Rishi Sunak juga telah memperingatkan "keputusan sulit" yang perlu dibuat untuk menstabilkan ekonomi Inggris.
"Sementara beberapa angka inflasi utama mungkin mulai terlihat lebih baik sekarang, kami memperkirakan harga akan tetap tinggi untuk beberapa waktu, menambahkan lebih banyak tekanan pada permintaan," kata George Lagarias, kepala ekonom di Mazars.
"Jika anggaran pekan depan terbukti memang 'sulit' bagi pembayar pajak, seperti yang diharapkan, konsumsi mungkin akan lebih ditekan, dan Bank of England harus mulai merenungkan dampak guncangan permintaan terhadap ekonomi," paparnya.
Bank of England: Inggris Bakal Hadapi Resesi Terpanjang Sejak 1920-an
Bank of England (BoE) kembali memperingatkan bahwa Inggris akan menghadapi resesi terpanjang sejak pencatatan pada tahun 1920-an, setelah kenaikan suku bunga terbesar dalam 33 tahun.
Dilansir dari laman BBC, Jumat (4/11/2022) BoE memperingatkan bahwa Inggris akan menghadapi kemerosotan ekonomi selama dua tahun yang "sangat menantang" dengan angka pengangguran diprediksi mencapai hampir dua kali lipat pada tahun 2025.
Bos Bank of England Andrew Bailey pun menyuarakan tantangan di masa mendatang bagi rumah tangga.Â
Pekan ini, Bank Sentral Inggris itu menaikan mengangkat suku bunga menjadi 3 persen dari 2,25 persen, lompatan terbesar sejak 1989.
Dengan menaikkan suku bunga, BoE berusaha menurunkan inflasi yang melonjak pada tingkat tercepat dalam 40 tahun.
Harga pangan dan energi di Inggris juga melonjak, yang sebagian didorong oleh dampak perang Rusia-Ukraina.
Seperti diketahui, BoE sebelumnya sudah memperkirakan Inggris akan jatuh ke dalam resesi pada akhir tahun ini dan mengatakan bahwa krisis itu akan berlangsung sepanjang tahun depan.
Tetapi sekarang BoE semakin yakin bahwa ekonomi Inggris sudah memasuki penurunan yang menantang musim panas ini, dan bakal berlanjut tahun depan hingga memasuki paruh pertama 2024 - kemungkinan tahun pemilihan umum.
Meskipun ini bukan penurunan ekonomi terdalam di Inggris, ini akan menjadi yang terpanjang sejak pencatatan dimulai pada 1920-an, kata BoE.
Tingkat pengangguran saat ini berada pada titik terendah selama 50 tahun, tetapi diperkirakan akan meningkat menjadi hampir 6,5 persen.
Advertisement
Bank of England Lakukan Kenaikan Suku Bunga Hingga Delapan Kali dalam Setahun
Kenaikan suku bunga Bank of England kali ini menandai langkah pertama sejak mantan Perdana Menteri Liz Truss dan mantan Kanselir Kwasi Kwarteng meluncurkan program anggaran mereka yang menuai pro dan kontra pada September 2022.
Rencana mereka untuk pemotongan pajak senilai 45 miiar poundsterling mendorong jatuhnya nilai mata uang Inggris dan memicu gejolak pasar.
"Hal terpenting yang dapat dilakukan pemerintah Inggris saat ini adalah memulihkan stabilitas, memilah keuangan publik kita, dan mengurangi utang sehingga kenaikan suku bunga dijaga serendah mungkin," kata Menteri Keuangan Inggris Jeremy Hunt.
Kenaikan suku bunga terbaru - kedelapan Bank sejak Desember 2021-, mendorong biaya pinjaman Inggris ke level tertinggi sejak 2008, ketika sistem perbankan negara itu menghadapi keruntuhan.
Bank of England percaya bahwa, dengan menaikkan suku bunga akan membuat pinjaman menjadi lebih mahal dan mendorong masyarakat untuk tidak membelanjakan uang, serta mengurangi tekanan pada harga.