Liputan6.com, Jakarta Pemerintah RI bersama Kadin Indonesia telah berhasil menyelenggarakan B20 Summit Indonesia 2022 pada 13-14 November 2022, untuk kemudian dilanjutkan pada konferensi tingkat tinggi, atau KTT G20 di Bali pada 15-16 November 2022 mendatang.
Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Segara Institute, Piter Abdullah, mengapresiasi pergelaran yang turut mengangkat isu seputar transformasi energi dan ekonomi digital tersebut.
Namun, yang terpenting menurutnya adalah realisasi nyata dari kesepakatan yang telah dicapai pada B20 Summit Indonesia 2022 tersebut.
Advertisement
"Agenda B20 dan G20 sudah mencakup sangat banyak hal, termasuk penanggulangan pandemi, digitalisasi ekonomi, ekonomi hijau. Saya kira yang penting bukan banyaknya agenda, tetapi kesepakatan yang diambil dan tindak lanjutnya," tegas Piter kepada Liputan6.com, Senin (14/11/2022).
Piter tak memungkiri, tidak semua isu ekonomi yang tengah terjadi saat ini bisa dibahas dalam forum B20 dan G20. Sementara Indonesia sejak awal pun sudah mengajukan beberapa isu untuk dibahas, baik yang berasal dari sektor keuangan maupun non-keuangan.
"Pada masing-masing isu saya kira semuanya sudah dibahas secara lengkap walaupun mungkin tidak semuanya bisa disepakati dalam forum B20 dan G20," imbuhnya.
Proses Pembahasan G20
Ia pun memahami proses berjenjang dalam pertemuan B20 dan G20 ini, dimulai dari working group, pertemuan level menteri, hingga konferensi tingkat tinggi (KTT).
Bilamana ada yang belum tercapai pada tahun ini, Piter berharap itu bisa dilanjutkan oleh India selaku pemegang Presidensi B20 dan G20 di 2023 mendatang.
"Apa yang belum bisa disepakati dalam forum B20 dan G20 tahun ini bisa dilanjutkan menjadi bahan agenda B20 dan G20 tahun depan," pungkas dia.
Advertisement
Sri Mulyani: Situasi Global Akhir-Akhir Ini Begitu Rapuh
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, menyebut akhir-akhir ini situasi global sedang rapuh, sehingga kepercayaan di sektor keuangan, pasar dan ekonomi akan mudah terpengaruh.
“Situasi akhir-akhir ini begitu rapuh sehingga kepercayaan di sektor keuangan dan pasar dan ekonomi secara keseluruhan dapat dengan mudah terhalang, Jika kita tidak hati-hati dengan perumusan kebijakan kita,” kata Menkeu dalam B20 Summit Indonesia 2022 Day 2, Senin (14/11/2022).
Kata Menkeu, banyak pembuat kebijakan sebenarnya sekarang dihadapkan dengan ketidakpastian sehingga sulit menentukan kebijakan, baik itu secara fiskal maupun moneter.
Namun, khusus untuk Indonesia setidaknya bisa mengkolaborasikan kebijakan fiskal dan kebijakan moneter secara sinkron dan harmonis.
Untuk mencegah terjadinya gangguan terhadap pemulihan ekonomi, diperlukan kebijakan yang tersusun dengan baik, terencana, konsisten dan kredibel. Menurutnya, juga perlu menggunakan semua alat variabel secara efektif untuk meningkatkan kepercayaan ekonomi lebih jauh.
“Kita harus memberikan dukungan yang tepat sasaran, apalagi karena ruang kebijakan yang semakin terbatas harus lebih tepat sasaran, terutama dalam melindungi masyarakat miskin dan rentan. Banyak perusahaan besar seperti Unilever, Freeport, sungguh, mudah-mudahan melihat pertumbuhan perusahaan Anda yang lebih inklusif,” ungkap Menkeu.
Lebih lanjut, Menkeu membahas soal pandemi covid-19 yang telah menciptakan situasi yang sangat unik dan menantang dalam Pemulihan. Kemampuan setiap negara diuji untuk mengelola penyebaran covid. Namun, dengan adanya vaksin setidaknya mampu menciptakan momentum pemulihan.