Liputan6.com, Jakarta - Pertumbuhan ekonomi Indonesia sampai dengan kuartal III 2022 masih tinggi. Dalam pengumuman Badan Pusat Statistik (BPS), ekonomi Indonesia tumbuh hingga 5,72 persen jika dihitung secara tahunan.
Angka ini disebut-sebut masuk salah satu yang terbaik di antara banyak negara lainnya yang tengah terseok-seok mendorong pertumbuhan ekonomi.
Baca Juga
Namun memang, tren positif pertumbuhan ekonomi ini masih dibayang-bayang berbagai ancaman. Sebut saja adanya adanya pertikaian geopolitik dan juga resesi global yang disinyalir akan juga mempengaruhi ekonomi Indonensia.
Advertisement
Lantas, apa yang bisa dilakukan pemerintah di tengah bayang-bayang resesi?
Deputi I Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Iskandar Simorangkir menyebut, pemerintaah punya strategi dalam menghadapi ancaman tersebut. Nyatanya, kata dia, ada berbagai kondisi yang menguatkan ekonomi Indonesia sehingga bisa menjauh dari jurang resesi.
"Indonesia punya Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID), kita tahu di Indonesia, inflasi dari sisi suplai, contohnya distribusi pangan, ini alasan kenapa pemerintah melakukan extra effort, dengan mengendalikan inflasi pangan, inflasi kita tak setinggi negara lain," kata dia dalam Inspirato Sharing Session Liputan6.com bertajuk 'Jaga Momentum Pertumbuhan Ekonomi RI di Tengah Bayangan Resesi', Jumat (18/11/2022).
Dengan pengendalian inflasi yang optimal, dia memandang hal itu bisa jadi acuan bagi bank sentral untuk tidak menaikkan suku bunga dengan lebih agresif. Harapannya, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan lebih baik dibanding negara lain dalam menyikapi resesi.
"Sehingga target pertumbuhan 5,2 persen di 2023 kemungkinan bisa tercapai," ujar dia.
Dipengaruhi Kondisi Geopolitik
Pada kesempatan itu, Iskandar juga menyebut kalau kondisi ekonomi global saat ini sangat tergantung dengan kondisi geopolitik. Di samping adanya kondisi ekonomi dan sosial akibat pandemi Covid-19.
Menurutnya, kondisi penyelesaian kondisi geopolitik sudah menjadi perhatian dalam KTT G20 Bali, pekan ini. Bahkan sudah masuk dalam deklarasi para pemimpin negara untuk segera menyelesaikannya.
"Kalau kondisi geopolitik bisa terkendali sebenarnya niscaya resesi yang ditakutkan dengan stagflasi tadi sangat ringan terjadi," ungkapnya.
"Jadi itu memang tergantung pada kondisi geopolitik. Memang betul kenaikan suku bunga berpengaruh memukul balik pertumbuhan tapi itu kan smoothing adjustment dalam rangka netralisisr demand yang berlebihan," tambah Iskandar Simorangkir.
Advertisement
Wajib Kolaborasi
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi mendorong pemimpin ekonomi APEC untuk memperkuat kerja sama konkret dalam menghadapi krisis global mulai dari krisis pangan, krisis energi, krisis lingkungan, hingga ancaman resesi.
Hal ini disampaikan saat menyampaikan intervensinya pada pertemuan pemimpin Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) sesi 1 di Queen Sirikit National Convention Center, Bangkok Thailand, Jumat (18/11/2022).
"Dalam jangka pendek, kolaborasi mutlak diperlukan untuk atasi inflasi dan pastikan ketahanan pangan," kata Jokowi dikutip dari siaran pers Sekretariat Presiden, Jumat (18/11/2022).
Dia mendorong perwujudan APEC Food Security Roadmap Towards 2030 untuk memastikan ketahanan pangan melalui teknologi yang inovatif dan digitalisasi, peningkatan produktivitas dan efisiensi sistem pangan, serta kebijakan yang inklusif dan berkelanjutan.
"Ketersediaan pupuk dan pakan ternak juga perlu diperhatikan untuk cegah krisis pangan menyerang lebih dari tiga miliar masyarakat," ujarnya.
Dalam jangka panjang, Jokowi mendorong penguatan kemitraan ekonomi digital dan ekonomi hijau. Menurut dia, ekonomi digital dan transformasi digital penting untuk pemulihan ekonomi yang inklusif.
"Sejak pandemi manfaat ekonominya semakin dirasakan, mulai dari telemedisin, jasa antar makanan, pembayaran digital, hingga keterlibatan UMKM di marketplace," tutur dia.
"Kita harus bangun ekosistem ekonomi digital yang ramah bagi UMKM dan start-ups khususnya melalui penguatan keterampilan dan literasi digital," sambung Jokowi.
Ekonomi Hijau
Dalam pertemuan tersebut, dia turut mendorong ekonomi hijau bagi pemulihan ekonomi kawasan.
Jokowi menilai ekonomi hijau adalah masa depan ekonomi kawasan dan sudah lebih 90 miliar dolar AS digunakan untuk membangun berbagai proyek hijau di APEC.
"Untuk itu, saya menyambut baik inisiatif Thailand The Bangkok Goals for the Bio-Circular-Green Economy. Inisiatif ini akan membuka akses terhadap pembiayaan, teknologi, inovasi, dan penguatan kapasitas," jelasnya.
Jokowi menegaskan penguatan kolaborasi antaranggota APEC merupakan kunci untuk mencapai semua hal tersebut.
Sebelum memulai sesi pertemuan, saat tiba di Queen Sirikit National Convention Center, Bangkok, Jokowi disambut langsung Perdana Menteri Thailand Prayut Chan-o-cha. Keduanya juga melakukan sesi foto bersama.
Advertisement