Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah jelang akhir pekan. Pelemahan nilai tukar rupiah ini dipicu pernyataan bernada hawkish dari pejabat bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (the Fed).
Pada Jumat (18/11/2022), rupiah  melemah 15 poin atau 0,1 persen ke posisi 15.678 per dolar AS, dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya di angka 15.663 per dolar AS.
Baca Juga
"Dolar AS outlook-nya menguat dipicu oleh pernyataan yang hawkish dari pejabat The Federal Reserve," kata analis Indonesia Monex Investindo Futures Faisyal dikutip dari Antara.Â
Advertisement
Pelaku pasar mempertimbangkan pernyataan yang cenderung hawkish dari pejabat The Fed. Presiden Fed St Louis James Bullard menunjukkan grafik yang memperlihatkan bahwa asumsi dovish akan membutuhkan kebijakan suku bunga bank sentral untuk naik setidaknya 5 persen.
Sementara itu, asumsi yang lebih ketat menyarankan suku bunga Fed atau Fed Fund Rate (FFR) akan naik di atas 7 persen.
Tingkat suku bunga acuan saat ini berada di kisaran 3,75 persen-4 persen setelah serangkaian kenaikan suku bunga agresif.
Di sisi lain, pelaku pasar terlihat menjauhi aset-aset berisiko seiring memburuknya kasus penyebaran virus COVID-19 di China setelah dilaporkan kenaikan kasus pada basis harian.
Â
Perang Rusia dan Ukraina
Sementara itu, ketegangan antara Rusia dengan Ukraina masih panas. Pelaku pasar mencemaskan ketegangan geopolitik antara kedua negara setelah perkembangan terbaru yang melibatkan Polandia .
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan bahwa Ukraina tidak bisa disalahkan atas serangan rudal yang menghantam Polandia, yang menewaskan dua orang.
NATO yakin bahwa Rusia yang bertanggung jawab, meskipun rudal tersebut kemungkinan besar berasal dari pertahanan Ukraina.
Pada Kamis kemarin, rupiah ditutup melemah 63 poin atau 0,4 persen ke posisi 15.663 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya 15.600 per dolar AS.
Advertisement
Depresiasi Rupiah Cuma 8,62 Persen, Lebih Baik dari India hingga Malaysia
Sebelumnya, Stabilitas sistem keuangan (SSK) pada kuartal III 2022 masih tetap berada dalam kondisi yang resilien. Hal tersebut dibuktikan dengan kondisi nilai tukar rupiah yang masih lebih baik dibanding dengan beberapa negara tetangga.Â
Dalam Rapat Komite Stabilitas sistem keuangan (KSSK) yang dihadiri oleh Menteri Keuangan Gubernur Bank Indonesia (BI), Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) terungkap bahwa stabilitas nilai tukar rupiah tetap terjaga di tengah tren menguatnya Dolar AS.
Dikutip dari keterangan tertulis KSSK, Kamis 3/11/2022), Indeks nilai tukar Dolar AS terhadap mata uang utama (DXY) mencapai level tertinggi dalam dua dekade terakhir yaitu 114,76 pada tanggal 28 September 2022.
Sementara itu, nilai tukar rupiah sampai dengan 31 Oktober 2022 terdepresiasi 8,62 persen (ytd), relatif lebih baik dibandingkan dengan depresiasi mata uang sejumlah negara berkembang lainnya.Â
Contohnya India yang terdepresiasi 10,20 persen, Malaysia terdepresiasi 11,86 persen, dan Thailand terdepresiasi 12,23 persen.
Depresiasi ini sejalan dengan persepsi terhadap prospek perekonomian Indonesia yang tetap positif.
Tren depresiasi nilai tukar negara berkembang tersebut didorong oleh menguatnya Dolar AS dan meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global akibat pengetatan kebijakan moneter yang lebih agresif di berbagai negara, terutama AS.
Â
Â
Â
Â