Sukses

Cerita Inspiratif Kelompok usaha IBAYAUW, Mendulang Rezeki Bermodal Daur Ulang Sampah

Banyak orang yang menganggap keberadaan sampah itu masalah. Namun, bagi Petronela sampah justru berkat.

Liputan6.com, Jayapura - Berawal dari keprihatinan melihat sampah berserakan di sekitar wilayah konservasi hutan mangrove di kampung Enggos Kota Jayapura, Provinsi Papua, Petronela (41 tahun) tertarik untuk mendaur ulang sampah tersebut menjadi kerajinan tangan.

Bermula pada 2005, dia menjadi salah satu anggota kelompok penghijauan hutan mangrove di wilayah konservasi. Kelompok tersebut bertugas menanam dan menjaga lingkungan supaya tetap bersih.

“Di Enggos banyak sampah, terus saya lihat sampah itu saya tertarik. Saya yakin sampah ini bisa menghasilkan sesuatu,” kata Petronela kepada Liputan6.com.

Banyak orang yang menganggap keberadaan sampah itu masalah. Namun, bagi dia sampah justru berkat. Dengan mengelola sampah yang dipungut menjadi sesuatu yang bernilai.

Sampah yang dipungut berupa plastik, botol plastik, kayu, kawat sisa kabel, bisa disulap sedemikian rupa menjadi berbagai kerajinan tangan yang dikolaborasikan dengan cangkang kerang, dan aksesoris Papua.

“Sendok-sendok plastik bekas sendok makan itu bisa saya buat lampion. Kalau sampah kerang saya buat boneka, vas bunga, bermacam-macam kerajinan dari sampah,” ungkapnya.

Seiring berjalannya waktu, dia membentuk kelompok usaha IBAYAUW. Kelompok usaha ini mengkoordinir ibu-ibu di sekitar lingkungan yang juga memproduksi kerajinan tangan dari sampah.

“Awalnya dibentuk kelompok usaha ini, banyak ibu-ibu yang buat kerajinan juga, tapi bingung mau dijual kemana. Saya ajak, mari bikin kelompok sama-sama, mereka kan tidak punya alatnya, seperti lem tembak, mesin bor. Saya ajak jadi satu kelompok,” ujarnya.

Terkadang kelompok usaha IBAYAUW kesulitan memperoleh bahan baku dan peralatan. Peran Petronela sebagai ketua kelompok usaha sangat penting, dia membantu rekan-rekan yang mengalami kesulitan bahan baku dan peralatan kerajinan, dengan cara meminjamkan serta mencarikan bantuan ke dinas Pemerintah daerah.

“Saya gunakan potensi yang ada untuk dikembangkan. Saya merasa terpanggil bagaimana bisa membawa ibu-ibu itu bisa usaha dan mandiri tidak tergantung pada suami,” katanya.

Sebagai ketua kelompok usaha, dia bertanggungjawab mengakomodir, memantau, dan mencari partner kerja dari luar untuk mendatangkan alat dan bahan kerajinan.

Kelompok usaha IBAYAUW sendiri dibentuk pada 2019, yang beranggotakan 15 orang. Dalam kelompok usaha ini, Petronela juga mengajak ibu-ibu, pensiunan perempuan untuk bergabung.

Kelompok usaha IBAYAUW hingga kini mampu memproduksi berbagai produk kerajinan tangan, misalnya topi, anting, kalung, gelang, gorden, jepit rambut, vas bunga dan lainnya. Harga kerajinan tangan dijual dengan sangat terjangkau, dibanderol mulai dari Rp 10.000 hingga yang termahal hanya Rp 300.000 untuk produk topi, gorden, dan vas bunga yang besar.

Sejauh ini, kelompok usaha IBAYAUW telah mendapatkan bantuan dari dinas sosial, Bank BRI, hingga Pemerintah Desa. Biasanya, bantuan tidak berupa uang tunai, melainkan alat dan bahan yang dibutuhkan.

“Kalau dikasih uang digunakan untuk hal lain, kan kalau bahan dan alat bisa tinggal kita gunakan,” ujarnya.

Terkecuali bantuan dari BRI saat itu berupa uang tunai Rp 5 juta, dan digunakan untuk modal kelompok usaha. Bantuan dari BRI sangat berarti. Karena pada awal mendirikan kelompok usaha bersama, Petronela merogoh kocek dari dompet sendiri.

“Saat itu masih pakai uang saya sendiri Rp 2 juta, saya pakai untuk bahan lem dan alat potong. Dengan adanya kerajinan itu kita bisa kasih bukti ke Pemerintah dan pihak Bank bahwa kita benar-benar bekerja. Sehingga kita mendapatkan kepercayaan dari bank untuk bisa memberikan bantuan,” ujarnya.

 

2 dari 2 halaman

Tantangan

Petronela mengungkapkan selama menjalankan kelompok usaha IBAYAW banyak tantangan yang dihadapi, salah satunya pemasaran. Untuk memasarkan produk kerajinan tangannya harus menunggu momentum besar seperti festival, atau pameran, maupun acara lainnya.

Sementara penjualan melalui media sosial masih sangat kurang peminat. Alasannya, karena belum ada nama merek bagi produknya, sehingga orang-orang masih ragu. Kabar baiknya, mereka sudah mengurus perizinan usaha saat ini.

Alhasil, dari menjual produk kerajinan, kelompok usaha IBAYAW mampu mengantongi penghasilan hingga Rp 15 juta ketika ada momen besar. Sementara di hari biasa, omzet penjualan hanya mendapatkan Rp 1 juta per bulan.

Produk kerajinan tangan kelompok usaha IBAYAUW ternyata sudah dipasarkan keluar Papua. “Pernah dari Jawa ada yang minta dibuatkan topi khas Papua. Teman-teman di Jawa mau pakai aksesoris Papua untuk tampil,” ujarnya.

Diketahui, Petronela merupakan nasabah BRI dengan pinjaman KUR R p25 juta dan mendapat pembinaan dari BRI. Keanggotaannya sebagai nasabah BRI, tentu mempermudah kelompok usahanya mendapatkan bantuan dari BRI.