Sukses

Depresiasi Rupiah Bisa Jadi Peluang Perkuat Daya Saing Ekspor

Depresiasi rupiah jangan hanya dipandang buruk terhadap ekonomi. Pelamahan rupiah bisa juga dilihat dari sisi positif.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Koordinator bidang Perekonomian memandang ada peluang yang bisa diambil dengan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) seperti yang tengah terjadi saat ini. Salah satunya adalah pelemahan rupiah bisa menguatkan daya saing ekspor Indonesia.

Deputi I Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Iskandar Simorangkir mengatakan, depresiasi rupiah jangan hanya dipandang buruk terhadap ekonomi. Pelamahan rupiah bisa juga dilihat dari sisi positif.

"Kalau kita lihat, nilai tukar yang terdepresaisi itu (hal) penting, jangan defend terus, sisi positifnya dilihat, jangan negatifnya aja," ungkapnya dalam Inspirato Sharing Session Liputan6.com bertajuk Jaga Momentum Pertumbuhan Ekonomi RI di Tengah Bayangan Resesi, Jumat (16/11/2022).

Menurutnya, hilirisasi hasil tambang yang dilakukan oleh Indonesia saat ini bisa menjadi nilai positif dari depresiasi rupiah. Logikanya, dengan adanya hilirisasi, berarti ada nilai tambah yang didapatkan seiring dengan porsi ekspor tambang Indonesia ke negara-negara lain.

"(Nilai tukar) mendorong daya saing ekspor kita, di tengah Indonesia yang melakukan hilirasi yang dampaknya sudah kita rasakan, nilai tambah berkali lipat," terangnya.

Sebagai contoh saja, komoditas nikel dan turunannya yang mampu menghasilkan 4,8 kali lebih besar pendapatan. Angka ini masuk catatan Iskandar per September 2022.

"Dengan depresiasi tadi maka ekspor kita meningkat, (di saat yang sama), itu  bisa mengerem impor kita," ujarnya.

 

2 dari 4 halaman

Penyerapan Produk Lokal

Peluang lainnya, Iskandar melihat kalau pada saat yang sama Indonesia bisa mendorong penggunaan produk-produk dalam negeri. Artinya tidak bergantung pada produk impor, sehingga manfaatnya bisa dirasakan lebih luas.

"Salah satu cara melakukan smoothing di ekononmi kita supaya tidak konsumsi berlebihan, itu mekanisme nilai tukar, jangan di-defend berlebihan, karena justru mendorong ekonomi kita berbasis ekonomi domestik tadi," bebernya.

Guna menekan impor, Iskandar melihat ada peluang berbarengan dengan hilirisasi. Misalnya dengan menggenjot sejumlah sektor yang masih bergantung pada impor dengan pemenuhan dari dalam negeri.

"Kita bisa memproduksi bahan baku tadi yang sudah kita mulai hilirisasi," ungkapnya.

 

3 dari 4 halaman

Likuditas Global Mengetat, Rupiah Ditutup Turun ke 15.684 per Dolar AS

Untuk diketahui, nilai  tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah jelang akhir pekan. Pelemahan nilai tukar rupiah ini tertekan pengetatan likuiditas global.

Pada Jumat (18/11/2022), rupiah ditutup melemah 21 poin atau 0,14 persen ke posisi 15.684 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya 15.663 per dolar AS.

"Yang dicermati pasar memang kondisi likuiditas global yang mengetat saat ini," kata Ekonom Senior Mirae Asset Sekuritas Rully Arya Wisnubroto dikutip dari Antara. 

Kenaikan suku bunga acuan yang dilakukan bank sentral global guna menekan inflasi, telah memicu krisis likuiditas. Saat ini pelaku pasar mencerna pernyataan yang cenderung hawkish dari pejabat bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (Fed).

Presiden The Fed St Louis James Bullard menunjukkan grafik yang menunjukkan bahwa bahkan asumsi dovish akan membutuhkan kebijakan suku bunga bank sentral untuk naik setidaknya 5 persen.

Sementara itu asumsi yang lebih ketat menyarankan suku bunga Fed atau Fed Fund Rate (FFR) akan naik di atas 7 persen. Tingkat suku bunga acuan The Fed saat ini berada di kisaran 3,75-4 persen setelah serangkaian kenaikan suku bunga agresif. 

 

4 dari 4 halaman

Sentimen Domestik

Dari domestik, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada Kamis (17/11/2022) kemarin juga memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin (bps) dari 4,75 persen menjadi 5,25 persen.

Selain bunga acuan, bank sentral juga menaikkan suku bunga deposit facility dan lending facility masing-masing sebesar 50 bps menjadi 4,5 persen dan 6 persen.

Bank sentral menyatakan keputusan tersebut sebagai langkah lanjutan secara front loaded, pre-emptive, dan forward looking untuk menurunkan ekspektasi inflasi yang saat ini masih tinggi.

Keputusan tersebut juga untuk memastikan inflasi inti ke depan kembali ke dalam sasaran 2-4 persen lebih awal yaitu ke paruh pertama tahun 2023, serta memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah.