Sukses

Buruh: UMP 2023 Harus Naik 13 Persen!

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menilai proyeksi inflasi sangat tinggi. Oleh karena itu, harus ada penyesuaian kenaikan UMP 2023, setidaknya 13 persen.

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah memproyeksikan tingkat inflasi Indonesia hingga akhir 2022 akan mencapai 6,5 persen. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menilai proyeksi tersebut sangat tinggi. Oleh karena itu, harus ada penyesuaian kenaikan UMP 2023, setidaknya 13 persen.

Serikat buruh pun menolak penghitungan UMP menggunakan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan.

Menurut buruh, perhitungan menggunakan PP Nomor 36 Tahun 2021 hanya akan menaikkan upah minimum sedikit, yakni 2-4 persen saja. Hal itu tentu tidak berimbang dengan prediksi pemerintah bahwa inflasi sampai akhir tahun 2022 mencapai 6,5 persen.

"Oleh karena itu, harus ada penyesuaian harga-harga barang dengan kenaikan upah. Kalau pakai PP Nomor 36 Tahun 2021 naiknya 2-4 persen," kata Presiden KSPI Said Iqbal, dalam Konferensi Pers, Kamis (17/11/2022).

Adapun usulan kenaikan upah minimum oleh buruh sebesar 13 persen, merupakan hasil perhitungan berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan angka inflasi.

Jika inflasi diperkirakan 6,5 persen dan pertumbuhan ekonomi antar 4 persen hingga 5 persen, maka akan diperoleh angka setidaknya 13 persen. 

"Kalau inflasi adalah 6,5 persen, ditambah pertumbuhan ekonomi 4 persen, maka totalnya adalah 10,5 persen. Itulah kemudian Partai Buruh dan KSPI membulatkan jadi 13 persen," jelasnya.

 

2 dari 4 halaman

Cacat Formil

Alih-alih buruh ingin kenaikan upah 13 persen, serikat buruh juga meminta pemerintah menghitung kenaikan upah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

“KSPI menyatakan menolak penetapan UMP dan UMK dengan menggunakan PP Nomor 36 Tahun 2021,” ujarnya.

Serikat buruh menilai PP 36 Tahun 2021 yang merupakan turunan dari UU Omnibus Law sudah dinyatakan cacat formil. Artinya, PP 36 tidak bisa dipakai, maka buruh menyarankan Pemerintah kembali menggunakan PP 78 Tahun 2015

“Omnibuslaw UU Cipta Kerja sebagai dasar cantolan dari PP 36 tersebut sudah dinyatakan inkunstituisonal, dengan demikian PP 36 turunan dari Omnibus Law ini tidak bisa lagi digunakan untuk penetapan upah minimum,” pungkasnya.

3 dari 4 halaman

Kadin Setuju UMP 2023 Naik, tapi Minta Insentif Pemerintah

Kamar Dagang dan Industri Indonesia atau Kadin Indonesia melihat perlunya kenaikan Upah Minimum Provinsi atau UMP 2023 agar daya beli masyarakat terutama pekerja/ buruh tetap terjaga. Ini tentunya mempertimbangkan saat ini inflasi tahunan pada bulan Oktober 2022 mencapai 5,71 persen year-on-year.

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Arsjad Rasjid, mengungkapkan di sisi lain, Kadin juga menyadari kenaikan UMP berisiko memberikan beban tambahan bagi pengusaha.

Ini terutama di tengah pelemahan ekonomi global yang berimbas pada penurunan permintaan dan pendapatan perusahaan, khususnya di sektor padat karya yang berorientasi ekspor.

"Kita harus pastikan jangan sampai kenaikan UMP menggerus daya usaha industri yang dapat berakibat pada pengurangan tenaga kerja atau bahkan terpaksa gulung tikar yang nantinya malah menyebabkan peningkatan angka pengangguran," kata Arsjad dalam keterangannya, Rabu (16/11/2022).

Untuk itu, katanya, pemerintah perlu memikirkan solusi yang lebih holistik untuk memastikan sektor industri di Indonesia tetap terjaga terutama di tengah ancaman resesi dunia 2023 yang saat ini kita hadapi.

Salah satunya dengan mempertimbangkan pemberian insentif bagi sektor industri padat karya yang berorientasi ekspor, misalnya dengan pemberian kredit pajak atas selisih kenaikan upah.

"Di masa pelemahan ekonomi global saat ini, kita harus bergotong royong dan fokus pada peningkatan kinerja ekonomi Indonesia," tegasnya.

4 dari 4 halaman

Utamakan Dialog

Untuk itu, KADIN mendorong pemerintah, pengusaha, dan tenaga kerja/buruh untuk mengedepankan dialog sosial dalam menyelesaikan persoalan ketenagakerjaan dan menemukan win-win solution bagi semua pihak. Pada akhirnya, tujuannya adalah untuk kesejahteraan bersama.

Selain itu, KADIN mendorong pelaku usaha untuk juga memikirkan program-program untuk meningkatkan kesejahteraan buruh yang lebih berkelanjutan.

Ini misalnya, melalui program peningkatan produktivitas buruh melalui upskilling/reskilling, penyediaan tempat tinggal di sekitar tempat usaha untuk mengurangi pengeluaran buruh, dan program kewirausahaan bagi anggota keluarga buruh sehingga dapat menambah penghasilan keluarga buruh.

"Sebagai mitra strategis pemerintah sekaligus rumah pelaku usaha, KADIN menghormati mekanisme yang berlaku terkait penentuan UMP dan siap memfasilitasi diskusi antar pemangku kepentingan untuk mendapat titik ekuilibrium," pungkas Arsjad.